Toleransi bagi Umat Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Toleransi bagi Umat Islam

 

Tri Sugiarti

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Toleransi berdasarkan KBBI adalah sifat atau sikap toleran. Adapun makna dari toleran sendiri adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Belakangan ini umat Islam sering dituntut untuk lebih toleran terhadap pemeluk agama lainnya. Seperti yang terjadi pada bulan Ramadan lalu. Umat Islam yang berpuasa diminta untuk lebih toleran atau menghargai pada orang yang tidak berpuasa. Demikian pula saat perayaan hari Raya agama lain di toko-toko. Pemilik toko mengharuskan karyawannya memakai atribut agama lain kepada karyawannya yang beragama Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk toleransi kepada agama lain.

Berbagai kebijakan penguasa dengan mengatasnamakan toleransi memberi kesan, seolah-olah terjadi polemik besar antar umat beragama di Indonesia yang disebabkan umat Islam yang dianggap intoleran. Misalnya aturan dari pemerintah tentang pengeras suara mesjid. Hal ini memberikan kesan seolah-olah suara dari pengeras suara mesjid merupakan sumber permasalahan bagi masyarakat dan bentuk tidak tolerannya umat Islam terhadap keberadaan pemeluk agama lain di sekitar mesjid. Maka dibuatlah aturan agar umat Islam bisa lebih toleran terhadap pemeluk agama lain.

Lain halnya ketika umat Islam ketika ingin menjalankan syariatnya secara kaffah. Sikap toleransi itu tidak didapatkan oleh umat Islam. Alih-alih ditoleransi, umat Islam yang ingin menjalankan ajaran agamanya secara kaffah justru mendapat cap radikal.

Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Makna dari toleransi itu sendiri sebenarnya netral. Namun karena saat ini, sistem yang digunakan oleh negara adalah sistem kapitalisme maka hal-hal yang akan dijungjung adalah kebebasan bagi manusia. Tidak akan membiarkan agama khususnya Islam sebagai ideologi atau menjadi aturan hidup. Kapitalisme merujuk pada landasan berpikir pemisahan agama dari kehidupan atau dapat disebut sekuler. Maka, akan didapatkan benang merah bahwa program toleransi saat ini adalah agenda “perang opini” oleh negara kafir imperialis sebagai founding father kapitalisme dan sebagai penjaga eksistensi kapitalisme menyerang ajaran Islam dan pendakwahnya yang ingin menyelisihi pemikiran sekuler.

Saat ini, umat Islam pun banyak yang terjebak pada racun akidah ini dengan mencampuradukkan kebatilan dan kebenaran. Mengambil kebenaran dikatakan intoleran dan menerima kemaksiatan dianggap toleran. Selain itu, umat Islam menjadi anti terhadap dakwah Islam dan berhati-hati kepada pendakwahnya yang mengajak untuk berjuang bersama menerapkan Islam. Intoleransi dan radikalime kini telah menjadi opini umum di masyarakat.

Tahun 2022 lalu telah dicanangkan sebagai tahun moderasi untuk mencegah radikalisme di masyatakat. Sangat dirasakan bagaimana gencarnya penguatan moderasi kepada semua segmen masyarakat. Bahkan penguatannya dimulai dari usia dini. Upaya yang sungguh-sungguh ini berhasil membuat umat Islam bahkan ulamanya merasa tidak percaya diri dengan Syariát Allah karena khawatir dituduh intoleran. Umat Islam tidak lagi dapat membedakan perbuatan atau pemahaman mana yang masih sesuai di dalam koridor Islam dan mana yang melenceng dari Islam.

Umat Islam perlu memahami, bagaimana memaknai toleransi sesuai dengan ajaran Islam. Terhadap pemeluk agama lain, Islam tidak diperbolehkan ikut berpartisipasi dalam perayaan, cukup dengan membiarkan. Umat Islam juga perlu memahami ajaran agamanya, sehingga mampu membedakan mana yang sesuai atau bertentangan dengan ajaran Islam. Ketika umat Islam memahami ajaran agamanya, maka tidak akan termakan opini intoleransi. Umat Islam hanya akan fokus menjadikan diri sebagai hamba yang taat pada penciptanya dalam segala aspek kehidupan.

Pasca Ramadan inilah waktu yang tepat bagi umat Islam untuk kembali pada hukum Allah, kembali pada aturan Islam yang sempurna. Sudah saatnya kita buang jauh berbagai pemikiran kufur yang menyebabkan umat jauh dari Islam. Cukup dengan menerapkan hukum Allah secara keseluruhan, harmoni kehidupan umat beragama bisa kita wujudkan. Ketaatan pada syariát Allah dapat menunjuki kepada ketentraman umat manusia.

Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *