Bahaya Pemimpin Khianat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Bahaya Pemimpin Khianat 

Oleh Hamsina Ummu Ghaziyah

(Kontributor Suara Inqilabi)

 

Bagaimana rasanya ketika dikhianati? Pastinya hati akan terasa sakit dan kecewa, bukan? Apalagi yang melakukan hal tersebut adalah orang terdekat kita. Bahkan, untuk memberi kepercayaan yang kedua kali, kita masih berpikir seribu kali. Kecuali, jika ia (pengkhianat) tersebut bertaubat dengan taubatan nasuhah.

Berbicara masalah khianat dan mengkhianati, kita kembali pada kondisi saat ini, dimana para penguasa belum sepenuhnya menjalankan amanah mengurusi rakyat. Terbukti, dua periode kepimpinan Presiden Joko Widodo, masih banyak rakyat yang hidup jauh dari kesejahteraan. Berbagai persoalan rakyat cenderung diabaikan. Adapun ketika diselesaikan, kerap menuai persoalan baru.

Sedih, kecewa, dan menyesal sudah pasti dirasakan jutaan rakyat yang menaruh kepercayaan besar atas kepemimpinan rezim ini. Namun apa daya, kekuasaan otoriter lebih mengutamakan eksistensi kekuasaan dan kepentingan para kapitalis dan oligarki.

Dalam sebuah hadits dikatakan, khianat adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh orang munafik. Selain itu, orang yang munafik juga senang berbicara bohong dan mengingkari janji. Sudah sepantasnya bagi seorang mukmin untuk menyelisihi ciri-ciri orang munafik tersebut, yakni dengan berkata jujur, menepati janji, dan menjaga amanah.

Rasulullah saw. bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya berkhianat.(HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadist lain dari Abdullah bin Umar ra., menuturkan, ia mendengar Rasulullah saw. bersabda,

“Sungguh setiap orang yang berkhianat diberi Liwa (Panji) yang diangkat sesuai kadar pengkhianatan dan sesungguhnya penghianat yang paling besar adalah penghianatan pemimpin masyarakat (penguasa)”. (HR. Ahmad)

Jadi, telah jelas bahwa pemimpin yang tidak menepati janji dan tidak amanah akan kewajiban dan tanggungjawabnya merupakan ciri penguasa pengkhianat. Dan ini sudah terlihat pada kepemimpinan rezim saat ini, bahkan jauh sebelumnya, tak ada satupun pemimpin atau penguasa di negeri ini mampu membawa kesejahteraan hakiki bagi rakyatnya.

Demokrasi menganut prinsip kedaulatan di tangan rakyat. Artinya, kedaulatan itu bersumber dari rakyat, ditetapkan oleh rakyat, dan dilaksanakan untuk rakyat. Namun, prinsip ini bertolak belakang dengan penerapan demokrasi itu sendiri. Pasalnya, fakta menunjukkan bahwa kedaulatan bukan berasal dari rakyat, melainkan dari korporasi (pengusaha) berkolaborasi dengan penguasa. Kebijakan juga hanya ditetapkan oleh segelintir orang di parlemen yang berstatus wakil rakyat. Pun, apa yang disepakati nyatanya cenderung tidak pro rakyat, tetapi pro korporasi kapitalis.

Sejatinya, rakyat memiliki hak atas atas pemanfaatan sumber daya alam negeri ini melaui hak kepemilikan umum. Namun, hak itu oleh negara telah dialihkan pada korporasi dan kapitalis atas nama investasi dan privatisasi. Akibatnya, SDA dieksploitasi secara brutal, demi kepentingan penguasa dan korporasi, yang memiliki relasi kuat dalam rantai oligarki.

Sungguh, pengkhianatan penguasa atas rakyatnya merupakan sebuah kezaliman yang besar. Olehnya, pemimpin yang diangkat untuk mengurusi kehidupan dan kemaslahatan rakyat, ketika ia telah mengabaikannya, mengalihkan hak milik rakyat, dan mendahulukan kepentingan segelintir orang, terlebih korporasi kapitalis dan oligarki, bisa jadi ia termasuk dalam golongan pemimpin atau penguasa zalim dan penghianat.

Bagi para pemimpin yang berbuat khianat atas kepemimpinannya, Rasulullah saw. telah mengabarkan bahwasanya pemimpin seperti ini telah melakukan kemaksiatan besar dan diharamkan surga bagi dirinya. Sebagaimana dalam hadist, Baginda Rasulullah saw. bersabda,

“Tidaklah seorang hamba yang Allah angkat untuk mengurusi urusan rakyat mati pada hari kematiannya, sementara dia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga atas dirinya. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, seyogianya penguasa menyadari dan mawas diri akan tanggung jawab serta amanah yang dipikulnya. Sebagai pemimpin, sudah seharusnya menjalankan amanah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., dengan meneladani kepemimpinan Rasulullah serta menjalankan aturan sesuai Al-Qur’an dan As-sunah. Sosok pemimpin seperti inilah yang didamba oleh umat.

Semoga Allah Swt. menganugerahkan kepada kita para pemimpin yang amanah, yang betul-betul memahami hakikat tugas dan kewajibannya sebagai khaadimul ummah (pelayan masyarakat).

Ingatlah, setiap kepemimpinan adalah amanah. Dan setiap amanah pasti dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Swt.

 

Wallahu A’lam Bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *