UU Islam, Menetralisir Kejahatan Seksual

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Gien Rizuka (Penulis)

 

Ironi. Di tengah kesibukan para elit kekuasaan mempersiapkan kontestasi presiden 2024 mendatang, masih ada setumpuk persoalan negara yang tak nampak terlihat ujung penyelesaiannya. Sebab, solusi yang ditawarkan tak mengakar dan tak jarang menuai perdebatan. Seperti halnya saat ini yang terjadi pada penetapan UU terkait kasus pelecehan seksual.

Idntimes.com (11/9/21) merilis bahwa sejumlah organisasi mendesak Badan Legislatif (Baleg) DPRI RI untuk menarik kembali rencana pergantian dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Sebab mereka menilai RUU PKS sudah cukup memiliki bidikan jitu dalam memberantas kasus pelecehan seksual.

Menariknya, Baleg Willy justru mendapat dukungan sepenuhnya dari Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan terhadap Perempuan dalam penyusunan enam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Alasannya, agar mempermudah menggali informasi yang dialami korban kekerasan seksual (CNNIndonesia, 10/9/21).

“Ini yang menjadi catatan kita biar kemudian aparat penegak hukum bisa lebih mudah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya kepolisian dan kejaksaan,”papar Willy.

Sayangnya, mempertahankan UU lama atau pun memperbaharui UU lama ke UU baru di sistem Sekuler-Liberal tak ubahnya bagai setali tiga uang. Maksudnya, UU dalam sistem saat ini tak akan menjadi solusi yang substansial, sebagaimana pun terjalnya isi deretan sanksi. Sebab UU yang mereka ajukan terbentuk serupa dari sistem bobrok. Sistem yang ketegasan sanksinya sering kali tersingkirkan oleh kepentingan. Alhasil, perdebatan mereka mengenai UU ini akan menjadi hal yang sia-sia.

Karenanya pula, negara saat ini seolah membiarkan faktor-faktor penyebab kejahatan seksual kian tersebar luas. Seperti tontonan yang menampilkan pemikiran sekuler yang mudah diakses dari berbagai media. Tentu hal ini menjadi salah satu faktor penuntun lahirnya pemikiran liberal di tengah masyarakat. Pemikiran yang menjunjung tinggi kebebasan demi meraih kepuasan duniawi. Pemikiran yang notabene bertolak belakang dengan pemikiran agama, terlebih pemikiran Islam. Maka, tak heran bila pelecehan seksual kian merebak di nusantara.

Selain itu, lamanya sistem sekuler bernaung di pemikiran umat Islam, membuat banyak muslim di negara mayoritas muslim, tak mengenal jati diri mereka sendiri yang harusnya patuh akan aturan Islam. Mereka mengenal agama hanya karena turun temurun dari nenek moyang. Alhasil, mereka lebih mudah mengenal dan mudah tercekoki paham-paham barat.

Sesungguhnya, Islam memiliki aturan integral dari Sang Pencipta. Aturan yang mengatur aktivitas manusia dari bangun tidur hingga bangun negara. Melalui Islam, Sang Khaliq menjelaskan tata cara menerapkan hukum konkret yang disesuaikan kebutuhan serta kelemahan mahluknya, termasuk merumuskan dalam membuat Undang-undang (UU). Undang-undang yang memberi sanksi tegas, yakni berperan sebagai jawabir, yaitu penebus dosa dan zawajir atau pencegah sebagai efek jera pada masyarakat yang melanggar segala bentuk kemaksiatan.

Negara dalam Islam akan menindak apa-apa yang menjadi pencetus munculnya kemaksiatan. Terlepas itu di dunia nyata, maya maupun layar kaca. Inilah Undang-undang (UU) syariah Islam yang dirujuk dari Al Qur’an dan Hadis. Hal ini hanya dapat terealisasi bila Islam kaffah diberlakukan di sebuah institusi negara. Kerena hanya wewenang negaralah yang mampu menyentuh solusi di berbagai aspek kehidupan. Aspek-aspek yang masing-masing sling terkait seperti mata rantai yang saling mempengaruhi antar satu sama lain, seperti ekonomi, sosial, budaya dll. Hingga UU ini dapat menetralisir segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan seksual.

“Kekerasan seksual terhadap perempuan termasuk dosa besar, dan tindakan yang paling keji dan buruk dalam pandangan syari’at. Kekerasan seksual hanya lahir dari jiwa-jiwa yang sakit dan birahi-birahi rendahan sehingga keinginannya hanya menghamburkan syahwat dengan cara binatang, di luar nalar logik dan nalar kemanusiaan” (Mufti Mesir, Syauqi Ibrahim Allam).

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *