Oleh : Suci Hardiana Idrus
Aksi teror kembali terjadi dan tentunya meresahkan masyarakat Indonesia ditengah-tengah pandemi, khususnya rentetan dua kasus yang menjadi sorotan beberapa minggu ini. Peristiwa tersebut adalah Aksi teror bom bunuh diri terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan dan Upaya penyerangan di Mabes Polri.
Melansir dari Kompas.com, pada Senin, 29 Maret 2021, Peristiwa ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021), membuat gempar masyarakat di Indonesia. Kabar kejadian ini menyebar dengan cepat melalui media dan media sosial. Masyarakat mengecam. Pihak kepolisian langsung melakukan penyelidikan dan berhasil menemukan fakta-fakta dari kejadian ini.
Melansir dari CNN Indonesia, pada Kamis, 1 April 2021, Mabes Polri diserang seorang perempuan 25 tahun, Rabu (31/3) kemarin. Ia menodongkan senjata api ke sejumlah petugas polisi yang tengah berjaga. Tak lama pelaku dilumpuhkan hingga tewas di tempat. Perempuan berinisial ZA itu meninggal setelah terkena tembakan di bagian jantung. Aksi teror ini masih dalam penyelidikan polisi.
Istilah radikalisme dan terorisme bukan lagi isu yang baru di Indonesia. Sayangnya framing buruk itu senantiasa mengkambinghitamkan satu agama, yakni Islam. Sejak awal isu ini muncul dipermukaan, media sekuler siang dan malam tak berhenti menggiring opini tersebut, sampai Islam benar-benar terlihat menakutkan dan umat muslim terlihat jahat. Lihatlah, berapa banyak orang yang takut saat berpapasan dengan wanita berkerudung panjang dan bercadar. Tentu isu ini merupakan masalah besar bagi umat Islam yang berusaha teguh menjalankan perintah agama (syariah) secara menyeluruh (kaffah) atau yang sering disebut “fundamentalis” bagi kaum sekuler.
Dari kedua kasus ini, gelombang islamophobia mulai naik ke permukaan. Adu domba dan saling tuding di masyarakat tak terbendung. Media sosial adalah tempat untuk meluapkan segala pendapat terkait dua kejadian tersebut. Namun sejauh apapun pihak kepolisian menyelidiki peristiwa tersebut, pada ujungnya umat islamlah yang paling banyak dirugikan. Ajaran-ajaran yang disyariatkan oleh Islam semakin dibenci oleh non muslim maupun kaum muslim sendiri yang ikut terpengaruh oleh framing buruk mengenai Islam.
Jihad yang diagungkan di dalam Islam menjadi buruk di mata masyarakat bahkan dunia, disebabkan kesesatan dalam memahami arti dan tujuannya, sehingga metode penerapannya pun bertambah sesat. Padahal sesungguhnya Allah sendiri melaknat seseorang membunuh tanpa sebab-sebab yang dibolehkan oleh syariat. Sebaliknya, Islam sangatlah menjaga dan menghargai setiap nyawa manusia tanpa memandang ras, suku, ataupun agama.
Selain itu, meledakkan bom dan ikut mati secara sengaja di dalamnya bukanlah termasuk jihad. Akan tetapi, sebuah dosa besar dalam pandangan Islam. Bahkan ancamannya adalah neraka bagi pelakunya. Bunuh diri termasuk menyerah akan keadaan, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lemah lagi putus asa. Oleh karena itu, meneror, menyakiti, hingga lenyapnya nyawa seseorang tanpa haq merupakan hal yang jauh dari Islam. Siapapun wajib mengutuk aksi-aksi teror yang telah meresahkan masyarakat.
Namun sayangnya, malangnya nasib umat dewasa ini, sudah berbagai macam fitnah yang dialamatkan kepada Islam, lantas ada saja sekelompok orang-orang munafik yang ingin melihat umat Islam terpecah belah, terpolarisasi antara satu dengan yang lainnya. Bukannya berusaha untuk menjelaskan syariat Islam secara benar, yang ada mereka turut mencaci maki, membuat suasana semakin kacau dengan mulut-mulut kasar mereka. Cadar, jilbab, kembali diungkit dengan penuh kedengkian di dalam dada mereka. Soal toleransi pun mulai diangkat seakan cara-cara merekalah yang paling benar. Padahal sesungguhnya, apa yang mereka perbuat hanyalah mencampuradukkan antara haq dan bathil, sehingga kebathilan tampak menjadi sebuah kebenaran, dan kebenaran itulah yang dianggap bathil.
Na’udzubillah.
Semoga Allah senantiasa menjaga dan memberi petunjuk dalam memahami haq dan bathil. Sesungguhnya tidak ada cara lain untuk merubah stigma buruk yang dialamatkan kepada Islam selain kembali pada al-Qur’an dan Sunnah sebagai jalan dalam memahami syariah-syariah yang Allah turunkan. Penerapannya pun harus sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW agar tidak melenceng jauh dan sesat. Sehingga terwujud individu, masyarakat dan negara yang berjalan di atas perintah Ilahi. Sehingga pemikiran-pemikiran sesat bisa dicegah bersema.
Wallahu’a’lam bishawab.