Food Estate: Trial-Eror dan Krisis Pangan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Food Estate: Trial-Eror dan Krisis Pangan

Fityah Sholihah

(Pemerhati Masalah Sosial)

Jauh panggang dari api. Seakan putus nalar, negeri subur yang mempunyai sumber daya alam melimpah ini terancam akan krisis pangan. Adalah persoalan  serius jika krisis pangan ini benar terjadi pada negeri yang konon tongkat dan kayu saja jadi tanaman. Negeri nan elok kini hanya menjadi bahan satire seperti gadis cantik tapi bodoh. Bagaimana tidak, Indonesia tidak hanya subur, tapi juga kaya akan tambang perut bumi, hutan belantara, dan laut dengan aneka-ragam ikannya . Akan tetapi  negeri ini mendadak dikabarkan terancam krisis akan pangan.

Bukan tak bergerak dan berupaya, kementerian pertanian (Kementan) sambut ancaman krisis pangan ini dengan mencoba menerapkan program Food Estate. Istilah popular ini dari kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (>25 ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), modal, serta organisasi dan manajemen modern.  Food Estate ini berada di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Program ini berupa pembukaan hutan menjadi perkebunan singkong yang luasnya puluhan ribu hectare sawah. Namun malangnya, perkebunan ini mangkrak tak kunjung panen. Tak sekeren namanya “Food Estate’ ternyata  tak mampu memberi harapan baru bagi rakyat untuk hidup lebih baik dalam  pangan.

Lagi-lagi rakyat harus gigit jari. Seorang pria Dayak menyampaikan bahwa kini semuanya hilang karena itu (perkebunan) termasuk  lahan seluas empat hektar yang secara turun-temurun ditanami sayur terong, kacang panjang, kundur, dan pohon karet oleh keluarganya. Terlebih Pria 53 tahun ini menyampaikan bahwa  warga tidak pernah diajak musyawarah oleh perangkat desa soal program food estate atau pembukaan kebun singkong, hingga puluhan alat berat yang dikawal tentara tiba-tiba masuk ke hutan.

Lebih menyedihkan lagi,  dinyatakan bahwa “Kementerian Pertanian hanya bertanggung jawab dalam mengelola pengembangan Food Estate yang berada di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau,” kata Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan, Kementerian Pertanian, Baginda Siagian, dalam hak jawab tertulis yang diterima BBC News Indonesia, Jumat (17/03).

Trial-Eror dan Krisis pangan

Apakah program ‘Food Estate’ merupakan Trial and eror ?. Pemanfaatan lahan puluhan ribu hektar untuk perkebunan adalah hal ceroboh untuk sebuah pencarian solusi melalui trial and Eror.  Semestinya harus ada prakondisi yang disiapkan penerapan sebuah program yang relative baru. Termasuk pengetahuan tentang program, teknik penerapan, antisipasi masalah dan analisa daya dukung yang memadai. Tentu saja program inipun juga harus melalui ujicoba yang berlapis hingga siap di terapkan. Setiap kegagalan dalam upaya memang hal yang alami namun menekan resiko baik berupa biaya, tenaga, pikiran, juga sumber daya lainnya  mutlak diperlukan. Terlebih ini merupakan program nasional yang dampaknya akan menjadi penderitaan bagi rakyat banyak. Selain itu penempatan para ahli dalam pencarian solusi sebuah problematika adalah hal yang krusial. Bukankah Indonesia mempunyai ribuan bahkan jutaan  sarjana pertanian dari Universitas ternama di negeri ini. Mirisnya pengangguran intelek bertebaran dimana-mana. Tenaga dan keahlian mereka tidak di berdayakan  karena acap kali negeri ini tidak menerapkan ‘the right man on the right place’ (menempatkan orang yang ahli pada bidangnya) karena kepentingan tertentu.

Krisis pangan di dunia termasuk di Indonesia bukanlah persoalan sederhana bagaimana rakyat mengelola lahannya. Namun garis kemiskinan yang melanda akibat system kapitalisme membuat rakyat tak mampu membeli kebutuhan pangan secara layak (bergizi). Banjirnya impor bahan pangan membuat pertanian lumpuh. Ketergantungan pada asing (pihak korporasi) membuat rakyat rogoh kocek lebih dalam lagi untuk harga pangan. Negarapun terjebak pada hutang luar negeri yang besar dan berulangkali mengalami inflasi (turunnya nila mata uang). Dan jumlah pengangguranpun semakin bertambah. Boro-boro pertanian berkembang, yang ada pertanian semakin memprihatinkan, harga barang mahal dan tidak terjangkau, dan rakyatpun semakin melarat.

Solusi Islam

Melepaskan diri dari system kapitalis untuk menjadi negara yang mandiri adalah keharusan dalam Islam. Menjadi negara swasembada pangan dengan berkecukupan adalah hal yang logis pada negeri yang subur makmur loh jinawi ini. Islam akan mengembangkan   metode Intensifikasi (peningkatan kwalitas) dan ekstensifikasi (perluasan lahan) dalam pengembangan di bidang pertanian. Disetiap ujung kota di bangun balai (laboratorium) untuk pengembangan riset untuk optimalisasi pengelolaan dan hasil pertanian melalui tangan-tangan dingin para ahli anak negeri.

Ketimpangan para tuan tanah dan buruh tani pun akan diatur oleh negara. Dimana rakyat akan memiliki tanah sesuai daya kemampuan mengelolanya. Jika lahan miliknya terlantar karena tak mampu mengelola selama 3 tahun karena terlalu banyaknya lahan yang dimilikinya maka melalui mekaisme yang ditetapkan tanah tersebut akan di alihkan pada rakyat yang  membutuhkan. Umar bin Khaththab menyampaikan,”Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi SAW) dalam masalah ini.

Melalui tatanan system Islam yang gayut dengan sistem ekonomi Islam dengan tanpa riba, tanpa monopoli, dan privatisasi harta milik negara dan umum akan menjadikan negeri ini sejahtera yang tahan Inflasi.  Dengan demikian tidak hanya suasana yang murah pangan, tapi juga terpenuhi kebutuhan lain secara layak seperti sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sehingga terciptalah negeri yang makmur baldatun thoyyibatun warobbun ghafur. Aamiin

Wallahu’alam bissh-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *