Udang Dibalik Batu, Ditengah RUU HIP

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I (Pendidik Generasi Khoiru Ummah dan Member AMK)

Satu lagi kado mengejutkan di tengah pandemi yang belum juga menemui akhirnya, masyarakat dikagetkan dengan polemik politik disetujuinya Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Negara (RUU HIP) menjadi Undang-Undang di rapat paripurna DPR pada 12 Mei 2020.

Kini DPR menjadi sorotan publik tentang RUU HIP(Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila) yang menimbulkan kontraversi di tengah masyarakat. Pasalnya di dalam RUU HIP seolah memberi ruang untuk komunis, yang selama ini merupakan partai terlarang di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik, Siti Zuhro mengatakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) telah memunculkan perdebatan dan resistensi yang meluas. Bahkan juga telah menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Menurut Siti Zuhro, penolakan tersebut bukan hanya dari kalangan akademisi dan mahasiswa, tapi juga purnawirawan TNI dan aktivis menolak RUU. Bahkan Fraksi Partai Demokrat pun mencabut diri untuk tidak ikut dalam pembahasan RUU HIP di Baleg.

Zuhro beranggapan ada kekhawatiran yang sangat beralasan. HIP merupakan agenda menghidupkan kembali ajaran komunisme, terutama dengan sama sekali tidak merujuk pada Ketetapan MPR RI yang masih berlaku, yaitu Ketetapan MPRS RI No. XXV/MPRS/1966. Sementara seluruh Ketetapan MPR yang lainnya dirujuk sebagai dasar penyusunan RI dan hanya menjadikan Keadilan Sosial sebagai esensi pokok dari Pancasila.

Dalam cuitannya pada Selasa (16/06), Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut bahwa pemerintah meminta DPR sebagai pengusul untuk lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat. Pasalnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang digagas DPR sebelumnya mendapat penolakan keras dari sejumlah kelompok Islam.
Beberapa alasan yang mendasari penolakan RUU HIP :

Pertama, RUU HIP berpotensi memunculkan paham komunisme. Tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang “Pembubaran partai komunis indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara republik indonesia bagi partai komunis indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis/marxismelenisme” dalam RUU HIP. Menurut “Maklumat” yang dikeluarkan MUI merupakan sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis dan biadab yang dilakukan PKI terhadap bangsa ini.

Wajar akhirnya masyarakat melihat bahwa RUU ini sengaja dibuat untuk membangkitkan kembali paham komunis yang telah dilarang. Hingga MUI mengancam, jika tak dihentikan pembahasan RUU ini, pihaknya akan mengawal masyarakat Indonesia untuk menolak RUU ini.

Kedua, kontroversi pasal 7 yang berpotensi mengaburkan makna Pancasila itu sendiri. Memeras Pancasila menjadi trisila, lalu menjadi ekasila, yaitu Gotong Royong, disinyalir dapat melumpuhkan sila pertama, yaitu “Ketuhanan YME”. Padahal, sila pertama adalah clausa prima. Bahkan menurut pengamat politik Siti Zuhra, jika Pancasila ingin direduksi, seharusnya pakailah sila pertama karena telah termaktub dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1.

Dari sini bisa kita lihat bahwa dengan dilumpuhkanya sila “Ketuhanan yang Maha Esa” seolah ada upaya untuk menyingkirkan agama dari kehidupan. Dan pasal ini pun telah mengonfirmasi kebohongan jargon “Pancasila Harga Mati” karena apa yang terjadi adalah justru mereka sendiri yang hendak memeras Pancasila dan menafsirkannya sesuai dengan keinginannya sendiri.

Ketiga, RUU HIP rawan dijadikan alat gebuk penguasa. Profesor Suteki, Pakar Sosiolog Hukum dan Filsafat Pancasila dalam pemaparannya di ILC TV One, mengatakan bahwa Pancasila adalah hasil konsensus negara ini yang tidak bisa lepas dari pengaruh tiga ideologi besar dunia, yaitu kapitalisme, komunisme, dan Islam. Sehingga sangat memungkinkan tafsirnya berubah sesuai keinginan rezim berkuasa.

Bahkan menurut Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara, RUU ini selain tidak berguna bagi masyarakat, juga secara tegas menyampaikan bahwa Pancasila adalah milik penguasa. Karena dalam pasal 43 ayat 1 disebutkan “Presiden merupakan pemegang kekuasaan dalam pembinaan haluan ideologi pancasila”. Artinya di sini, presiden adalah sosok yang pancasilais. (islamtoday.id 08/06/2020)

Presiden dapat menghakimi siapa yang pancasilais dan siapa yang anti-Pancasila. Ini sangat berbahaya, mengingat rezim hari ini semakin represif dan anti-Islam. Maka, Prof Sutekei menegaskan kembali dalam bincangnya di ILC bahwa RUU HIP ini bukan hanya ditunda, tapi harus ditolak keberadaannya tanpa syarat.

Setelah desakan umat yang begitu keras terhadap penghentikan RUU HIP, akhirnya pemerintah menyetujui untuk menunda RUU HIP tersebut. Begitu pun PDIP sebagai fraksi pengusul RUU HIP setuju bahwa TAP MPR no. 25 harus dimasukkan. Namun ada yang mengusik kaum muslim dari narasi yang disampaikan Hasto tersebut.

“PDI Perjuangan setuju penegasan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme, ditambahkan dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila.” (Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Ahad, 14 Juni 2020).

Menyejajarkan marxisme dan khilafah adalah kesalahan besar. Karena khilafah bukanlah sebuah ideologi. Khilafah adalah sebuah bentuk negara yang lahir dari ideologi Islam. Maka jika ada yang menganggap Khilafah adalah ancaman, sama saja dengan menganggap ideologi Islam berbahaya.

Sejatinya biang kerok permasalahan yang melanda negeri ini bukanlah disebabkan ajaran Islam Khilafah atau radikalisme, seperti yang terus dipropagandakan penguasa hari ini. Namun biang kerok dari permasalahan yang terus mengh Permasalahan Bangsa adalah Asas sekuler dan Rezim Korup dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme
Lihat saja di saat keributan RUU HIP yang menguras emosi masyarakat.

Tanggal 10 Juni 2020 sah Undang-undang Minerba ditandatangani Presiden Joko Widodo. Revisi UU Minerba ini telah menjadi “jalan tol” perampokan kekayaan negara. Belum lagi pemalakan legal atas nama program Tapera (Tabungan Perumahan rakyat) yang mengambil paksa tiga persen gaji para pekerja. Belum lagi kenaikan tagihan listrik, Impor makin menggila, dan defisit APBN juga sejumlah permasalahan dibidang lainnya seperti bidang hukum,dan kehidupan social yang tidak begitu berbeda karut marutnya.

Maka dari itu, problem mendasar dari negeri ini sesungguhnya adalah asasnya yang sekuler dan sistem pemerintahan demokrasi. Sistem sekuler yang menyingkirkan agama dalam aturan bernegaranya dan sistem demokrasi yang menjadi pijakan diberlakukannya sistem ekonomi kapitalisme. Sistem inilah yang melegalkan eksploitasi SDA, sistem ini pula yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat semakin berlapis-lapis.

Islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan. Berbeda dengan ideologi sekuler-kapitalis yang memisahkan agama dengan kehidupan. Islam menjadikan agama sebagai pedoman manusia dalam menjalani kehidupan; Bagaimana cara beribadah, mencari nafkah, mendidik putra-putri mereka, hingga cara mengurusi negara.

Jika ajaran agama Islam, yaitu Khilafah dipropagandakan sebagai ideologi, kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan, maka menurut Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP, yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.

Maka dari itu, problem mendasar dari negeri ini sesungguhnya adalah asasnya yang sekuler dan sistem pemerintahan demokrasi. Sistem sekuler yang menyingkirkan agama dalam aturan bernegaranya dan sistem demokrasi yang menjadi pijakan diberlakukannya sistem ekonomi kapitalisme. Sistem inilah yang melegalkan eksploitasi SDA, sistem ini pula yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat semakin berlapis-lapis.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengoreksi total haluan negara kita. Jika sudah jelas terbukti haluan negara ini cacat dari asasnya, maka segera tinggalkan. Beralihlah menuju haluan hakiki yang berasal dari Sang Pembuat manusia yaitu Allah SWT. Wallahu a’lam bishshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *