Tontonan Ala Liberal Lahirkan Generasi Brutal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Anggun Permatasari

Publik digegerkan dengan berita pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur. Korbannya adalah tetangganya sendiri yang baru berusia enam tahun. Korban adalah teman main keseharian adik pelaku.

Dilansir dari laman CNNIndonesia.com., “Gadis berusia 15 tahun berinsial NF menyerahkan diri ke polisi usai mengaku melakukan pembunuhan terhadap temannya, bocah 6 tahun berinisial APA di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Kepada polisi, dia mengaku tidak menyesal telah menghabisi nyawa bocah kecil tersebut”.

Terungkap juga fakta mengejutkan bahwa pelaku telah merencanakan aksi tersebut. Polisi menemukan sebuah gambar seorang wanita yang sedang menangis dalam posisi terikat di dalam salah satu buku catatan milik pelaku yang kini masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) ini. (Tribun-Medan.com)

Jika kita gunakan logika berpikir yang jernih, tentunya perbuatan sadis seperti itu tidak mungkin dilakukan anak umur 15 tahun. Bagaimana mungkin anak yang masih belia bisa melakukan sederet adegan mengerikan kepada temannya sendiri.

Tentunya ini menjadi pertanyaan mendasar mengapa hal ini bisa terjadi. Ternyata dari pengakuannya, pelaku merupakan korban tontonan rusak. Menurut penelusuran pihak kepolisian, pelaku adalah penggemar film horor Chucky dan tokoh fiksi The Slender Man. Pelaku juga memiliki imajinasi tinggi, mahir berbahasa asing dan menggambar.

Berdasarkan pemeriksaan pihak berwenang, pelaku terbiasa berlaku kasar dan sadis pada hewan peliharaan. Pelaku pernah membunuh kodok dan cicak dengan cara ditusuk-tusuk menggunakan garpu dan melempar kucing kesayangannya dari lantai 2.

Faktor keretakan rumah tangga orang tua diduga menjadi pemicu pelaku bertindak kejam. Terungkap dari curahan hati pelaku di papan tulis tentang kekecewaan yang dirasakan terhadap keluarganya juga disertai dengan gambar tentang kesedihan.

Selain itu, tontonan film horor dan kekerasan disinyalir telah memberikan inspirasi dan menjadi penyulut tindakan brutalnya.

Di era digital seperti sekarang ini, tayangan-tayangan semisal film horor atau tontonan ber “genre crime” atau thriller berseliweran dan bebas tayang di media sosial seperti facebook, netflix dan youtube. Remaja dan anak disuguhi tontonan tidak mendidik dengan adegan mengerikan, kekerasan, dan penganiayaan yang sadis.

Bahaya yang mengintai remaja dan anak yang sering terpapar film-film yang tidak layak dilihat sangat mengkhawatirkan. Anak-anak adalah peniru ulung. Imbas dari adegan yang dilihat, anak sulit membedakan antara fantasi dan kenyataan.

Anak akan mengalami gangguan kecemasan, ketakutan dan gangguan tidur. Segmen-segmen kekerasan bisa menurunkan sensitivitas anak terhadap rasa iba, empati dan memicu tindakan agresif dalam kehidupan nyata.

Penggunaan gawai tanpa pendampingan dan tidak terawasi orang tua membuat anak dan remaja bebas berselancar di dunia maya.

Mirisnya, negara seolah membiarkan. Lembaga sensor film dan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) tidak memberi dampak penjagaan yang signifikan dari tayangan tidak mendidik. UU ITE yang digadang-gadang bisa memfilter konten-konten negatif di dunia maya, nyatanya masih meloloskan tayangan miskin edukasi. Keberadaannya tidak memberikan kontribusi besar terhadap dunia pendidikan.

Tentunya, kasus-kasus seperti itu lahir dari sistem liberal yang rusak. Sistem sekuler liberal mencabut rasa kemanusiaan dan menghasilkan manusia tanpa belas kasihan. Tayangan ala sistem liberal membuat anak dan remaja bertindak agresif dan brutal yang membahayakan bagi kesehatan mental dan lingkungannya.

Hanya Islam yang memiliki solusi komprehensif dan tuntas bagi kenakalan dan kejahatan yang dilakukan remaja dan anak. Dalam pandangan syariat Islam remaja tidak dipandang sebagai anak-anak. Tetapi sebagai manusia dewasa yang telah terikat dengan hukum syara’. Aqil dan Baligh menjadi standar dari kewajiban mentaati aturan-aturan Allah Swt.

Pastinya, penanaman aqidah yang kokoh dipupuk sejak usia dini. Sehingga, ketika mereka sudah baligh dengan sendirinya jati diri sebagai hamba Allah swt. terbentuk secara sempurna.

Keluarga adalah benteng awal pembentukan manusia beraqidah Islam yang memiliki syaksiyah Islamiyah (kepribadian Islam) yang khas. Orang tua (ayah dan ibu) bertanggungjawab penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Standar halal-haram harus dikenalkan sejak dini. Rasa cinta dan takut kepada Allah swt. serta keridhoanNya menjadi tolak ukur utama ketika si anak bertindak.

Sekolah adalah bagian yang tidak kalah penting dalam memberikan pemahaman agama bagi anak. Lingkungan masyarakat dan peran media juga berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter anak dan remaja. Tayangan dan konten ngawur dan tidak mendidik seperti perselingkuhan, kekerasan, kebohongan dan pornografi tidak akan dibiarkan menghiasi layar kaca atau gawai.

Daulah Khilafah sebagai insititusi yang menjaga dan melindungi umat, tentunya adalah benteng terdepan menjadi junnah bagi rakyatnya. Daulah Islam akan menjaga kestabilan ekonomi agar keluarga jauh dari kefakiran. Dengan seperangkat aturan yang paripurna, negara akan memberikan sanksi tegas bagi para pelanggarnya.

Tertoreh indah dalam tinta emas sejarah kemuliaan Islam. Ketika Rasulullah Muhammad Saw. menjadi kepala negara di Madinah, banyak remaja Islam di usia belia turut serta dalam berbagai peperangan saat melakukan futuhat. Musnah Bin Umair adalah salah satu pemuda Islam terbaik yang menjadi pionir terbukanya gerbang Madinah untuk Islam.

Kemudian kegemilangan terus berlanjut dimasa Kekhilafahan Islam. Banyak pemuda Islam yang menjadi peletak dasar ilmu sains, maupun menjadi panglima perang. Muhammad Alfatih adalah salah satu pahlawan Islam yang namanya mahsyur hingga akhir zaman.

Jelas, hanya ketika aqidah Islam ditanamkan secara kokoh dan diterapkannya syariat Islam yang sempurna dan paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sajalah anak dan remaja menjadi berkualitas, sehat jiwa dan raganya. Pada akhirnya, mereka mampu memberikan kontribusi riil bagi peradaban gemilang, bukan menjadi sampah masyarakat.
Waallhua’lam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *