Oleh Leihana (Ibu Rumah Tangga Pemerhati Umat)
Gaung ibadah Ramadhan tahun 1442H atau tahun 2021 Masehi mulai disambut dengan gema suka cita umat Islam di seluruh penjuru negeri Indonesia. Meski pandemi Covid-19 masih belum lenyap dari negeri ini semangat umat Islam tidak mundur sedikitpun untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan berbagai amal ibadah di bulan suci Ramadhan nanti. Bukan sekadar pakaian dan alat ibadah yang baru untuk menjalankan shalat tarawih dan ibadah lainnya, melainkan yang terpenting umat Islam mempersiapkan keimanan yang semakin meningkat dan semangat ibadah yang dilipatgandakan.
Senada dengan itu bidang komersial para pengusaha menyambutnya sejalan dengan suka cita umat Islam, berbagai iklan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah puasa dan hari raya sudah mulai padat ditayangkan di berbagai stasiun televisi swasta. Tidak ada salahnya memang mengambil keuntungan dengan cara yang halal dari momentum bahagia umat Islam, yang salah justru adalah pihak-pihak yang merusak menodai kesucian bulan Ramadhan dengan tayangan yang tidak senonoh atau masih terbukanya berbagai fasilitas kemaksiatan di dalam negeri.
Untuk itu seiring dengan antusiasme umat Islam terhadap bulan suci Ramadhan pemerintah juga mulai bergerak mendukungnya dengan mulai mengatur tayangan televisi yang berbahaya bagi keimanan.
“Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.”
Senada dengan itu juga dikutip dari tirto.id, 20 Maret 2021.” Sepanjang Ramadhan 2021, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang televisi menyiarkan adegan berpelukan hingga yang mengandung unsur lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran KPI 2/2021 berdasarkan keputusan pleno 16 Maret 2021. Tujuannya, meningkatkan kekhusyukan menjalankan ibadah puasa.”
Selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik atau horor atau supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya,” bunyi aturan huruf l.Selain itu, lembaga penyiaran dilarang mengeksploitasi konflik dan atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. “Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat atau keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, insaf atau tobat,” lanjut aturan tersebut.(DeskJabar.com, 24/03 2021).
Tentu saja program ini perlu diapresiasi sebagai dukungan pemerintah dalam rangka menjaga keimanan dan mendukung terbentuknya ketakwaan pada setiap individu.
Namun, hakikinya umat Islam wajib bertakwa bukan hanya di sepanjang bulan suci Ramadhan bahkan sejatinya bulan Ramadhan adalah bulan latihan (riadhoh) untuk umat Islam agar di bulan – bulan berikutnya tetap bisa menjalankan amal ibadah segiat di bulan Ramadhan dan berjuang mempertahankan ketakwaan di sepanjang kehidupan.
Untuk itu dibutuhkan sistem dan aturan yang mendukung terwujudnya ketakwaan setiap individu muslim di sepanjang tahun bukan ketakwaan musiman di bulan Ramadhan saja.
Kaum muslim tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung tercapainya tujuan puasa, tapi juga sistem yang benar-benar mewujudkan tujuan takwa. Apalagi, larangan tayangan selama Ramadhan semestinya berlaku sepanjang waktu, bukan hanya momen puasa. Jika pemerintah sudah memahami bahwa tayangan bermuatan kemaksiatan dapat menodai kesucian bulan Ramadhan artinya pemerintah sudah menyadari keburukan tayangan tersebut yang sepantasnya tidak pernah ditayangkan kembali baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan ramadhan.
Tentu saja karena umat Islam wajib membentuk ketakwaan diri setiap saat maka dalam Islam negara wajib memfasilitasi terwujudnya hal tersebut. Tentu saja negara Islam yaitu khilafah memberantas segala bentuk kemaksiatan . Selain itu hal-hal yang menghantarkan kemaksiatan juga harus diberantas mulai dari pergaulan sosial antar pria dan wanita yang diatur sedemikian rupa agar terjaga dari zina bahkan mendekati zina. Bahkan melenyapkan induk kejahatan yaitu miras (khamar), tentu saja tempat hiburan. Dimana hiburan tersebut berupa tayangan dan media visual, audio, tayangan audio visual diatur agar tidak memuat konten yang menjadi stimulus kemaksiatan yang merusak keimanan. Terlebih lagi menjelang bulan suci Ramadhan negara dalam Islam diwajibkan mengambil peran yang mendukung berbagai sarana dan prasarana, yang mendukung tujuan utama puasa yaitu membentuk ketakwaan dengan memberi nuasa keimanan yang kondusif di tengah masyarakat jauh dari nuasa kemaksiatan yang begitu kental seperti saat ini.
Dan tentu saja upaya negara membentuk takwa pada rakyatnya yang muslim. Bukan upaya musiman belaka tapi program aturan yang sistemik dan berkelanjutan.
Wallahu ‘alam bishshawwab.