Ancaman Nyata Dunia Perguruan Tinggi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ancaman Nyata Dunia Perguruan Tinggi

Oleh Ari Sujarwati, S.Pt

(Kontributor Suara Inqilabi)

 

Belum lama ini viral mahasiswa yang sakit dan meninggal karena stres memikirkan UKT yang tinggi.

Demo berbagai protes mahasiswa meminta keringanan biaya kuliah yang makin tinggi juga kerap terjadi. Biaya masuk perguruan tinggi yang dikenakan uang pangkal harus merogoh kocek lebih dalam agar mahasiswa dapat berkuliah. Ditambah lagi, untuk lanjut studi ada sumbangan pengembangan institusi dan administrasi yang membutuhkan dana yang tidak sedikit dan akhirnya banyak mahasiswa terpaksa berhenti dan putus di tengah jalan.

Mahalnya biaya pendidikan membuat mahasiswa terforsir energinya untuk study minded. Mereka menjadi robot-robot kurikulum yang mengejar prestasi dalam secarik kertas. Mereka lupa akan jati dirinya, lupa akan tanggung jawabnya sebagai leader of change. Sejatinya mahasiswa adalah generasi penerus perjuangan bangsa dan agen perubahan untuk kebangkitan umat. Sayangnya, nasib mereka di negeri ini jauh dari kata sejahtera. Ketimpangan dan kesenjangan dunia kampus makin kentara. Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi hal tersebut?

Tanggung Jawab Negara sebagai Pelaksana Perguruan Tinggi

Mahalnya biaya kuliah mestinya menjadi PR besar bagi negara. Sebab tak semua calon mahasiswa yang hendak masuk perguruan tinggi mampu mendanai biaya kuliah. Apalagi kondisi perekonomian negara sedang tidak stabil, biaya kebutuhan pokok meroket tajam, ancaman resesi di depan mata.

Alhasil kita pun bertanya-tanya, mampukah negara menyelenggarakan pendidikan secara murah dan gratis? Tentunya, negara juga harus memiliki sistem ekonomi yang mampu menanggung terselenggaranya pendidikan bermutu dan berkualitas untuk seluruh warganya. Inilah sejatinya tanggung jawab negara.

Yang wajib menyelenggarakan pendidikan berkualitas adalah negara. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan primer umat yang harus dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu, seharusnya negara yang bertanggung jawab menjamin generasinya mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sayangnya, hal itu jauh panggang dari api.

Sejak awal munculnya wacana PT berbadan hukum, sejumlah pihak sudah mengkritik konsepnya. Ini karena terdapat sejumlah konsekuensi PT BHMN ini, antara lain pengurangan subsidi dari pemerintah. Saat ini sudah terdapat 21 kampus negeri di seluruh Indonesia yang sudah berstatus PTN-BH.

Asas sekularisme kapitalistik menjadikan pendidikan tidak berorientasi pada hasil pendidikan, tetapi menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis. Betapa sadisnya, betapa jahatnya. Pendidikan jadi alat penghasil cuan. Nah, jika hal ini yang terjadi, akankah terlahir generasi terbaik yang mampu menyelamatkan negara?

Komersialisasi Pendidikan, Buah Penerapan Sistem Sekuler

Mengenyam pendidikan tinggi adalah cita-cita setiap insan. Sayang, meningkatnya biaya di pendidikan tinggi mengubah segalanya. Bukan hanya itu, pendidikan kini menjadi lahan bisnis para korporasi. Terbukanya jalan kerja sama antara pendidikan tinggi dan swasta membuat dunia pendidikan berorientasi profit.

Di sinilah titik kritis konsep triple helix yang menggabungkan unsur akademik, bisnis dan pemerintah (Academic, Business, and Government). Ini adalah prinsip penyelenggaraan pendidikan dan merupakan resep yang berasal dari Barat. Terlebih lagi, konsep ini bersenyawa dengan konsep World Class University (WCU) yang ramai digaungkan selama satu dekade terakhir. Salah satu standar PT yang layak disebut WCU adalah PT berbadan hukum.

Inilah wujud nyata liberalisasi pendidikan. Pemerintah berlepas tangan dalam mengurusi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan. Negara mengalihkan perannya ke pihak swasta dan mendudukkan diri sebagai regulator saja. Berdalih mewujudkan pendidikan bertaraf internasional, pemerintah menyerahkan dunia pendidikan dalam lingkaran bisnis para korporasi.

Negara selayaknya menyelenggarakan pendidikan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan syariat. Dalam Islam pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat, Negara wajib memenuhi kebutuhan tersebut secara profesional. Di sisi lain, pendidikan berperan penting dalam mewujudkan visi politik negara terdepan. Melalui pendidikan, negara dapat menstimulus inovasi, memaksimalkan riset, serta memotivasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuju hidup sejahtera dan mulia.

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *