Virus Corona Melanda, Bawang Putih Melambung

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Syifa Putri (Ummu Warabbatul Bayt, Kab. Bandung)

Ketersediaan barang sedikit, harga melambung. Itulah yang terjadi untuk komoditi bawang putih sekarang. Hal ini disebabkan akan ketakutan virus Corona yang sedang terjadi sekarang, pasalnya bawang putih yang beredar di Indonesia sebagian besar diimpor dari China tepatnya dari kota Wuhan. Sehingga pemerintah menghentikan sementara impor bawang putih. Tentu ini berdampak pada ketersediaan bawang putih di pasaran. Seperti yang dilansir oleh Notif.co.id. Kabupaten Bandung. Kepala Disperindag Kabupaten Bandung, Popi Hopipah membenarkan jika mahalnya bawang putih diakibatkan dihentikannya impor dari China oleh pemerintah. Kendati demikian, langkah yang dilakukan pemerintah cukup positif karena dinilai mengedepankan sisi kewaspadaan dalam mengantisipasi menyebarnya virus Corona masuk ke Indonesia.

Sangat mengejutkan memang, setelah ramai-ramai dunia digemparkan oleh virus Corona, masyarakat baru mengetahui bahwa sebagian besar bawang putih yang ada di Indonesia ternyata impor dari China. Miris memang, sebab Indonesia dari dahulu sampai sekarang dikenal sebagai negara agraris. Tak ada yang salah dengan impor, karena ekspor dan impor adalah bagian dari perdagangan negara. Akan tetapi, jumlah impor yang menunjukkan adanya ketergantungan komoditas yang notabene mampu diproduksi sendiri dan terkadang bisa membunuh petani sendiri, itu sangat disayangkan.

Belum mencukupinya produksi bawang putih dalam negeri, membuat impor menjadi jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan bawang putih dalam negeri dan untuk tetap menjaga harga agar tidak terlalu melonjak karena pasokan yang kurang di pasar. Saat ini, Indonesia hanya mampu memproduksi 5% dari kebutuhan dalam negeri, oleh karena itu dibutuhkan impor yang besar untuk memenuhi permintaan.

Sehingga inilah yang menjadi alasan Indonesia masih mengimpor bawang putih, seperti yang dilansir oleh Republika.co.id. Tanggerang. Kementerian Pertanian, melansir hingga saat Indonesia masih memiliki ketergantungan impor bawang putih.

Impor terbesar komoditas tersebut didatangkan dari China. Pasalnya, sampai sekarang belum ada produsen benih yang bisa memroduksi bawang putih secara massal. Sehingga, petani lokal belum bisa mengembangbiakan bawang tersebut. Sebab, benihnya tidak ada di pasaran.

Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono, mengatakan, kebutuhan Indonesia akan bawang putih mencapai 500 ribu ton per tahun. Bawang tersebut, diimpor dari China. Sebab, petani lokal belum mampu menanamnya. Karena, benih bijinya memang tak tersedia di pasar tanah air. “Sampai saat ini kran impor bawang putih masih tetap dibuka,” ujar Spudnik, saat mengunjungi Desa Benteng, Kecamatan Campaka, Kamis (21/12).
Di negara kita, subsidi yang diberikan relatif lebih kecil, contoh harga pupuk subsidi yang masih tinggi dan juga tidak ada perlindungan dari pemerintah ke petani apabila petani gagal panen. Penyuluhan tentang pola tanam yang baik dari pemerintah ke petani juga masih kurang.

Apabila kita menengok ke belakang, ketika daulah Islam tegak, Kebijakan pertanian yang ditempuh oleh pemerintah di produksi primer dijalankan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Untuk mencapainya dapat dilakukan dengan jalan intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan berbagai cara yang dapat meningkatkan produktivitas lahan. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai cara yang dapat menambah luas lahan pertanian yang dapat ditanami.

Intensifikasi pertanian ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Untuk itu kebijakan subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian dapat dilakukan. Hal lain yang dapat dilakukan dengan jalan menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani. Dalam rangka intensifikasi ini juga, negara harus menyediakan modal yang diperlukan bagi yang tidak mampu. Penyediaan modal tersebut menurut pandangan Islam adalah dengan jalan pemberian harta oleh negara (hibah) kepada individu yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya. Pemberian ini tidak dilakukan dengan jalan hutang, tetapi semata-mata pemberian cuma-cuma untuk keperluan produksi pertanian. Dengan cara ini petani-petani yang tidak mampu tidak akan terbebani untuk mengembalikan hutang. Dengan demikian produksi pertanian mereka benar-benar dapat digunakan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luas lahan pertanian yang diolah. Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian yang diolah. Beberapa kebijakan tersebut adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat). Negara akan mendorong agar masyarakat menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya, memagarinya serta memanfaatkannya untuk keperluan hidup mereka. Selain itu negara akan memberikan tanah secara cuma-cuma kepada siapa saja yang mampu dan mau bertani namun tidak memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Bahkan negara akan memaksa siapa saja yang memiliki lahan pertanian agar mereka mengolahnya.

Berkaitan dengan hal ini Islam memandang bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi negara, di samping perindustrian, perdagangan, dan jasa.

Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila bermasalah, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat negara lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain.

Dengan demikian jelas bahwa ketersediaan kebutuhan pangan dijamin oleh negara. Oleh karenanya negara senantiasa memperhatikan peningkatan produktivitas pertanian, pembukaan lahan-lahan baru, dan penghidupan tanah mati, serta pelarangan terbengkalainya tanah. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan memproduksi lahan-lahan pertanian, agar stok kebutuhan pangan selalu tersedia untuk rakyatnya.

Inilah bentuk nyata dari sistem Islam. Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu.

Lalu masih enggankah untuk kembali pada solusi yang paripurna, yaitu sistem khilafah Islam yang akan mensejahterakan rakyat, yang telah memberikan solusi dengan sistem syariahnya, untuk mengatasi masalah krisis pangan sekaligus dapat memacu peningkatan produksi pertanian untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan? Sistem ini bukan saja telah teruji, tapi juga terberkahi dunia-akhirat. Maka apakah masih ragu dalam meyakini, bahwa hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyyah sajalah kesejahteraan rakyat akan terjamin?.
Wallahu a’lam bi-ashawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *