Oleh : Hasanah (Anggota WCWH#14)
Saat ini tak henti-hentinya media memberitakan tentang virus corona yang kian hari kian meningkat penyebaran dan korbannya. Korban kematian karena virus corona hingga jumat (31/1/2020) jumlah total kematian akibat virus corona di China tercatat mencapai 259 orang, sampai saat ini 21 negara sudah terjangkit virus ini.
Kematian terbanyak terjadi di Provinsi Hubei yang merupakan lokasi pertama kali virus itu ditemukan pada Desember lalu. Dilansir dari AFP, Sabtu (1/2), virus tersebut juga menginfeksi hampir 12 ribu orang. Jumlah tersebut melampaui orang yang terinfeksi SARS yang merebak pada 2002-2003, 8.098 orang.(cnnindonesia, 01/02/2010).
Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, akhirnya mendeklarasikan keadaan darurat internasional terkait corona. Kekhawatiran terbesarnya adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah, demikian yang dikutip dari Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020) sebagaimana dikutip dari AFP. Ia menegaskan peningkatan status ini menjadikan corona hal darurat yang perlu diperhatikan masyarakat internasional. Meski begitu, ini bukan berarti WHO tidak percaya kemampuan China menangani virus.(.cnbcindonesia.com 01/02/2020)
Penetapan status keadaan darurat internasional tersebut tentu menimbulkan dampak negatif pada perekonomian China, dan juga negara-negara yang mempunyai hubungan dengan Cina. sejumlah negara telah membatasi perjalanan pribadi ke dan dari China setelah merebaknya wabah. Australia misalnya, secara resmi meminta warganya untuk “mempertimbangkan kembali kebutuhan untuk melakukan perjalanan” ke China ketika wabah sedang berlangsung.
Amerika Serikat dan Inggris telah memberikan peringatan serupa. Hong Kong bahkan memutus hubungan transportasi dengan China daratan, mengurangi separuh jumlah penerbangan dan menangguhkan layanan kereta api dan feri berkecepatan tinggi.
Beberapa negara bahkan melangkah lebih jauh lagi. Korea Utara kini tidak mengizinkan masuknya turis China, Papua Nugini memberlakukan larangan total terhadap semua pelancong dari “pelabuhan Asia”.(liputan6.30/01/2020)
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia juga ikut merana dengan munculnya virus corona ini. Betapa tidak Bahkan, dampak virus corona bisa sampai memicu krisis ekonomi global. Dampak virus corona paling krusial sebenarnya adalah bagaimana nasib ekonomi China, dan imbasnya kepada Indonesia.
Pasalnya ekonomi China selama bertahun-tahun menjadi salah satu mesin pertumbuhan paling kuat di dunia. Kehancuran di negara tersebut bisa membuat pekerjaan terhambat dan pertumbuhan di tempat lain.
Dampak virus corona pun bisa sampai ke Indonesia, dan mengancam pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 5%. Riset S&P menyebutkan, virus Corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sekitar 1,2 poin persentase. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi China tahun ini diperkirakan 6%, maka virus Corona akan membuatnya melambat menjadi 4,8%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan virus corona memberikan dampak bagi Indonesia terutama ke sektor pariwisata. Pasalnya selama ini wisatawan asing yang paling banyak berkunjung ke Indonesia adalah China. (.cnbcindonesia,29/01/2020)
Apalagi dengan adanya virus ini, semua penerbangan dari dan ke China ditutup oleh Indonesia, karena waspada akan penyebaran virus masuk ke dalam negeri.
Jika jumlah wisatawan menurun maka akan berdampak juga pada perekonomian dalam negeri. Karena pada tahun ini pemerintah ingin menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pariwisata Bukan sumber Devisa
Menurunnya sektor wisata akibat virus corona menjadikan negara-negara yg menggantungkan sumber devisanya pada parawisata gigit jari. Dan ini juga yang disadari oleh menkeu Sri Mulyani untuk mewaspadai agar tidak selalu menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diandalkan. (cnbcindonesia,29/1/2020).
Pemasukan negara dalam sistem Islam tidak menjadikan pariwisata sebagai sumber devisa. Abdul qadim zallum dlm bukunya Al-amwal fi dawlah Al-khilafah (sistim keuangan negara khilafah) telah menjelaskan secara lengkap sumber pemasukan negara yang di kumpulkan oleh lembaga negara islam yaitu baitul mal.
Secara garis besar ada empat sumber: pertama: dari pengelolaan negara atas kepemilikan umum. Dalam sistem ekonomi islam SDA seperti kekayaan hutan, minyak, gas dan barang tambang lainnya yg menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum(rakyat) sebagai sumber utama pendanaan negara. Kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1.fasilitas umum: semua yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum- jika tidak ada dalam suatu negeri akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketaan. Contoh: air, padang rumput, api (energi) dll. 2.barang tambang dlm jumlah sangat besar termasuk milik umum(rakyat) dan haram dimiliki secara pribadi . contoh: minyak bumi, emas, perak, besi,tembaga, dll. 3. benda benda yg sifat pembentukannya menghalangi oleh individu. Contoh: jalan raya, sungai, laut, danau, tanah umum, teluk, selat dan sebagainya. Pada kepemilikan umum ini negara hanya sebagai pengelola, dalam hal ini, syariah islam mengharamkan pemberian hak khusus kepada orang atau kelompok orang(swasta),apalagi swasta asing. Jika dieskplorasi dan eksploitasi dana dan sarana, pemerintah wajib menyediakannya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mengurusi kepentingan rakyat. Kalau semua potensi SDA milik umum dikelola negara pemerintah tidak perlu membebani rakyat dgn pajak. Kedua: dari pengelolaan fa’i, kharaj, ghanimah dan jiryah serta harta milik negara dan bumn. Ketiga: dari harta zakat.
Itulah pemasukan negara dalam Islam, yang tidak menjadikan pariwisata sebagai andalan, sehingga tidak menjadi gamang saat muncul kasus seperti virus corona ini antara memikirkan pemasukan (keuntungan) dengan penanganan yang menjadi kewajiban negara. Negara akan fokus pada pengurusan urusan ummat tanpa memperhatikan untung dan rugi.
Jadi “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang yang yakin?(Al Maidah(5): 50) (wallahu’alam bishshowab)