Waspada Jebakan Politik Kursi pada Parpol Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Mariyani Dwi (Anggota Komunitas Setajam Pena)

Kekacauan dan berbagai macam permasalahan yang timbul, menunjukan sistem tata kelola kehidupan di negeri ini cacat. Hal ini membuat rakyat semakin tidak percaya pada pemerintahan yang selama ini dijalankan. Sehingga muncul persepsi untuk mendirikan partai politik Islam baru, yang digadang-gadang mampu mengembalikan Islam sebagai rujukan dalam pengaturan kehidupan.

Pada 1/10/2020, politikus ternama Amien Rais mendeklarasikan berdirinya partai Ummat. Kemudian tak berselang lama, pada 7/11/2020 sejumlah tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendeklarasikan kembalinya Partai Masyumi yang dulu dibubarkan Soekarno

Dengan mengusung tagline “Masyumi Reborn”, mereka meyakinkan umat bahwa anggotanya adalah orang-orang yang paling kuat pembelaannya kepada rakyat. Bahkah setelah mendeklarasikan diri, mereka disebut mengajak Partai Ummat bentukan Amien Rais untuk bergabung. Dia menuturkan, Amien Rais tak mengabaikan ajakan tersebut dan menghargai ajakan partai Masyumi. Meski demikian, harus dibuktikan dulu mereka lebih besar daripada partai Ummat (liputan6.com, 8/11/2020).

Sesungguhnya pembentukan Parpol Islam baru ini menunjukan ketidakpuasan pada Parpol Islam yang lama. Lantas mampukah Parpol Islam baru ini membawa perubahan pada dunia perpolitikan, sehingga Islam lebih mendominasi dalam menciptakan aturan? Lalu mengapa Parpol Islam lama seolah hilang fungsi untuk mewujudkan keinginan rakyat?

Kenyataanya Parpol Islam acapkali tak sungkan untuk berkoalisi dengan Parpol sekuler, yang dalam aktivitas politiknya jelas-jelas meniadakan peran agama untuk turut campur. Sehingga Parpol Islam mau tak mau pasti terseret dengan strategi atau manuver dari Parpol sekuler bila tak mau mereka terlempar dari kursi kedudukannya. Maka, hanya ilusi semata bahwa Parpol Islam tersebut mampu menjalankan manuver yang berasas dari Islam, seperti akan memihak rakyat daripada kapitalis dalam setiap kebijakan.

Dapat disimpulkan, untuk mampu mengubah politik agar sesuai dengan syariat, sesungguhnya menempuh jalan masuk parlemen bukan jalan yang terbaik untuk saat ini. Mengingat demokrasi yang lahir dari sekularisme masih langgeng diterapkan di negeri ini. Demokrasi akan selalu menjegal langkah-langkah Parpol Islam.

Karena roh dari demokrasi adalah kepentingan, maka hanya akan melahirkan politisi yang setengah hati mengabdi pada umat. Umat sering kali hanya dijadikan pendulang suara, namun setelah mereka berkuasa setiap apa yang dikerjakan hanyalah untuk kepentingan parpol dan pribadinya semata. Inilah jebakan demokrasi yang menghalangi umat memfokuskan pada pembangunan kesadaran politik islam.

Ini sangat berbeda dengan parpol yang ada dalam negara, yang tata kelolanya selalu merujuk pada Islam kaffah, yaitu negara khilafah.

Islam meniscayakan adanya parpol yang berideologikan Islam, yaitu parpol yang sedari awal berdirinya adalah untuk mengabdikan diri meriayah urusan umat. Bukan hanya mementingkan kelompok dan kepentingan pribadinya semata. Sehingga Parpol ini dibangun berdasarkan aqidah Islam, yang mengharuskan kiadah fikriyah dari para anggotanya adalah islam.

Karena tujuan parpol ini adalah agar syariat Islam diterapkan yaitu dengan jalan dakwah, sebagaimana termaktub dalam QS. Al- imrom: 104 yang artinya: “dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang orang yang beruntung.”

Tugas parpol apabila Islam belum dijadikan rujukan sumber hukum, maka parpol harus getol mengingatkan penguasa untuk kembali pada penerapan hukum Islam dalam tatanan pemerintahan yaitu dengan menegakkan khilafah. Sembari terus menyadarkan umat akan pentingnya penerapan Islam kaffah.

Kemudian apabila negara khilafah telah tegak maka parpol bersama umat, akan menjaga dan mengawal pemerintahan agar tetap berada dalam koridor Islam. Karena pada hakekatnya politik islam adalah pemeliharaan urusan umat di dalam maupun di luar negeri, dan dilakukan negara bersama umat. Negara melakukan pengaturan secara praktis, sedangkan umat mengoreksi negara dalam pelaksanaannya.

Wallahu ‘alam bish-showwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *