Oleh: Yulida Hasanah (Aktivis Muslimah dari Jember)
Hingga detik ini, kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad oleh Sukmawati belum juga mendapatkan respon serius dari pihak penegak hukum di negeri ini. Tak jauh beda dengan ucapan pelecehan terhadap syari’at Islam dalam puisinya tentang Konde Ibu Indonesia tahun 2018 lalu, hanya berakhir dengan permohonan maaf saja. Padahal umat Islam saat itu telah melakukan tindakan untuk menindak kasus tersebut ke ranah hukum.
Membandingkan Nabi Muhammad yang jasanya tak hanya bicara lingkup Indonesia namun dunia, dengan manusia yang berjasa hanya di lingkup nasional saja. Terlebih ekspresinya yang begitu tendensius terhadap Islam. Tentu sangat wajar, jika ucapannya kembali menuai kontra, bahkan kemarahan umat Islam di Indonesia. Termasuk umat Islam di Madura Jawa Timur. Dikutip dari Maduracorner.com, Bangkalan, Ribuan santri Pondok Pesantren Sabenih dan Forum Umat Islam Bangkalan (FUIBB) melakukan gelombang aksi di depan Polres Bangkalan, Rabu, (27/11/2019).
Selain di aksi umat Islam di Madura, umat Islam dari berbagai ormas Islam di Surabaya yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam menggelar Aksi Bela Nabi di depan Gedung Negara Grahadi, Jumat/29/11/2019. Mereka menuntut Sukmawati Soekarnoputri yang dianggap telah menghina Nabi Muhammad dengan membandingkan dengan Soekarno untuk segera ditangkap dan diadili.
Berbagai spanduk banner dan poster itu antara lain bertuliskan ‘Tangkap dan Adili Sukmawati’, Jangan Biarkan Penghina Nabi Bebas’, ‘Cinta Nabi Cinta Syariah Tuntut dan Adili Sukmawati’, ‘Jika Penghina Nasi SAW Tidak Ditangkap dan Dihukum Berarti Rezim Ini Anti Islam’dan Minta Maaf Bukan Berarti Proses Hukum Berhenti Tangkap dan Hukum Sukmawati Penghina Nabi!’ (detik.com)
Mereka menuntut proses hukum Sukmawati dilakukan dengan cepat dan tidak berlarut – larut karna pasalnya sudah jelas, pasal yang dilanggar pasal 165 A tentang penistaan agama. Mereka juga meminta keseriusan dari pihak kepolisian untuk segera memenjarakan Sukmawati, tidak sekedar dalam proses terus, namun faktanya belum juga ditindak tegas.
Demokrasi Beri Ruang Bebas Bagi Para Penghina Nabi
Memang benar, umat Islam Indonesia telah bersatu untuk menuntut agar penghina Nabi seperti Sukmawati segera ditindak sesuai Undang-undang yang ada, minimal Sukmawati harus dipenjara. Namun sayang, ketidakadilan hukum kembali dialami oleh mayoritas umat negeri ini. Sukmawati tetap diberi ruang bebas menghirup udara segar, bahkan tidak takut terhadap tuntutan jutaan umat Islam terhadapnya.
Mengapa demikian? Bukankah Ahmad Dhani begitu cepat proses hukumnya karena kasus penghinaan terhadap Presiden? Bukankah Gonru Ginting juga tak berbelit-belit ketika memenjarakannya dengan alasan dia telah melanggar UU ITE karena dianggap melakukan ujaran kebencian? Lalu, mengapa yang jelas-jelas telah menghina Nabi Muhammad seperti Sukmawati tak kunjung diproses hukum?
Sejatinya, untuk siapa hukum yang ditegakkan di negeri ini? katanya, negeri ini adalah negeri demokrasi yang menjamin kebebasan bagi tiap rakyat/individu. Nyatanya, kebebasan itu hanya milik segelintir manusia yang berkuasa dan menjadi penjaga-penjaga kekuasaan demokrasi. Sedangkan bagi rakyat yang dipandang mengkhawatirkan kedudukan penguasa dengan seluruh kebijakannya, siap-siap terjerat hukum yang ada.
Jadi, hukum dalam demokrasi hanya peka terhadap rakyat termasuk umat Islam yang ingin mewujudkan rasa cinta mereka kepada Nabinya dengan menerapkan syari’at yang Nabi bawa. Jika demikian, demokrasi yang mengatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, itu hanya konsep belaka. Kedaulatan tetap berada di tangan penguasa. Umat Islam yang melakukan aksi damai seperti di Madura tersebut, walaupun suaranya cukup besar. Namun kebijakan tetap berada di tangan penguasa negeri ini.
Walaupun demikian, aksi umat Islam tak sia-sia di hadapan Allah SWT. Mereka telah melaksanakan seruan Rasulullah Saw sebagai bagian dari amar ma’ruf nahy munkar dan mengoreksi sikap ‘lemot dan lemahnya’ penegak hukum terhadap penghina Nabi Saw. Sebab, di dalam kondisi saat ini. Umat belum memiliki seorang pemimpin yang keras terhadap penista agama dan penghina Nabi Saw.
Hanya Khilafah Yang ‘Mampu’ Menindak Tegas Para Penghina Nabi Saw
Sebuah poster yang bertuliskan “Madura Keras Boss, Melecehkan Nabi, Carok….!!, Agemah Bedeh Yattas Bun Embunan” yang artinya “ Madura Keras Boss, Melecehkan Nabi, Serang….!! Agama ada di atas ubun-ubun”. Poster yang dibawa oleh peserta aksi menuntut penjarakan Sukmawati di Madura beberapa hari lalu ini, adalah sebuah kalimat keras yang bukan main-main dan tidak bisa dianggap main-main.
Jika Islam benar-benar dijadikan sebagai sumber hukum dan solusi atas permasalah sebuah negeri. Maka Islam takkan bisa diterapkan kecuali dengan wadah yang sesuai, yakni sebuah institusi kekhilafahan. Dengannya, syari’at Islam akan diterapkan secara kafah/menyeluruh. Tak hanya itu, tegaknya Khilafah, maka Islam akan dijaga pelaksanaannya dengan penerapan sistem sanksi yang penegakannya tak pandang bulu. Dan dengan adanya sanksi yang tegas tersebut, akan memberikan efek jera bagi yang lain dan bahkan menjadi penebus dosa yang telah dia kerjakan itu.
Bahkan, telah disebutkan dalil tegas yang menunjukkan hukuman mati bagi penghina Nabi Saw.Sebagaimana dijelaskan salam hadis dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan;
“Ada seorang wanita yahudi yang menghina Nabi Saw dan mencela beliau. Kemudian orang ini dicekik oleh seorang sahabat sampai mati. Namun Nabi Saw menggugurkan hukuman apapun darinya.” (HR. Abu Daud 4362 dan dinilai Jayid oleh Syaikhul Islam)
Namun, ketika Khilafah belum tegak di tengah-tengah umat Islam saat ini. Kita tak bisa berharap, para penghina Nabi Saw akan ada sanksi tegas bagi mereka. Dengan demikian, tegaknya Khilafah menjadi perkara penting dan darurat bagi umat Islam hari ini. Sebab, dengannya kemuliaan Agama, umat Islam, Allah SWT dan Rasul-Nya akan terjaga. Wallaahu a’lam