Ironi Kemiskinan di Tengah Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ironi Kemiskinan di Tengah Sistem Kapitalisme

Oleh Syafitri Asmawati S.Pd

(Pemerhati Sosial)

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen. “Dari tren data sepertinya agak sulit untuk mencapai angka 7 persen, dan kemiskinan ekstrem di 2,76 persen di 2022 menjadi 0 persen di 2024. Kalau dari tren datanya sulit rasanya,” kata Margo dalam konferensi pers di Menara Danareksa.(kumparan.com, 27/01/2023).

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan yang jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak terserap ke rakyat miskin. Menurut dia, anggaran itu justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel. “Jangan sampai seperti kemarin saya sudah lapor ke Pak Presiden, hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian/lembaga, tetapi ini tidak in-line dengan target prioritas Bapak Presiden. Karena kementerian/lembaga sibuk dengan urusan masing-masing,” kata Azwar dalam Sosialisasi Permen PAN-RB No. 1/2023 tentang Jabatan Fungsional di Jakarta, (Jumat (27/1/2023), dikutip tayangan Youtube Kementerian PAN-RB.(kompas.com, 27/01/2023).

Cacatnya ideologi kapitalisme tampaknya sudah tidak bisa ditambal sulam lagi. Hingga saat ini, kemiskinan global tetap membayangi negara-negara di dunia. United Nations Development Program (UNDP) menerbitkan laporan baru perihal krisis biaya hidup global yang mendorong tambahan 71 juta orang di negara-negara termiskin di dunia ke dalam kemiskinan ekstrem.

Kemiskinan sistemis

Bank Dunia menyebutkan resesi global sudah di depan mata. Mereka pesimis negara-negara di dunia bisa menghindari ancaman kemunduran perekonomian global. Apalagi setelah bank-bank sentral seperti The Fed menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi terburuk yang dihadapi AS selama 40 tahun terakhir. Imbasnya, mayoritas negara berkembang mengalami inflasi. Akibatnya, 71 juta warga negara berkembang jatuh miskin dalam waktu tiga bulan. Selain itu, inflasi global juga menyebabkan beban utang negara berkembang kian membengkak. Di antara negara-negara yang menghadapi dampak paling drastis adalah Armenia, Uzbekistan, Ghana, Kenya, Rwanda, Pakistan, Sri Lanka, Ethiopia, Mali, Nigeria, Tanzania, dan Yaman. Beberapa deretan negara-negara tersebut dulunya adalah negara kaya, tetapi saat ini menjadi negara miskin, bahkan mengalami kebangkrutan parah.

Sebagai contoh, Mali, negeri yang kaya dengan kekayaan emas, minyak, dan uraniumnya ini kini menjadi negara tertinggal. Penyebabnya ialah intervensi militer yang dilatarbelakangi agenda khusus demi mengamankan penguasaan sumber daya alam negeri tersebut oleh para kapitalis. Contoh lainnya adalah Sri Lanka yang bangkrut karena krisis ekonomi yang terus memburuk. Kenaikan inflasi dan tingginya utang hingga gagal bayar membuat Sri Lanka tidak mampu bertahan dari kejatuhannya. Bahkan, negara tersebut kesulitan memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan, obat-obatan, dan BBM.

Amerika Serikat saja, sebagai negara maju pengusung kapitalisme, berulang kali mengalami krisis hingga diprediksi saat ini akan mengalami resesi. Ini artinya kapitalisme pada dasarnya rapuh dan tidak bisa memberi solusi mengatasi kemiskinan dan kelaparan secara global. Negara-negara yang bangkrut dan jatuh miskin itu sejatinya bukan karena tidak memiliki SDA, tetapi lantaran SDA-nya dikuasai negara kapitalis dengan jalan intervensi, investasi, dan eksploitasi. Tidakkah kita pernah berpikir mengapa AS atau negara maju lainnya yang minim SDA itu menjelma menjadi negara adidaya?

Hal itu disebabkan oleh imperialisme yang mereka lakukan atas negara-negara berkembang yang posisinya lemah secara global. Begitulah cara kerja kapitalisme menjerat negara hingga membuatnya sekarat.

Bagaimana dengan Indonesia? Menkeu mengklaim bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih aman. Bank Dunia bahkan menyebut Indonesia bisa lepas dari resesi karena melonjaknya ekspor komoditas yang memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi global. Mestinya Indonesia merasa tidak aman. Sebab, ancaman resesi dan tinggi inflasi berpengaruh pada nilai tukar rupiah terhadap dolar. Jika nilai rupiah jatuh, utang Indonesia akan makin membengkak, harga-harga akan naik. Efeknya, ekonomi rakyat makin sulit dengan pungutan pajak tinggi hingga kenaikan harga yang mengerek naiknya angka kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. Pujian Bank Dunia jangan membuat terlena, karena kondisi Indonesia sebenarnya tidak sedang baik-baik saja.

Kelemahan Ekonomi Kapitalisme 

Dari fakta di atas, kita dapat mencermati bahwa kelemahan ekonomi kapitalisme sangat jelas terlihat. Pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono memaparkannya dalam beberapa poin.

Pertama, bertumpu pada sistem mata uang kertas yang hanya berbasis pada kepercayaan (trust), bukan pada nilai intrinsiknya.

Kedua, sistem utang-piutang yang berbasis pada bunga (interest) yang bersifat tetap (fix rate). Sistem utang-piutang seperti ini diwujudkan pada sistem perbankannya.

Ketiga, sistem investasinya yang berbasis pada perjudian (speculation). Sistem investasi model ini diwujudkan dengan jual-beli saham, sekuritas dan obligasi di sistem Pasar Modalnya. (Al-Wa’ie, 2020)

Tiga pilar ekonomi ini memang memberi kontribusi pertumbuhan ekonomi secara cepat, tetapi menghasilkan pertumbuhan yang semu. Ibarat balon udara yang cepat menggelembung (bubble economic), dari luar tampak besar, tetapi isinya kosong dan rentan meledak.Pertumbuhan ekonomi kapitalisme hanyalah fatamorgana. Hanya berkutat pada uang, utang, dan saham yang mewujud dalam kertas-kertas transaksi yang tidak riil. Akibat ditopang sektor nonriil inilah yang menyebabkan kapitalisme sangat rentan dengan krisis.

Sedikit saja suku bunga dinaikkan, inflasi meluas. Dampaknya, negara-negara yang menggantungkan kehidupannya pada utang dan impor bahan baku pada akhirnya menjadi tidak stabil. Negara-negara yang bangkrut dan jatuh miskin sejatinya bukan karena tidak memiliki SDA, tetapi lantaran SDA-nya dikuasai negara kapitalis dengan jalan intervensi, investasi, dan eksploitasi. Begitulah cara kerja kapitalisme menjerat negara hingga membuatnya sekarat.

Tidak heran jika kenaikan berbagai komoditas pangan maupun BBM banyak terjadi di negara-negara berkembang. Salah satunya Indonesia yang belakangan rajin menaikkan harga di tengah ekonomi rakyat yang makin sulit. Kali ini, wacana kenaikan BBM juga mengemuka dengan alasan harga minyak dunia juga naik.

Solusi Islam 

Jika persoalannya adalah sistem dan ideologi kapitalisme maka Islam sebagai sistem kehidupan juga memiliki solusi sistemis dalam menghadapi krisis. Dalam wawancaranya dengan majalah Al-Wa’ie, pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono menjelaskan bahwa sistem ekonomi Islam memberikan pengaturan dasar tata kelola perekonomian sebuah negara.

Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam itu ada tiga, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan nonriil. Dengan begitu, krisis ekonomi tidak akan terulang lagi.

Ketiga, distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat Indonesia akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer).

Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya. Itulah gambaran global sistem Islam sangat tahan dengan krisis. Selain itu, sistem ekonomi Islam juga ditopang dengan mata uang emas dan perak yang telah terbukti stabil dan anti inflasi.

Wallahu A’lam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *