Tugas Mulia Polisi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sri Rahayu

“Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng”(Gus Dur),”

Demikian bunyi unggahan seorang pria asal Kepulauan Sula, Maluku Utara berinisial IA melalui akun Facebook pada Jumat, 12 Juni 2020 lalu. Entah apa motifnya, yang jelas unggahan itu sedikit berbuntut panjang.

Berbagai komentar bermunculan. Walaupun pengunggah status tersebut diberitakan hanya dipanggil dan dimintai keterangan. Tak urung menyedot perhatian publik. Banyak pendapat berseliweran, tak ketinggalan Yenny putri mendiang Gus Dur.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari akun Twitternya pada Kamis, 18 Juni 2020, Yenny menyatakan, “Kewenangan yang dinikmati polisi pada saat ini, sebagai institusi sipil yang mandiri dan tidak lagi berada di bawah militer, adalah hasil dari proses demokrasi,” tulisnya.

“Karena itu polisi punya tugas mulia untuk ikut melindungi anak kandung demokrasi lainnya, yaitu kebebasan berpendapat & berekspresi,” pungkasnya. (pikiran-rakyat.com, 19/06/2020).

Berbeda lagi ungkapan Fadli Zon yang mempertanyakan negara demokrasi (menjunjung kebebasan berpendapat) tapi mengutip perkataan Gus Dur saja berurusan dengan polisi. Demikian katanya dalam akun Twitter, “Kok masih berani bilang negara demokrasi,”. Diambil dari akun Twitter resmi @fadlizon, Kamis (18/6). (CNN Indonesia, 19/06/2020).

Wajar perhatian publik bahkan dunia tertuju pada polisi. Polisi yang dituliskan Yenny punya tugas mulia penjaga demokrasi, membuat publik mencermati.

Sedangkan pelaku penyiraman air keras kepada seorang Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun! Padahal kasus tiga tahun lalu itu telah melalui jalan panjang berliku, yang melelahkan. Dan jelas korban menderita cacat mata permanen. Masyarakat luaspun melihat Novel Baswedan adalah korban. Korban yang menderita kerugian. Namun entah mengapa sungguh tak logis! Tuntutannya amat sangat jauh dari kata adil. Apakah karena dua pelakunya itu anggota polisi aktif atau motif lain. Yang jelas masyarakat Indonesia sangat menaruh perhatian besar pada kasus, keadilan dan solusinya.

Di saat yang hampir bersamaan, di tengah pandemi global Covid-19, perhatian dunia pun tertuju pada kasus pembunuhan seorang tokoh kulit hitam. Seorang George Floyd telah meninggal ditempat oleh tindakan biadab polisi rasis AS. Sontak demo berjilid-jilid ditengah persoalan Corona membakar emosi warga AS.

Walaupun peristiwa ini juga menjadi catatan sendiri bagi kaum muslimin. Mengapa pembunuhan dan pembantaian umat Islam sangat jelas dan nyata di Palestina, Uighur, Rohingya, India dan lain-lain tapi dunia diam? Tak ada pembelaan! Kitapun hanya bisa berdoa, bermunajat dan berjuang agar segera datang pertolonganNya. Sebagai bagian tubuh yang satu, pembelaan kita kepada saudara kita kaum muslimin sedunia belum maksimal. Mengecam, mengutuk tindakan biadab menyerukan kebenaran, sementara penguasa muslim diam seribu bahasa.

Padahal Allah telah menempatkan muslim punya predikat mulia, sebagaimana QS Al Imran : 110.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Sungguh kemuliaan istimewa pada umat nabi Muhammad karena melakukan aktifitas mulia di bumiNya. Amar ma’ruf nahy munkar. Aktifitas yang tak dipedulikan oleh manusia yang ingkar.

Menyoroti peristiwa ini, mengundang diri kita membaca. Bagaimana Islam sebagai sebuah ideologi, lahir dari pencipta yang terpancar darinya sistem hidup menempatkan kedudukan polisi?

Dalam sistem khilafah polisi berperan sebagai alat negara yang menjaga keamanan dalam negeri. Polisi ada dua jenis, pertama : yaitu kepolisian militer dibawah amirul jihad/departemen perang. Kedua kepolisian di bawah penguasa, sebagai alat kekuasaan yang memiliki tugas mulia. Menegakkan kema’rufan (kebaikan) dan mencegah kemunkaran (keburukan, kriminalitas dan lain-lain).

Polisi bekerja untuk sistem khilafah dan jauh dari kepentingan pribadi, golongan maupun kroni. Polisi memiliki karakter unik, sabar, ikhlas, akhlak yang baik, tidak sombong, tidak arogan, berkasih sayang kepada rakyat, selalu tersenyum, menyebar salam serta bertindak bijak dan jujur.

Sungguh karakter mulia ini secara istiqamah tetap terjaga dalam sistem mulia. Karena visi untuk khilafah yaitu melangsungkan kehidupan Islam. Dengan misinya menerapkan syariat Islam kaffah di dalam negeri dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru negeri. Sungguh kita sangat merindukan peradaban cemerlang, Islam yang mampu melindungi akal, nyawa, anggota badan, harta, kehormatan, nasab, agama, negara dan keamanan. Wallahu a’lam bishawab.[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *