THR Bertahap, Kesejahteraan Buruh Kian Jauh dari Harap

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Fitratul Hasanah (Pegiat Literasi)

 

Hari raya sebentar lagi akan menyapa, mayoritas penduduk di negeri kita akan merayakannya, meski dalam kondisi dimana harga kebutuhan pokok semakin menggila.

 

Menjelang Hari raya, THR atau Tunjangan Hari Raya adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh para karyawan/buruh. Sebab, Dua kali lipat gaji sekali dalam setahun ini akan mereka terima. Besar harapan mereka akan THR ini, setidaknya dapat memberi sedikit kelonggaran atas himpitan ekonomi selama setahun ini.

 

Namun sayang seribu sayang, agaknya para buruh harus merelakan THRnya diberikan secara bertahap alias diangsur.

Itu semua karena sebagian pengusaha Indonesia, khususnya Pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil, masih merasakan perihnya luka yang ditorehkan pandemi Covid-19. Produksi mereka belum siuman, bahkan beberapa tak mampu bertahan alias gulung tikar.

 

Sebagaimana yang diberitakan detik.com, para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) masih tertekan pandemi covid 19. Sehingga para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), meminta tunjangan hari raya (THR) dicicil. Hal ini sama seperti tahun 2020. Dalam hal ini Apindo melakukan riset terhadap 600 orang anggotanya, hasilnya 200 pengusaha atau sepertiganya tercatat sudah tidak bisa mempertahankan bisnisnya, lalu 60% sulit membayar cicilan utang perbankan, dan 44% omsetnya menurun. (09/04/ 2021)

 

Sementara, Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Dan Kulit (SP TSK SPSI), menolak rencana Kementerian Tenaga Kerja yang membuka opsi aturan untuk memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Ketua umum pimpinan pusat PSP TSK SPSI, Roy Jinto mengatakan, “Kebijakan tersebut pernah dikeluarkan pada 2020, hasilnya banyak perusahaan memilih opsi itu. Sementara kondisi saat ini sudah berbeda dengan tahun lalu, dimana perusahaan sudah beroperasi secara normal.” ujarnya, (Cnnindonesia.com, 21/03/ 2021).

 

Tentu saja, kebijakan ini pun menimbulkan protes dari para pekerja. Dengan alasan bahwa ini berbeda dengan tahun 2020. Karena saat ini para pelaku usaha diberikan izin untuk beroperasi sebagaimana masa sebelum pandemi. Selain itu pemerintah telah memberi keringanan kepada pelaku lewat stimulus atau intensif usaha dan keringanan pajak.

 

Lebih-lebih dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan menteri (Permen) nomor 2 tahun 2201 mengenai pengupahan untuk industri padat karya. Dimana aturan tersebut membolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh di bawah upah minimum. Secara tidak langsung peraturan ini sangat memihak pengusaha dan mengabaikan nasib pekerja.

 

Kebijakan THR dengan diangsur ini merupakan angin segar bagi para pengusaha. Sebaliknya, merupakan angin badai yang semakin menyapu dan kesejahteraan buruh. Mengapa demikian?

 

Kebijakan ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme. Sistem ini memberikan perhatian istimewa kepada pengusaha, dan menzalimi para pekerja. Sistem ini hanya menciptakan kesejahteraan semu, harta hanya beredar di kalangan para Kapital (Pemilik Modal), mereka juga bebas dalam kepemilikan.

 

Sistem kapitalisme memberikan kebebasan kepada manusia untuk membuat aturan yang asas dasarnya adalah manfaat demi kepentingan individu atau kelompok. Ini terbukti dengan lahirnya Undang-Undang Cipta kerja yang sangat merugikan para pekerja. Tetapi menguntungkan pengusaha-pengusaha (kapital). Mereka inilah sebenarnya yang menguasai negara, bahkan mereka sangat dinomorsatukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, negara atau pemerintah hanya berperan sebagai regulator yang bekerjasama dengan pengusaha atas nama investasi. Karena dari sanalah pemasukan negara didapatkan.

 

Oleh sebab itu, solusi tuntas dalam menyelesaikan permasalahan ini adalah mencampakkan sistem yang tengah diadopsi di negeri ini. Tak berlebihan bila sistem kapitalisme ini adalah akar masalah dari penderitaan hidup rakyat. Kemudian menggantinya dengan sistem yang menyejahterakan, yaitu sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yang tidak lain adalah sistem Islam.

 

Dalam sistem Islam, semua warga negara diperlakukan sama sesuai ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesempurnaan sistem Islam akan mampu membawa keadilan dan kesejahteraan bagi semua warga negara tanpa membedakan yang kaya maupun miskin, pengusaha ataupun rakyat biasa. Semua diatur sesuai dengan syariat Islam, yang diterapkan oleh negara.

 

Dalam permasalahan pekerjaan dan upah pekerja pun bersandar pada syariat Islam. Dalam kitab an Nizham Al Iqtishadi Fi al -Islam, karangan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimakumullah disebutkan bahwa syariah Islam menetapkan setiap pekerjaan harus ditentukan bentuknya, waktu, upan dan tenaga yang harus dicurahkan dalam melaksanakannya. Begitu juga dalam pemberian upah atau Ijarah (kontrak kerja) harus jelas akadnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alahi wasallam yang artinya:

 

“Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak tenaga seorang pekerjaan, hendaklah diberitahukan kepadanya upahnya.” (HR. Ad-Daruquthni)

 

Adapun tinggi rendahnya upah dalam satu pekerjaan semata-mata dikembalikan pada tingkat pekerjaannya. Selanjutnya apabila seorang pekerja setelah selesai menunaikan pekerjaannya, maka ia berhak mendapatkan upah yang telah disepakati. Dalam hal ini Islam melarang menunda dalam memberikan upah. Bahkan diperintahkan untuk membayarnya sebelum keringatnya kering. Karena menunda ya adalah sebuah kezaliman.

 

Rasulullah Shalallahu Wassalam bersabda yang artinya:

 

“Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman. ” (HR Bukhari Muslim)

 

Sedangkan THR ini terkategori mubah. Pemberiannya pun disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara pihak perusahaan dan karyawan sedari awal. Jika ada pemberian THR, maka pembayarannya harus disegerakan, tidak boleh ditunda. Sebab, ini termasuk ke dalam upah yang telah akadkan sebagai bonus dari perusahaan untuk para karyawannya.

 

Sungguh ketika sistem Islam secara menyeluruh diterapkan, maka kesejahteraan, keberkahan, dan kemaslahatan hidup niscaya berjalan dinamis dan tak jauh dari harap.

Wallahu A’lam Bishawab[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *