Trump or Biden? Both of Them are Forbidden!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nahdoh Fikriyah Islam (Dosen dan Pengamat Politik)

Pemilihan umum Presiden Amerika Serikat baru saja usai. Tepatnya dilaksanakan pada tanggal 3 November lalu.  Pemilu tahun 2020  ini adalah yang ke-59 bagi Amerika Serikat. Pertarungan pamor antara Donald Trump sebagai petahana berhadapan dengan Joe Biden.  Perolehan hasil akhir dikabarkan bahwa Joe Biden mengalahkan Trump ketika perolehan suara electoral votes dari Pennsylvania mengirimkan hasil perolehan suara yang ternyata mendukung Biden. Finally, Biden dinyatakan sebagai the winner and to be the next President bagi Negara Super power tersebut.

Bahkan menurut pengamat politik sekaligus direktur eksekutif Lembaga survey Indonesia( LSI), Djayadi Hanan, menyebutkan bahwa pemilu AS tahun 2020 ini secara keseluruhan menuai sukses. Menurutnya, tidaka da insiden yang berarti terjadi selama proses menuju hasil akhir. Dan bisa dikatakan sebagai pemilu tersukses selama 50 tahun terakhir.  Menurut Djayadi, pemilih di beberapa Negara bagian AS dalam pemilu 2020 mencapai 70-80 persen dari jumlah yang terdaftar.

Pendapat Djayadi dikuatkan oleh pakar hubungan internasioanl Universitas Gadjah Mada, Nur Rachmat  Yuliantoro. Menurutnya,  hanya ada satu masalah kecil, yaitu ketidakrelaan Trump atas kekalahnnya. Trump mengatakan akan membaw hasil suara elektoran ke pengadilan.  Nur Rachmat menyoroti bahwa retorika Trump yang meminta agar hitung suara dihentikan di Negara bagian dimana Biden memperoleh keunggulan. Sementara di Negara bagian lain, Trump tidak meminta hal senada. (m.liputan6.com. 10/11/2020)

Kemenangan Biden tentu saja memberikan kebar gembira bagi mereka yang telah lelah menghadapi gaya kepemimpinan Trump. Begitu juga dengan partai Biden serta pendukungnya kini tengah merasakan kebahagiaan luar biasa atas hasil kerja keras menuju gedung putih. Ucapan selamat dari berbagai Negara juga sedang mengalir, seperti halnya Iran. Dari Indonesia sendiri juga telah mengucapkan selamat kepada Biden, meskipun dari beberapa personal saja. Seperti AHY, yang memang diketahui memiliki kesamaan nama dengan partai Biden, yaitu Demokrat. AHY menuliskan dalam akun twitternya ucapan selamat atas terpilihnya Biden dari partai democrat Amerika sebagai the next Of American’s President.

Ada juga sebagian pengamat yang memberikan angina surge bagi Indonesia atas kemenangan Biden. Seperti dalam persoalan ekspor barang nonmigas yang diharapkan bisa terjadi kemungkinan adanya peningkatan ekspor dari Indonesia ke Amerika ketika Biden telah sah dilantik menjadi Presiden AS. Karena selama Trump memimpin, Indonesia lebih mendominasi import dari negeri Paman Sam tersebut.

Tetapi, benarkah aka nada aura positif atau harapan kebaikan bagi Indonesia yang mayoritas muslim atas terpilihnya Biden? Dan adakah kaum muslimin di AS akan mendapatkan keadilan hidup dari presiden baru ini? Apakah Biden betul-betul memikirkan ummat Islam di Amerika yang selama Trump berkuasa kerap mendapatkan perlakuan islamophobia?

 

Trump or Biden are Forbidden Untuk Ummat Islam!

Keadilan dan ketenangan hidup tanpa dihantui terror-teror  menakutkan adalah impian warga muslim di wilayah minoritas. Seperti di Negara-negara Barat. Sebab tingginya kasus rasis dan islamophobia yang menimpa kaum muslimin. Tanpa alasan ataupun kesalahan jelas, ummat Islam kerap mendapatkan perlakuan semena-mena,ujaran kebencian, hingga serangan brutal fisik yang tidak dapat dihindari. Ketika melaporkan kejadian kepada hukum di Negara tersebut, sangat minim mendapatkan peluang pembelaan. Sebab, bagi pemikiran Barat, Islam dan pemeluknya adalah ancaman nyata. Hanya karena berkelit dengan ide HAM mereka sajalah, sehingga mereka tidak menunjukkan kebencian dihadapan dunia secara terang-terangan ada semua ummat islam. Hanya disebagian saja, itupun karena sudah disetting sedemikian rupa, hingga dunia menilai bahwa negeri muslim itulah yang salah, dan Barat diposisi yang benar.

Kemeangang Biden seolah-olah menjadi harapan baru bagi sebagian ummat islam yang berada di Amerika. Atau bisa jadi di wilayah konflik yang selama ini telah disetir oleh Amerika di bawah rezim Bush, Obama hingga Trump. Biden telah bermain dengan emsoional ummat Islam yang ada di AS. Ia berpidato saat kampanye dengan menyebutkan kata “insyaallah” dan juga mengumbar janji akan memperlakukan ummat Islam sebagaimana ummat agama lainnya di AS. Pidato itu diucapkan dihadapan warga muslim Amerika.

Bahkan sepeerti dilansir oleh the islamicinformation.com, bahwa hampir 70% muslim Amerika memilih Joe Biden. Biden tentu saja merasa sangat diuntungkan dengan memnafaatkan suara ummat islam di berbagai wilayah Negara bagian AS. Selama kepemimpinan Trump, ummat Islam diperlakukan nyata tidak adil bahkan melarang beberapa negeri muslim untuk masuk ke AS. Belum lagi kasus islamophia yang terus meningkat di AS membuat warga muslim semakin hari semakin tidak aman.

Tidak cukup hanya dengan mengucapkan hal itu,  Biden menunjukkan keseriusannya merangkul Muslim Amerika Serikat dengan berjanji akan menandatangani undang-undang kejahatan rasial serta mengangkat staf Muslim dalam pemerintahannya. Ia juga mengatakan harapannya agar anak-anak di AS diajari lebih banyak di sekolah-sekolah mengenai Islam. Biden tidak lupa mengatakan semoga warga AS bisa berbicara mengenai semua agama, agama dengan pengakuan besar dan menurutnya, suara Muslim Amerika penting. Biden juga menyempurnakan kemampuan pidatonya dengan mengutip hadist tentang cara menghadapi kemunkaran.(inews,id. 08/10/2020)

Jika demikian faktanya, apakah sudah layak ummat Islam menaruh harapan bagi Biden untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik? Sudah pantaskah Biden diterima menjadi pemangku harapan ummat islam? Sehebat itukah Biden?

Kaum muslimin seluruh dunia, khususnya yang bermukim di wilayah AS tidak boleh lupa, bahwa Biden juga adalah mantan wakil Presiden AS dimasa pemerintahan Obama. Prestasi Biden terhadap ummat Islam tidak kalah jahat dengan Trump juga penguasa AS lainnya. Biden adalah wakil presiden Obama saat tragedy kelaparan di Somalia tahun 2011. Ia adalah wakil Obama saat memutuskan administrasi pemberian bantuan kemanusiaan terhadap warga muslim di Somalia sepanjang tahun 2011.

Akibat pemutusan bantuan itu, tragedy Somalia tercatat sebagai keparan terburuk dalam sejarah dunia modern. Lebih dari 200.000 kematian yang diakibatkan kelaparan masa paceklik di Somalia dan AS menginstruksikan agar bantuan dihentikan kesana. Bukankah warga Somalia adalah saudara seaqidah ummat Islam yang ada di AS? Bisakah mempercayakan nasib ummat Islam di AS pada Biden yang karena ulahnya memutus bantuan kemanusiaan, telah menyebabkan kematian akibat kelaparan? Tidakkah muslim Somalia adalah bagian tuubuh ummat Islam? Lalu, bagiaman Biden bisa dipercaya?

Bukan hanya itu, dibawah kebijakan Obama-Biden, AS menjatuhkan 26.171 bom pada tahun 2016. Bom tersebut dijatuhkan di 7 negeri muslim. Setidaknya, ada 3bom perjam. Bayangkan satu hari ada 24 jam, berapa bom yang meledak? AS menjatuhkan bom pada warga Afghanistan, Yaman, Syria, Iraq, Somalia, dan Pakistan. Prestasi Biden dan presiden Amerika lainnya tak terkecuali Trump, tidaklah semanis bualan mulut mereka. Mereka tidak ubahnya bak binatang buas atau drakula yang selalu haus darah manusia khususnya kaum muslimin. Topeng HAM dimainkan untuk menutupi bau busuk peradaban Barat kapitalis yang telah dibangun AS.

Mengutip ucapan seoarang politisi Muslim America, Malcom X pernah mengatakan “ Rubah dan Serigala adalah dari keluarga yang sama. Pemikirianku menyebutnya dengan taring. Dan perbedaannya adalah saat serigala menunjukkan gigi, anda tahu bahwa ia musuh; dan rubah, saat ia menunjukkan gigi, ia tampak ingin tersenyum. Tetapi tidak masalah antara keduanya yang mana anda pilih, anda akan berakhir di dalam kandang anjing”! pernyataan Malcom x tersebut sangat bermakna dalam dan pas untuk menggambarkan hakikat antara pemimpin – pemimpin sekuler-kapitalis yang memiliki pemikiran atau ideologi yang sama meskipun dengan cover luar yang berbeda. Siapapun yang terpilih dari Trump dan Biden tidaklah berbeda bagi kaum muslimin. Baik Trump or Biden, both of them are forbidden. Jadi, berharap pada keduanya tidak ubahnya merindukan matahari di malam hari. Imposibble !

Islam is the real Mode Untuk Kepemimpinan

Alasan larangan memilih pemimpin kafir seperti Trump dan Biden tentu saja sangat dipahami ummat Islam. Hanya saja, karena sesuatu dan lain hal, terkadang larangan itu ditabrak. Apakah karena alasan hidup di minoritas hingga merasa terpaksa, atau karena pemikirannya sudah terkontaminasi sekulerisme.

Syariat Islam sudah dengan gamblang menjelaskan bagaimana konsep kepemimpinan bagi ummat Islam yang ideal. Bukan hanya bicara dari sosok pribadi calon pemimpin yang harus berkharismatik, cerdas, serta taat. Tetapi juga harus membawa visi mulia untuk menerapkan Islam secara kaffah. Dengan rule mode sperti itu, ummat Islam tidak hanya di AS tetapi seluruh dunia akan bisa memuwujdkan harapan untuk hidup aman, damai, dan memperoleh keadilan. Bahkan juga berlaku terhadap warga agama lain. Sebab Islam adalah rahmat bagi semesta alam.

Finally, Islam is the real mode untuk kepemimpinan. Bukan Amerika dengan kapitalismenya, apalagi hanya penctraan soosk sperti Biden dan lainnya.

Jika bicara sosok, tentu saja rasulullah saw adalah teladan terbaik. Dan para Khalifah setelahnya adalah para pemimpin yang sudah terbukti Berjaya dalam mengayomi ummat Islam juga agama lain dengan Islam yang penuh kedamaian.

Sekali lagi, bukan Trump atau Biden yang layak menjadi harapan ummat Islam di Amerika apalagi dunia.

Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *