Miris, Kebobokan Generasi Muda Seolah Negara Tidak Mau Tahu

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Miris, Kebobokan Generasi Muda Seolah Negara Tidak Mau Tahu

Isnaini

Kontributor Suara Inqilabi

Membahas remaja seakan-akan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Miris, kekerasan yang dilakukan generasi muda saat ini termasuk pelajar semakin sadis dan semakin banyak jumlahnya dari hari ke hari serta semakin beragam. Tawuran, penganiayaan, seks bebas, bahkan sampai pembunuhan. Sistem sekuler telah membuat generasi muda hanyut oleh paham liberalisme, hedonisme dan pergaulan bebas yang diadopsi negeri ini mengambil contoh dari barat.

Pada awal Ramadan lalu, di Jakarta sudah terjadi setidaknya 8 kasus tawuran yang dicatat Polda Metro Jaya. Akibat tawuran yang terjadi tersebut, satu orang meninggal dunia. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa sebagian besar tawuran terjadi karena adanya kelompok-kelompok yang berkumpul menjelang sahur (pilar.id, 26/03/2023).

Generasi muda, seharusnya menjadi agen perubahan untuk kemajuan bangsanya. Peran pemuda sebagai agen pembangunan di mana pemuda memiliki peran dan tanggung jawab dalam upaya melancarkan atau melaksanakan berbagai macam pembangunan di berbagai macam bidang, baik pembangunan secara nasional maupun pembangunan daerah.

Sistem demokrasi sekulerisme adalah sistem yang dibuat oleh manusia. Sistem ini dianut oleh negeri ini yang diadopsi dari barat, telah menjauhkan segala urusan kehidupan manusia dari Sang Pencipta sehingga mengantarkan para generasi muda untuk bertindak semaunya, tidak punya rasa takut, tidak berpikir panjang dan memikirkan akibatnya.

Belum lama kasus yang mengerikan terjadi di Yogyakarta. Polisi telah menangkap pelaku yang memutilasi seorang perempuan menjadi puluhan bagian di Kaliurang, Yogyakarta. Kasus pembunuhan diikuti mutilasi ini merupakan setidaknya yang ketiga dalam beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya, beberapa hari lalu, polisi juga menangkap pelaku pembunuhan yang memutilasi korban menjadi empat bagian di sebuah apartemen di Tangerang, Banten, lalu dibuang di beberapa lokasi berbeda. Di penghujung tahun lalu, polisi juga mengungkap pembunuhan yang diikuti mutilasi di apartemen Taman Rasuna, Jakarta. Motif dari ketiga mutilasi tersebut beragam, mulai dari masalah ekonomi hingga hubungan asmara (bbcnews, 23/03/2023).

Dua kriminolog dari Universitas Indonesia menjelaskan, tindakan mutilasi yang disebut ‘sadis dan di luar akal logika’ itu dapat terjadi, karena pelaku mengedepankan ego mereka agar tidak tertangkap dengan cara menghilangkan barang bukti.

Sementara itu, sosiolog kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa pelaku yang melakukan pembunuhan hingga mutilasi cenderung memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Sehingga pelaku tidak mampu memahami dan mengendalikan diri dalam menghadapi tekanan hidup. Kriminolog dari Universitas Indonesia, Yoyo Tri Hendiarto menjelaskan, kasus pembunuhan disertai mutilasi tidak dapat dihentikan dan akan mungkin terus terjadi.

Kesadisan yang dilakukan pelaku sudah tidak sesuai norma hukum dan agama. Mereka sudah tidak merasakan rasa takut kepada Allah sang Pencipta bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Mereka juga tidak takut dengan hukuman yang diberikan negara, karna negara tidak memberikan hukuman yang berat sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Masyarakat seolah sudah tidak peduli dengan kondisi generasi muda yang semakin rusak. Negara seharusnya mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penganyom juga tidak mau tahu.

Berbeda dengan sistem Islam yang di dalamnya terdapat peraturan dan hukum – hukum mengenai kelangsungan hidup manusia. Aturan-aturan Islam sudah terbukti menjadi solusi setiap permasalahan manusia. Melalui Al Quran dan hadist, hukum dan peraturan itu sudah diterapkan berabad-abad lamanya ketika Islam berjaya dalam naungan khilafah Islamiyah.

Para generasi muda Islam berlomba-lomba dalam memperkaya ilmu kebolehannya. Ilmu yang dilandasi dengan akidah dan ketaatan kepada Allah sang maha pencipta membawa mereka tunduk dan patuh pada aturan syariat Islam. Masyarakat juga ikut andil dalam amal ma’ruf nahi munkar dengan melakukan berbagai kegiatan komunikasi atau dakwah di dalamnya. Di samping itu perangkat juga harus terampil juga dalam mengajak masyarakat mengikuti berbagai perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

Emosi usia muda memang belum stabil, maka usia ini sangat rentan terhadap perilaku kemaksiatan. Hal ini menjadi tantangan bagi generasi muda agar bisa mengendalikan hawa nafsu sehingga bisa selalu menjaga ketakwaan kepada Allah swt.

Negara akan menjadi pelindung dan mengayomi generasi muda dalam pendidikan dan dalam pergaulan. Negara akan menggratiskan biaya pendidikan, memberlakukan jam malam, menjaga pergaulan antara lelaki dan perempuan dan akan mendukung dan memfasilitasi acara keagamaan seperti pengajian dan berdakwah, tanpa dicap radikalisme.

Muhammad al-Fatih adalah salah satu contoh yang hidup di zaman kejayaan Islam, beliau naik takhta pada usia 21 tahun, kemudian berhasil menaklukkan Konstantinopel pada usia 23 tahun. Pemimpinnya disebut-sebut oleh Rasulullah dalam hadis sebagai sebaik-baik pemimpin sedangkan pasukannya sebaik-baik pasukan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,

“Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban” (HR Bukhari).

Jadi sudah sepantasnya kita merujuk dan beralih kepada sistem Islam yang menjadikan kehidupan rahmatan lil alamiin,

 

Wallahualam bishawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *