Oleh: Hafsah Ummu Lani
(Pemerhati Masalah Sosial & Member AMK)
Untuk kesekian kali, Ulama kembali mengalami penganiayaan. Kejadian terbaru dialami oleh Syekh Ali Jaber, Ustadz kondang keturunan Arab ini mengalami penusukan oleh orang yang tidak dikenal saat sedang tausiah di hadapan jamaah di Bandar Lampung.
Tersangka AA (24) yang menusuk Syekh Ali Jaber diduga sudah berencana membunuh ulama dan pendakwah tersebut pada hari kejadian penusukan.
Dari rekonstruksi kasus yang digelar Polresta Bandar Lampung, diketahui bahwa pemuda itu sudah berniat menusuk sang ulama sejak masih berada di rumahnya. Hal ini diketahui dari tersangka yang sudah membawa sebilah pisau dari rumahnya saat mendatangi Masjid Falahudin pada Minggu sore (Kompas.Com 13/9/2020)
Motif penikaman yang dilakukan oleh AA masih belum jelas karena antara Syekh Ali Jaber sebagai korban dan AA sebagai pelaku tidak ditemukan keterkaitan antara keduanya. Bahkan domisili antara mereka pun cukup jauh. Seperti dugaan publik terkait kasus-kasus penganiyaan tokoh agama selama ini, lagi-lagi pelakunya orang gila. Namun Syekh Ali Jaber tidak menerima alasan ini.
Jika pelaku adalah orang gila, dia tidak akan menarget orang yang jauh jarak dari jangkauannya. Bahkan secepat kilat AA menuju sasaran diatas panggung menuju target utama. Bila ia orang gila, harusnya orang disekitar yang dilalui yang akan kena sasaran terlebih dahulu. Maka asumsi bahwa pelaku gila tidak masuk akal.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD angkat bicara terkait penusukan terhadap ulama Syekh Ali Jaber di Bandar Lampung, Minggu sore, 13 September. Mahfud menginstruksikan agar aparat kepolisian segera mengungkap kasus ini dan mengumumkan identitas pelaku, dugaan motif tindakan, dan menjamin bahwa proses hukum akan dilaksanakan secara adil dan terbuka,” kata Mahfud melalui keterangan tertulis, Minggu 13 September 2020.
(Viva. Id)
Walau Prof Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah menjamin proses pelaksanaan hukum akan berjalan adil dan terbuka, namun publik kembali dibuat kecewa karena seperti kasus-kasus sebelumnya ketidakwarasan pelaku selalu menjadi alibi.
Keamanan para Ulama kita perlu mendapat perhatian, mengingat mereka adalah pengemban risalah Nabi dan orang-orang yang hidupnya hanya untuk mengabdi pada agama dan menyampaikan kebenaran (amar ma’ruf) dan mencegah kemaksiatan (nahi mungkar). Namun apa daya, kini satu persatu ulama kita menjadi target oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan pada akhirnya kasus berakhir tanpa mendapatkan perlakuan hukum yang adil. Hampir semua pelaku selalu divonis gila agar bebas dari tuntutan.
Jika ketidakwarasan menjadi alasan tidak amannya seseorang, maka hal inipun perlu menjadi perhatian. Orang gila tidak bisa dikenakan delik hukum akibat gangguan mental yang dialaminya. Agar tidak mengganggu keamanan orang lain, maka mereka perlu mendapatkan perhatian dari keluarga, masyarakat maupun negara dalam bentuk perawatan sampai mereka benar-benar pulih, tidak dibiarkan berkeliaran sehingga mengganggu ketenangan warga.
Dalam Undang-Undang, keamanan adalah hak setiap rakyat, negara berkewajiban melindungi masyarakat dari segala hal yang membahayakan jiwa. Kenapa pemerintah? karena pemerintahlah yang mengatur segala aparat dan yang mendanai kebutuhan aparat Penjaga keamanan seperti POLISI, TNI, JAKSA, Dan lain sebagainya.
Namun kini rasa aman menjadi barang mahal di negeri ini, terutama bagi orang-orang yang berani bersuara lantang demi kebenaran. Ada pesan yang ingin disampaikan, bahwa siapa saja yang berani bersuara maka resiko akan menghadang.
Anehnya lagi, yang menjadi sasaran selalu tokoh agama. Jika kita kaitkan dengan konten ceramah mereka yang mulai kritis terhadap kondisi negeri ini, ulama-ulama yang tidak bisa terbeli, dan juga ulama yang mendakwahkan Islam secara kaffah, patutlah ada pihak-pihak yang merasa terganggu. Aktifitas ulama mulai diintai bahkan ada wacana sertifikasi buat para Da’i.
Jika para ulama tidak bisa bebas bersuara, apa artinya ada Undang-Undang yang mengatur kebebasan bersuara dan berpendapat, jika suara mereka pada akhirnya dibungkam karena berseberangan.
Sebenarnya bukan hal yang aneh jika sistem saat ini tidak berpihak kepada rakyat. Jika saja umat paham bagaimana semua aturan dibuat hanya untuk kepentingan segelintir orang. Aturan berlaku dan harus ditaati oleh rakyat, namun tidak bagi para pembuat kebijakan.
Sosok Ulama dalam Al Qur’an dan Hadist
Ulama adalah sosok yang Allah SWT muliakan. Sudah sepantasnya kaum Muslim juga memuliakan ulama. Melindungi dan menjaga mereka.
Ulama dalam timbangan agama adalah sosok yang istimewa.
Pertama: Para ulama dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT beberapa tingkat di atas manusia lain.
Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (TQS al-Mujadilah [58]: 11).
Nabi saw. menyebutkan ketinggian derajat para ulama di dunia ini dibandingkan dengan segenap manusia. Sabda beliau Saw:
Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk kepada orang yang berada di gelap malam, di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk (HR Ahmad
Kedua: Para ulama disebut oleh Rasulullah saw. sebagai pewaris para nabi.
Di tengah umat ini, tak ada satu pun yang layak disebut pewaris para nabi melainkan para ulama. Sabda Nabi saw.:
Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak (HR at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ketiga: Demikian besar derajat para ulama, Allah SWT berkenan memberi mereka kesempatan untuk memberikan syafaat pada Hari Kiamat.
Sabda Nabi saw.:
Akan memberi syafaat pada Hari Kiamat tiga golongan: para nabi, ulama, lalu para syuhada (HR Ibnu Majah).
Keempat: Karena keberadaan para ulama pula agama ini terpelihara dan umat akan terjaga dari berbagai kesesatan.
Jika para ulama telah tiada, ilmu akan lenyap dan umat pun akan mudah tergelincir dalam kesesatan. Sabda Nabi saw.:
Sungguh Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Namun, Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama (HR al-Bukhari).
(Kaffah edisi 159)
Di masa kepemimpinan Harun Al Rasyid, Ulama mendapat tempat yang istimewa. Beliau memberi hadiah yang sangat besar kepada para Ulama sebagai bentuk penghormatan. Demikian pula Ulamanya, untuk menjaga keberkahan ilmunya, apa yang telah diberikan oleh Khalifah disumbangkan kepada orang yang membutuhkan. Demikianlah Al Qur’an, Hadis dan sejarah mengabadikan sosok Ulama sebagai penjaga agama yang harus dihormati.
Wallahu a’lam bisshowab.