WEST SUMATERA YACHT RALLY

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dedah Kuslinah (Pontianak –Kalbar)

 

Ada 32 kapal dari berbagai negara akan datang ke Ketapang Kalimantan Barat. Semua pelaut itu rencannya akan ke Ketapang dalam rangka mengikuti West Sumatera Yacht Rally 2022. Ketapang menjadi satu daerah tempat pelintasan dan persingahan para pelaut dari berbagai negara tersebut (kalbaronline.com/2022/04/28/).

Rally yacht dimulai pada Juli 2001 dan diselenggarakan setiap tahun. Dengan misi untuk selalu meningkatkan kesadaran akan Indonesia sebagai Destinasi Wisata Bahari. Mempromosikan Indonesia sebagai daerah jelajah kapal pesiar dan memperkenalkan pelaut ke beberapa tujuan pelayaran paling bersejarah dan menarik di seluruh Indonesia. Lebih dari 1200 yacht telah bergabung dalam reli di seluruh Indonesia sejak awal. Dan tahun 2022 akan menjadi tahun kedua puluh satu penyelenggaraan rally yacht.

Seperti yang sering diberitakan, peranan bisnis pariwisata sangat penting karena mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan lokal. Sehingga, menggenjot sektor pariwisata seolah menjadi perkara yang wajib dan terus digencarkan. Dan tentunya West Sumatera Yacht merupakan pintu masuk promosikan sektor pariwisata, investasi, dan perdagangan.

Banyak lembaga kapitalis Barat turut memprovokasi sektor pariwisata. Seperti UN WTO (United Nations World Tourism Organizations, IDB (Internasional Development Bank), G-20, UNESCO, ILO (International Labour Organization), dan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Indonesia pun bergabung dengan jaringan UNESCO dalam Global Geoparks Network (GGN) agar menjaring minat masyarakat dunia yang selalu addict untuk mendatangi wilayah eksotis. Bahkan secara khusus, pemerintah mencanangkan 4 dari 12 KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) sebagai KEK pariwisata. Yakni KEK Tanjung Lesung di Pandeglang-Banten, KEK Mandalika di Lombok Tengah-NTB, KEK Tanjung Kelayang di Belitung-Babel dan KEK Morotai di Pulau Morotai-Maluku Utara. Dengan harapan, semua tempat akan menjadi obyek wisata terintegrasi antara wisata alam, budaya hingga MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition and events tourism).

Pariwisata selama dalam tata kelola sistem ekonomi neoliberalisme, bertujuan agar liberalisasi sosial budaya dapat terus berjalan. Terciptanya sosial inclusive melalui pendidikan inklusif untuk melahirkan sosok (Muslim) moderat yang amat ramah dengan agenda liberalisasi, kesetaraan gender dan nilai-nilai demokrasi sekuleristik.

Tentu amat mudah menggiring lifestyle masyarakat dunia memasuki era ekonomi wisata (leisure economy). Paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, memang meniscayakan dunia menjadi tempat untuk bersenang-senang. Wajar akhirnya semua negara menggarap alam (nature), budaya (culture) dan karya manusia (man made) sebagai destinasi wisata. Disisi lain, sumber ekonomi krusial dibiarkan. Eksploitasi masif yang terjadi pada sumber daya alam kita, tak sama sekali menjadi permasalahan

Pariwisata di sistem ekonomi neoliberalisme, sejatinya semua berujung pada keuntungan bagi si pemilik modal semata. Kesengsaraan pasti pada rakyat setempat.

Islam memosisikan pariwisata sebagai sarana dakwah menyebarkan Islam dan propaganda, bukan sumber devisa negara.

Islam juga telah membatasi kepemilikan dengan mengharamkan SDA yang melimpah dikuasai individu, apalagi asing. Negara akan menjadi pihak yang mengelola kekayaan alam milik umum dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat.

Karena pariwisata sebagai sarana dakwah, interaksi penduduk setempat dengan para turis serta pemandu wisatanya akan diwarnai semangat dakwah. Alhasil bagi wisatawan muslim, setelah mereka disuguhkan keelokan seluruh ciptaan Allah Swt, akan semakin kokoh keimanannya.

Adapun, bagi wisatawan nonmuslim, tidak hanya menikmati keindahan alam, namun juga mendapat penjelasan tentang alam raya dan hakikat kehidupan seorang hamba. Terjadilah transfer pemikiran, sehingga wisatawan mengenal akidah Islam dan khasanahnya.

Selayaknya, kita wujudkan negara yang mampu memfungsikan pariwisata sebagai syiar Islam, bukan syiar liberal. Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *