Wajib Jilbab, Melanggar HAM?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Muhaiminah Ibrahim

 

(Kompas.com-29/01/2021) sebuah video viral terkait seorang siswi non muslim diminta menge nakan hijab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat. Kejadian itu sampai membuat Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pernyataan akan memberikan sanksi tegas kepada guru atau kepala sekolah yang terbukti melanggar. Rusmadi (Kepala Sekolah SMKN 2 Padang) menjelaskan bahwa dirinya sudah lama menginstruksikan kepada seluruh jajarannya, agar tidak boleh menyentuh siswi beragama non muslim, karena itu melanggar HAM.

Terkait kasus ini Kemendikbud Nadiem Makarim menyatakan bahwa hal ini merupakan pelanggaran undang-undang dan juga nilai nilai Pancasila dan kebhinekaan. Beliau juga menegaskan bahwa sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau himbauan kepada siswa untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.

(Antaranews.com – 07/02/2021) Kabid Advokasi Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) Imam Zanatul Haeri, mengatakan kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru. Dalam catatan P2G, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. “Jauh sebelumnya 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Sedangkan kasus pemaksaan jilbab kami menduga lebih banyak lagi terjadi diberbagai daerah di Indonesia,” kata Iman.

Peraturan wajib jilbab di SMKN 2 Padang merupakan realisasi dari salah satu poin dalam instruksi Wali Kota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005 yang tertulis bahwa mewajibkan jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri Padang. Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar mengatakan bahwa aturan yang dikeluarkan sejak tahun 2005 itu bertujuan untuk menjaga perempuan dan mengembalikan budaya Minang sehingga tak perlu dicabut. Jadi peraturan tersebut merupakan salah satu dari Perda syariat. Dan menjadi salah satu aturan yang didesak untuk dibatalkan atau dicabut.

Terlihat bahwa Perda syariat atau peraturan daerah yang berlandaskan aturan agama sulit untuk diterapkan dan dijadikan sebagai aturan publik ditengah masyarakat. Hal ini dikarenakan sistem yang dipakai oleh Negara tidak berlandaskan ideologi Islam. Melainkan sistem Demokrasi yang jelas bukan berasal dari Islam.

Sistem Demokrasi yang segalanya dinilai berdasarkan undang-undang yang notabene adalah murni hasil pemikiran manusia, berakibat banyaknya aturan syariat Islam yang bersumber dari Allah sang pencipta malah dianggap sebagai sesuatu yang melanggar HAM dan melanggar peraturan. Salah satunya kasus kontroversi jilbab tersebut. Contoh lainnya juga adalah penerapan pasar muamalah yang baru-baru ini viral karena dianggap mampu merusak ekosistem keuangan nasional. Padahal kalau kita mau berfikir, bukan syariat Islam yang melanggar melainkan manusianyalah yang lebih dulu melanggar aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh Allah sebagai pencipta alam dan seisinya dengan lebih memilih menerapkan aturan buatan manusia.

Dalam ajaran agama Islam, Allah telah memerintahkan dalam QS. Al Ahzab: 59 agar hendaknya perempuan-perempuan mukmin menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar supaya mereka mudah dikenali dan agar mereka tidak diganggu. Jadi dalam Islam itu sendiri jilbab adalah sebagai identitas dan bentuk penjagaan diri bagi wanita.

Dari kasus ini sendiri terlihat bahwa sulitnya menerapkan aturan berlandaskan syariat Islam dikarenakan sistem sekuler yang diterapkan oleh Negara. Meskipun Indonesia adalah Negara dengan mayoritas Muslim tapi dengan adanya aturan-aturan atau nilai nilai ideologi yang bukan berasal dari Islam, menjadikan Islam hanya dipandang sebagai agama ritual semata layaknya agama-agama lainnya. Padahal Islam memiliki aturan dari segala aspek kehidupan dan bukan hanya agama ritual semata. Maka agar seluruh syariat Islam dapat diterapkan di muka bumi, maka solusinya ialah dengan kembali menerapkan aturan Islam kaffah melalui penegakan kembali Khilafah Islamiyah dan mengganti sistem Demokrasi.
Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *