Oleh: Tantri Mutiara
Pandemi COVID-19 sampai dengan hari ini masih berlangsung, belum memperlihatkan tanda akan segera sirna bahkan menurut Satuan Penanganan COVID-19 mencatat bahwa per 21 September 2020 virus ini terus bertambah sehingga mencapai 4176 per hari diseluruh Indonesia hingga total pasien penderita COVID-19 menjadi 248.852 sedangkan pasien yang sembuh jumlahnya merosot kemarin mencapai angka 3470 pasien menjadi 180.797 (Merdeka.Com, Senin 21 September 2020) kondisi ini sungguh sangat memperihatinkan.
Dengan bertambah banyak kasus penderita positif Corona, PSBB dan PSBM diberlakukan kembali di beberapa wilayah, Sosial Distancing, pemeriksaan perlengkapan seperti memakai masker, sarung tangan digalakan kembali, diharapkan dengan pelaksanaan protokol kesehatan dengan baik bisa mencegah penularan COVID-19 namun faktanya tidak terlalu berpengaruh karena disisi lain untuk mendongkrak perekonomian kebijakan New Normal digulirkan hanya menambah daftar panjang pasien corona.
Yang sangat terasa adalah dampak bagi masyarakat dari kebijakan Pemerintah diantaranya pengurangan jam kerja bagi karyawan, PHK karena Perusahan yang gulung tikar membuat daya beli masyarakat berkurang hingga melemahkan usaha yang lain.
Pengamat ekonomi senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyatakan :
“Deflasi atau inflasi yang rendah sudah diperkirakan sebagai akibat menurunnya permintaan. Di tengah pandemi saat ini permintaan turun disebabkan oleh menurunnya daya beli sebagian masyarakat,” (Medcom.id, Rabu, 2 September 2020.)
Untuk menanggulangi masalah tersebut Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai) Dana Desa, BLT kepada Pegawai Swasta, BLT UMKM, Kartu Prakerja.
Namun sejumlah bantuan ini hanya diterima oleh sebagian masyarakat sehingga hal tersebut menimbulkan perselisihan, kecemburuan sosial di masyarakat dikarenakan yang terkena dampak COVID-19 hampir seluruh rakyat Indonesia.
Saat ini kebijakan silih berganti namun belum bisa memberikan hasil terbaik dalam menangani wabah COVID-19 ini.
Kita sebagai seorang muslim tentunya saat diberikan ujian harus senantiasa bersabar atas apa yang terjadi karena ini bagian dari takdir Allah SWT namun saat ujian itu datang sebagai seorang Muslim kita tentunya akan melihat bagaimana Islam menuntaskan masalah ini.
Rasulullah SAW bersabda :
“Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR Muslim).
Rasulullah mencontohkan saat terjadi wabah terjadi segera menutup wilayah yang terjangkit wabah sehingga tidak menyebar ke wilayah lain dan wilayah lain pun tetap bisa melakukan aktifitas perekonomian.
Segala keperluan masyarakat yang wilayahnya terkena wabah ditanggung oleh Negara yang dananya diambil dari Baitul Mall.Dana tersebut diambil dari tiga sektor :
1.Sektor kepemilikan individu seperti sedekah,hibah dll.
2.Sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara dll
3.Sektor kepemilikan negara seperti jizyah,gahnimah,kharaj dll.
Sehingga dengan pengelolaan aset Negara yang benar bisa memcukupi segala kebutuhan masyarakat baik saat wabah ataupun tidak.
Namun hal diatas bisa terjadi saat pemimpin Negara mengambil syariat Islam sebagai aturannya.Seperti firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 50 :
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96).
Inilah solusi yang hakiki, solusi yang datang dari Islam tidak seperti saat ini dimana peraturan berganti ganti namun tidak menyelesaikan masalah malah menambah rumit masalah yang sudah ada.
Wallahu’alam bissawab