Oleh: M. Azzam Al Fatih
Idola identik dengan ketertarikan kepada seseorang.
Entah itu ustadz, dosen, guru, kawan, atau seseorang yang belum pernah dijumpainya namun mengetahui biografinya. Tertarik, kagum serta terpukau oleh wajah, pribadi, atau sifat – sifatnya.
Orang yang tertarik oleh bentuk fisiknya biasanya tertipu yang akhirnya merasa kecewa . Sebab fisik belum tentu memberikan kebahagian hati karena bersifat semu dan menipu.
Sedangkann orang yang tertarik akan akhlaq, ibadah, dakwah dan perjuangan sedikitpun ia tak merasa di kecewakan. Sebab ketertarikan akan keistiqomahan dakwahnya seseorang, akan membekas pada dirinya meski sudah lampau.
Cuma yang repot ketika kita mengidolakan lawan jenis, entah kecantikan dan kesholihanya atau ketampanan dan Sholihnya, jelas ini sangat berbahaya karena hati dan perasaan manusia sangat peka. Jika tidak di batasi atau tidak distandarkan pada syariat islam maka seseorang itu bisa terjerumus kepada kemaksiatan.
Selain kita mengidolakan seseorang, secara tidak sadar kita pun jadi idola orang lain. Hal ini sangat memungkinkan, sebab manusia adalah makhluk sosial yang selalu bersinggungan dengan banyak orang. Dari sekian banyaknya orang sudah pasti diantaranya mengidolakan kita. Mungkin hal ini sudah menjadi sunatullahNya.
Sama halnya mengidolakan, jadi idola pun juga harus distandarkan kepada syari’at Islam. Hal yang terjadi ketika kita mengenyampingkan syariat islam adalah rasa ujub dan sombong akan muncul pada dirinya. Merasa diri paling dan merasa pokoknya aku. Perlu diingat bahwa penyakit sombong merupakan penyakit yang membuat dirinya ditolak dari surga. Bagaimana iblis yang dikeluarkan dari surga, bukankah dia sombong merasa diri paling mulia dari Adam, yang kemudian membangkang dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Adam.
Maka pentingnya syariat Islam sebagai standar ketika kita mengidolakan maupun jadi idola. Sebab Sifat manusia yang sering berubah menjadi alasan utama. Tatkala sang idola sedang buruk prilakunya maka yang terjadi adalah kecewa namun ketika distandarkan pada syariat islam, maka ia akan memaklumi dan mengerti kemudian saling menguatkan.
Sedangkan Idola yang tidak membuat kecewa hanyalah mengidolakan Nabi Muhammad Saw. sebab dirinya memang manusia yang mulia. Ucapan, perbuatan serta diamnya saja menjadi contoh yang baik bagi umat manusia. Tutur kata yang lembut terhadap keluarga dan umatnya namun keras terhadap musuh – musuhNYA, menjadi suri tauladan yang baik Dalam bersikap. Dalam hal menjalankan pemerintahan, beliau juga menjadi idola bagi para pemimpin seluruh dunia. bagaimana Beliau mengurusi umatnya dengan sebaik mungkin. Begitu juga dalam hal menjaga agama Allah SWT. Beliau menjagnya sebaik mungkin bahkan mendakwakan ke negeri – negeri lain.
Semua berjalankan sangat sempurna, karena beliau menjalankan sistem pemerintahan Islam yaitu Daualah khilafah Islamiyyah.
Sungguh pada diri Rosululloh Saw terdapat suritauladan yang baik. Maka pantaslah jika Allah SWT memuji Beliau dalam Al Qur’an surat Al Azab ayat 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
” Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.
Oleh karena itu pantaslah jika manusia khususnya umat muslim menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai idola sepanjang masa.
Wallahu’Alam Bhishowwab. []