Darurat Judi Online, Negara Gagal Melindungi Generasi
Fariha
Kontribusi Suara Inqilabi
Tingginya angka anak-anak yang terlibat dalam judi online menunjukkan bahwa perlindungan dari pihak negara terhadap generasi muda ini masih belum berjalan secara efektif. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyatakan bahwa praktik judi online di Indonesia telah melibatkan anak-anak yang berusia 10 tahun ke atas.
Menurut kepala PPATK Ivan Yustiavandana, data triwulan pertama tahun 2025 menunjukkan bahwa jumlah deposit dari pemain judi online berusia 10 hingga 16 tahun telah menembus angka Rp2,2 miliar. Sementara itu, pemain berusia 17 hingga 19 tahun memberikan kontribusi sebesar Rp 47,9 miliar, sementara kelompok usia 31 sampai 40 tahun menyumbang paling besar, yakni Rp 2,5 triliun.
Bahkan pada tahun sebelumnya PPATK melaporkan bahwa pemain judi online yang berusia di bawah 10 tahun mencapai angka 2%, yang diperkirakan berjumlah sekitar 80.000 anak sebanyak 11% dari pemain yakni sekitar 440.000 orang, berusia antara 10 sampai 20 tahun.
Sebagai bentuk tanggapan, pemerintah sebenarnya sudah berusaha untuk melakukan tindakan melalui penerbitan sejumlah aturan. Salah satu diantaranya adalah keputusan presiden nomor 21 tahun 2024 yang mengesahkan Pembentukan Satuan Tugas Pemberantas Perjudian Daring. Keppres ini ditandatangani di Jakarta pada tanggal 14 Juni 2024. Satgas ini berada di bawah Kendari langsung presiden dan memiliki tugas untuk menjalankan langkah-langkah nyata dalam menumpas jadi online di Indonesia. Tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh praktik judi online.
Pada tahun yang sama BKKBN menegaskan kembali pentingnya peran keluarga dalam mencegah anak terlibat dalam judi online. Kementerian agama juga mendukung adanya penyuluhan khusus untuk calon pengantin agar mereka memahami bahaya dan larangan judi online sejak awal sebelum memulai rumah tangga.
Pada tanggal 28 Maret 2025, presiden Prabowo Subianto meresmikan peraturan pemerintah terkait tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik dalam perlindungan anak, yang dikenal sebagai PP Tunas.
Presiden menegaskan bahwa aturan ini dirancang untuk melindungi anak-anak dari bahaya dunia maya.
Fokus utama adalah menyaring konten berbahaya, menyediakan sistem pelaporan yang sederhana dan transparan, mempercepat proses penanganan pelanggaran, serta meningkatkan literasi digital untuk anak dan orang tua. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa sanksi dalam PP Tunas tidak diarahkan kepada anak atau orang tua, melainkan kepada penyelenggara platform digital seperti platform media sosial, game online, serta layanan sejenis lainnya.
Jika ditelusuri lebih jauh, terdapat berbagai alasan mengapa usaha negara dalam melindungi generasi muda dari bahaya judi online belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Salah satu akar masalah yang sering terlupakan adalah dominannya pengaruh sistem kapitalisme. Maraknya judi online, terutama yang menargetkan anak-anak, bukan hanya sekadar efek samping dari kemajuan teknologi, tetapi juga merupakan bagian dari konsekuensi alami dari sistem yang mengutamakan keuntungan materi tanpa memperhatikan dampak sosialnya.
Dalam sistem kapitalis, segala sesuatu yang berpotensi menghasilkan uang akan dioptimalkan.
Para pelaku industri judi secara sengaja merancang tampilan permainan yang menarik, berwarna-warni, dan mirip dengan game anak-anak agar mereka mudah tertarik, menjadi kecanduan, dan akhirnya menjadi pelanggan tetap.
Faktor lain yang memperburuk situasi adalah kurikulum pendidikan yang tidak dirancang untuk membentuk kepribadian anak sesuai dengan nilai-nilai luhur atau agama, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan industri. Tak heran jika banyak generasi muda mengalami penurunan daya tahan dalam menyaring pengaruh negatif, apalagi dengan arus informasi yang begitu bebas.
Inilah kekuatan sistem Islam yang mana tidak hanya memberi solusi sementara, tapi menawarkan perlindungan nyata dan menyeluruh dari hulu ke hilir. Sebuah sistem yang benar-benar hadir untuk mengurusi, bukan sekadar mengatur..
Dalam pandangan Islam, judi bukan hanya pelanggaran moral, tetapi juga perbuatan yang merusak dan harus dicegah sejak dini. Pencegahan ini dapat dilakukan secara bertingkat. Dalam keluarga, orang tua memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai yang benar sejak usia dini. Anak-anak dibekali dengan akhlak dan pola pikir yang mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Peran ibu sebagai pendidik sangat krusial di sini, tidak hanya sekadar mengurus, tetapi juga menanamkan karakter agar anak mampu menghadapi tantangan zaman.
Islam juga mengatur sistem pendidikan yang tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga membentuk kepribadian anak agar nilai-nilai kebaikan menjadi pedoman dalam hidupnya. Jadi, anak tidak hanya pandai secara akademik, tetapi juga kokoh secara aqidah.
Peran negara pun tidak kalah pentingnya. Dalam sistem Islam, negara tidak menunjukkan sikap netral terhadap kejahatan seperti judi online. Negara secara aktif melaksanakan tugasnya untuk melindungi masyarakat dari kerusakan, termasuk di dunia digital. Informasi dan teknologi harus diarahkan sepenuhnya untuk kebaikan, bukan dibiarkan berkembang tanpa pengawasan. Negara harus memantau ruang digital agar tidak menjadi tempat berkembangnya kejahatan dan penyimpangan.
Selain edukasi, negara juga harus mampu mengembangkan teknologi secara mandiri. Ketergantungan terhadap pihak asing hanya akan meningkatkan risiko eksploitasi. Negara perlu mengembangkan infrastruktur digital secara mandiri, mulai dari perangkat lunak hingga pusat data, agar dapat mengendalikan dan melindungi ruang digital secara penuh.
Untuk mendukung semua ini, sistem ekonomi Islam menawarkan sumber dana yang memadai dan jelas.
Negara tidak tergantung pada pajak rakyat maupun utang luar negeri. Sebagai sumber daya yang memadai dan dikelola secara bertanggung jawab, pengembangan teknologi dan pendidikan dapat berjalan secara harmonis.
Dalam sistem Islam, kejahatan seperti judi tidak diabaikan begitu saja. Pelaku, baik yang melakukan, memfasilitasi, maupun menyebarkan, akan dikenai sanksi tegas sesuai dengan tingkat pelanggarannya.
Wallahu a’lam bish-shawwab
Views: 0