Tata Kelola Negeri Agraris Semakin Miris

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tata Kelola Negeri Agraris Semakin Miris

 

Oleh Imas Sunengsih, S.E.

(Aktivitas Muslimah)

 

Indonesia merupakan negeri agraris, dilihat dari sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Terlebih lagi dijelaskan oleh Mentan, dari total luas lahan pertanian saat ini seluas 70 juta Ha, yang efektif untuk produksi pertanian hanya 45 juta Ha. “Luas lahan sawah cenderung menurun sebagai akibat alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian yang mencapai 50–70 ribu Ha per tahun.

Dengan adanya penyusutan lahan pertanian yang signifikan setiap tahun menjadikan pemerintah melakukan impor beras, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) secara terbuka mengungkapkan alasannya mencetuskan rencana mengimpor beras. Di mana, sebelumnya Buwas mengatakan, Bulog memiliki komitmen stok beras sebanyak 500 ribu ton di luar negeri. (cncb.com, 23 November 2022)

Bisa ditarik sebuah benang merah, bahwasanya ada kesalahan dalam tata kelola lahan pertanian. Lahan pertanian harus terus dioptimalisasikan, baik luas ataupun produksinya. Namun, fakta berbeda, luas lahan pertanian terus mengalami alih fungsi menjadi bangunan atau infrastruktur menjadi jalan tol atau lainnya.

Tata kelola yang salah ini, karena memang Indonesia mengadopsi sistem kapitalisme, di mana bukan rakyat yang menjadi fokus utama, tetapi penguasa dengan korporasi sehingga oligarki semakin menguasai. Lahan yang terus menyusut akan mengakibatkan menguranginya pasokan padi, otomatis langkah pemerintah melakukan impor.

Padahal Indonesia negara kaya, tanahnya subuh, banyak orang-orang ahli dalam bidang pertanian, sehingga Indonesia bisa menjadi negara yang memiliki swasembada pangan, termasuk surplus dalam produksi padi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebelum melakukan kebijakan impor, pemerintah bisa mengoptimalkan lahan dengan menggunakan teknologi canggih dalam memproduksi padi.

Kebijakan impor pun disinyalir konsep dari ekonomi kapitalistik yang hanya ingin mencari keuntungan bagi pihak tertentu saja, apa yang terjadi hari ini sungguh miris.

Saat ini bisa kita lihat bagaimana kran impor terus dibuka di saat para petani kita yang

Berbeda halnya dengan cara pandang Islam, ketika sistem Islam diterapkan oleh sebuah negara. Maka akan melahirkan produk hukum yang mampu menyelesaikan problematika kehidupan, terutama masalah pemenuhan kebutuhan dasar.

Dalam sistem Islam, negara wajib mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pangan setiap warganya, tidak terkecuali. Sistem Islam yang sempurna akan melakukan preventif dan kuratif dalam semua persoalan, baik yang akan terjadi atau sudah terjadi. Negara akan memaksimalkan potensi lahan pertanian sehingga bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, dengan banyak melakukan inovasi dan menggunakan teknologi canggih.

Sebagai seorang muslim tentu harus menyakini, bahwasanya ketika berislam harus kafah. Sebagaimana Allah Swt. telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut ini:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208)

Tentu konsekuensi dari ayat ini, harus mewujudkan untuk terlaksananya sistem Islam kafah ini dalam institusi negara, karena hanya dengan sistem Islam akan terbentuk tata kelola yang baik dan sempurna. Mari, kita berjuang bersama untuk mewujudkannya.

 

Wallahualam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *