DBD, Penyakit Menular Pemicu Terancamnya Keselamatan Generasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

DBD, Penyakit Menular Pemicu Terancamnya Keselamatan Generasi

Juhanah Zara

Kontributor Suara Inqilabi

Dilansir dari halo.com, Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang menular melalui nyamuk yang terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia. Berefek pada demam yang tinggi, apabila tidak diatasi berakhir buruk hingga merenggut jiwa. Perkembangannya pun meningkat di berbagai daerah dan sudah banyak korban yang berjatuhan. Pengidapnya juga banyak di kalangan anak-anak dan remaja, namun tidak juga lepas dari dewasa maupun lansia.

Generasi Terancam Penyakit Menular DBD

Dilansir dari Liputan6.com, Indonesia sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. DBD adalah penyakit yang sangat penting untuk ditangani karena dapat menyebabkan kematian jika diabaikan atau tanpa adanya perhatian khusus.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, dr. Yusman Faizal mengatakan bahwa kasus DBD pada Januari 2024 mengalami peningkatan yang signifikan. “Dalam sebulan terdapat 219 kasus yang diperoleh oleh Dinkes Cianjur, dari jumlah tersebut dua anak dengan rentang usia 6 sampai 14 tahun meninggal,” kata Yusman saat ditemui pada Kamis, 1 Februari 2024.

Demikian halnya kasus-kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Banyuasin yang juga cukup mengkhawatirkan. Data Dinas Kesehatan (Dinkes), ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian.

Dikutip dari rmolsumsel.id, di Kota Bima sendiri penyakit DBD memang tidak begitu banyak diderita. Namun hal ini bukan berarti ia dapat diabaikan, sebab penyakit DBD adalah penyakit yang mudah menular. Jika sudah ada kasus, hanya masalah waktu ia akan menyebar dan menjangkiti banyak orang. Apalagi jika tanpa himbauan dan kewaspadaan dari pihak pemerintah.

Kemunculannya menimbulkan kematian pada manusia, terutama anak-anak yang pada banyak kasus begitu cepat jatuh pada kondisi kritis. Jika dianggap ‘wajar’ sebagai kondisi yang lazim sepanjang tahun, maka ke depannya masalah akan bertambah serius. Generasi muda menjadi generasi berpenyakit bahkan bisa jadi banyak yang meregang nyawa, padahal ia sebenarnya bisa dicegah dan ditangani di fase awal penyakitnya.

Penyebab DBD Muncul dalam Sistem Sekularisme Kapitalisme

Perkembangan DBD kian pesat. Pada 2022, DBD di Indonesia dilaporkan mencapai 143.184 kasus dengan angka kejadian (incidence rate) DBD nasional sebesar 52,09 per 100.000 penduduk. Total kematian akibat DBD sebanyak 1.236 atau 0,86 persen. Dari total kematian tersebut, 63 persen terjadi pada anak 0-14 tahun (kompas.com). Ini tentu tak bisa dipandang remeh dan menunjukkan adanya ancaman kesehatan di tengah masyarakat. Ini adalah persoalan besar yang sudah seharusnya diseriusi oleh individu, masyarakat, dan paling penting adalah negara.

Adapun penyebab terjadinya lonjakan penyakit menular DBD sejak pertengahan 2023 yakni; perubahan iklim yang ekstrem, fenomena El Nino, dan siklon di selatan Indonesia. Hal ini menyebabkan suhu lingkungan meningkat, dan populasi nyamuk sebagai vektor penyakitnya pun turut bertambah berkali-kali lipat. Pada suhu di atas 30° C, frekuensi gigitannya juga naik 3-5 kali lipat (Kompas.com).

Selain itu merebaknya DBD disebabkan pula oleh individu atau keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Tidak dapat dipungkiri bahwa rakyat Indonesia banyak yang tidak memiliki tempat tinggal. Di antaranya banyak yang rela tidur di jalanan, di kolong jembatan, bahkan kalaupun memiliki rumah namun kondisinya tak layak huni. Lingkungan serta perilaku yang jauh dari gaya hidup bersih dan sehat akan membuka peluang vektor DBD berkembang biak lebih masif lagi.

Bukan hanya itu, problem utama masyarakat dalam bidang kesehatan yang turut berpengaruh dalam merebak serta parahnya kondisi pasien-pasien DBD adalah kurangnya edukasi serta kesulitan dalam berobat. Sudah jadi rahasia umum bahwa bagi kaum ekonomi yang menengah ke bawah, biaya berobat apalagi perawatan di rumah sakit yang mahal menjadi sulit mereka penuhi. Sehingga seringkali meski kondisi sakit begitu berat, masyarakat hanya mencukupkan diri dengan obat tradisional, yang mana belum tentu bisa menyembuhkan secara total. Lalu bagaimana upaya pemerintah atas persoalan tersebut?

Mantan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani menyatakan, upaya pencegahan merebaknya kasus DBD mencakup peningkatan pemantauan kasus DBD. Ia menekankan peningkatan akses ke perawatan medis bagi masyarakat dan menghilangkan sarang nyamuk di sekitar rumah-rumah penduduk dengan berbagai sarana dan fasilitas. “Gerakan bersih-bersih lingkungan, termasuk membersihkan sampah, bak-bak penampungan air yang kerap menjadi sarang nyamuk harus gencar dilakukan,” tuturnya (dpr.go.id).

Upaya pemerintah dalam hal ini tidak sejalan dengan fakta lapangan kehidupan sebagian masyarakat. Sebab sarana dan fasilitas itu tidak didapati oleh pihak yang membutuhkan. Dan faktanya untuk menjalankan sarana tersebut butuh tempat yang layak untuk ditinggali. Hal ini membutuhkan kerjasama pihak sekitar. Akan tetapi banyak dari jajaran pemerintahan yang justru mengabaikan tugas tersebut.

Beginilah fakta kehidupan masyarakat dalam sistem sekuler. Tidak ada jamanin khusus negara untuk mengatasi persoalan mereka. Negara yang hanya akan menjadi penonton tanpa periayahan. Tidak ada kerja nyata dalam melindungi masyarakat, melainkan hanya sebuah argumentasi tanpa edukasi dan tindakan secara langsung.

Ya, semua itu terjadi karena penerapan sistem sekularisme kapitalisme yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme hanya menjadikan patokan keuntungan sebagai hal yang utama, yaitu keuntungan yang bersifat materi. Seperti kesehatan masyarakat akan diabaikan apabila tidak menghasilkan keuntungan atau sebaliknya baru akan diperhatikan serius jika ada ancaman kerugian materiil. Motivasinya bukan murni karena mempedulikan seberapa berharga nyawa manusia.

Hal ini menunjukkan bagi masyarakat bahwa mengharapkan kebaikan pada sistem kapitalisme itu hanyalah ilusi belaka. Fakta menunjukkan dari awal berdirinya sistem ini hingga sekarang, kehidupan bukannya semakin membaik melainkan semakin memburuk. Korban yang merasakannya bukan hanya manusia, tapi kehidupan juga alam semesta menjadi rusak karenanya.

Pelayanan Kesehatan Secara Total oleh Islam

Persoalan kehidupan akan selalu ada solusi yang tepat dan dapat diselesaikan secara sempurna oleh Islam. Hal yang berhubungan dengan individu, masyarakat, hingga urusan negara pun diatur oleh Islam. Sebagaimana Islam menjadikan kesehatan adalah yang utama atau wajib dipenuhi untuk umat. Dalam Islam yang mengatur penjagaan kesehatan diserahkan pada daulah atau negara. Sebab Islam sendiri menjadikan kekuasaan itu sebagai amanah yang berat karena berkaitan dengan akhirat. Maka dari itu, segala bentuk kepimpinan akan diperhitungkan, untuk mengurusi rakyat termasuk soal penyakit DBD seperti saat ini.

Islam menjadikan kebijakan politik meniscayakan terwujudnya upaya promotif preventif bagi terawatnya kesehatan setiap Individu, baik yang baru lahir sampai lansia. Selain itu, umat akan dipastikan memiliki kehidupan yang layak dengan tata ruang kota yang rapi, bersih, sesuai dengan standar ideal sehingga tidak terpontang-panting atau tidak terarah. Islam secara fundamental meniscayakan umat untuk mendapatkan hunian yang layak ditempati. Pastinya nyaman, aman, dan dengan harga yang dapat dijangkau. Sehingga bagi siapapun dapat meraih rumah yang layak.

Islam pun memberikan edukasi pada setiap individu yang mendorong mereka dalam menjalani pola hidup sehat dan memilah makanan bergizi untuk dikonsumsi. Pun bagaimana melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang akan mendatangkan mashlahat serta menjauhkan diri mereka dari mudharat, yang mana ini sejalan dengan hadits Rasul. Jelas ini diraih dalam sistem pendidikan Islam, yang mana membentuk kepribadian Islam sehingga hidup sehat bukanlah semata menjaga diri dari penyakit seperti DBD, melainkan karena dorongan ruhiyyah.

Adapun pencegahan kasus penyakit DBD menular seperti ini, akan ada peningkatan peran keluarga dalam melakukan pemantauan, pemeriksaan, dan pemberantasan jentik dengan konsep Jumantik (Juru Pemantau Jentik) rumah tangga. Serta memunculkan kesadaran dalam pencegahan terhadap segala bentuk penyakit yang akan dipahamkan sejak dini pada masyarakat. Sistem yang kuat dalam mengintimidasi kegiatan di atas hanya dapat dilakukan oleh Islam.

Persoalan penanganan terhadap penderita penyakit seperti DBD akan difasilitasi oleh Islam dalam bentuk negara. Diberikan rawat inap bahkan tanpa biaya sepersen pun. Sebab Islam mementingkan kesehatan umat tanpa meraih keuntungan di dalamnya.

Akan tetapi hal ini belum dapat diwujudkan dan belum dirasakan oleh umat saat ini. Dikarenakan Islam tidak diterapkan, sebab yang masih diemban oleh umat saat ini adalah sistem kufur. Sedangkan semua akan terwujud apabila sekularisme diganti dengan sistem Islam dalam naungan negara khilafah. Untuk itu, sudah saatnya kita fokus memperjuangkan sistem Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para Khalifah setelahnya. Saatnya kita menjadi umat yang satu dan meraih ridho Allah berupa kemenangan kebangkitan Islam. Allahuakbar!

Wallahu’alam bish-shawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *