Tapera, Mungkinkah Legalisasi Pemalakan Terhadap Pekerja?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Khusnul Aini S.E

Para pekerja bersiap menerima hadiah kejutan dari pemerintah. Setelah lama tidak tersiar kabarnya pemerintah kembali mematangkan rencana program perumahan rakyat. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Maka siap_siap gaji pekerja akan mendapat potongan lagi, selain potongan iuran BPJS. Sungguh hadiah yang luar biasa, bukan? Terlebih saat pandemi masih melanda, kejutan tersebut cukup membuat was-was.

PP Tapera sendiri merupakan penajaman dari aturan sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satu poin penting yang diatur dalam PP yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu adalah poin iuran peserta Tapera. Untuk peserta pekerja, pasal 15 PP Nomor 25 Tahun 2020 mengatur besaran iuran simpanan sebesar 3 persen dari gaji atau upah. Iuran berasal dari pemberi kerja dan pekerja sendiri. Sedangkan untuk peserta mandiri iuran ditetapkan berdasarkan penghasilan rata-rata setiap bulan dalam satu tahun sebelumnya dengan batas tertentu. Seluruh simpanan peserta mandiri menjadi tanggung jawab pribadi.

Kewajiban iuran Tapera menambah daftar panjang iuran bersama yang ditanggung perusahaan dan pekerja, setelah iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan JHT. Baik bagi para pekerja dan pengusaha tentu hal ini semakin membebani mereka apalagi di kala kondisi ekonomi sedang sulit. Biaya kebutuhan pokok naik, tagihan listrik melangit, belum termasuk biaya pendidikan dan juga yang lainnya. Demikian juga bagi para pengusaha, maka semakin banyak jumlah kewajiban yang harus ditanggungnya.

Menelaah lebih dapat di lihat bahwa dana Tapera ini termasuk yang paling sedikit memberi manfaat pada pekerja karena jangka waktu iurannya yang sangat panjang dan tidak ada kemudahan bagi peserta untuk lakukan klaim pengambilan dana tersebut.Nampaklah tapera ini seperti pemalakan legal yang dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat. Mungkinkah PP Tapera adalah legalisasi pemalakan kepada pekerja?

Sejatinya perumahan merupakan kebutuhan papan yang di butuhkan oleh seluruh rakyat dan menjadi tanggung jawab penguasa untuk mengupayakannya. Bukan sekedar menjadi regulator namun bertanggung jawab seutuhnya, bagaimana penguasa berupaya maksimal dalam mensejahterakan rakyatnya, yakni terpenuhinya sandang, pangan dan papan. Beserta terjaminnya keamanan, pendidikan dan kesehatan.

Maka melihat bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh penguasa saat ini melalui PP Tapera seolah menunjukkan bahwa penguasa bersikap sebagai regulator semata. Dimana penguasa mengambil dana dari rakyat kemudian menyalurkannya. Bukan wujud tanggug jawab seutuhnya sebagai penguasa yang meriayah rakyatnya. Dan lagi-lagi rakyat yang dilimpahi beban. Hidup rakyat terasa semakin sempit, ekonomi sulit ,beban kian menjepit. Miris, nasib rakyat dalam sistem kapitalis, walau negeri kaya raya tapi tidak berbuah manis.

Padahal sejatinya tugas penguasa adalah bertanggung jawab secara penuh terhadap segala urusan permasalahan rakyat. Bagaimana seluruh rakyat bisa merasakan sejahtera itu menjadi fokus utamanya. Maka penguasa akan berusaha secara maksimal sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya memenuhi tanggung jawab tersebut. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitulah gambaran dari kepemimpinan dalam sistem islam.

Bukan sekedar sebagai regulator sebagaimana terjadi pada saat ini, yang merupakan hasil didikan dari sistem kapitalis. Dimana kesejahteraan bagi seluruh rakyat hanya menjadi pemanis bibir semata. Nyatanya para kapitalis yang menuai banyak hasilnya. Pun pada PP Tapera kali ini terlihat hanya menambah beban rakyat belaka.
Bilakah pemimpin negeri ini serius ingin mensejahterakan rakyat, yang salah satunya dengan memenuhi kebutuhan papan atau tempat tinggal. Maka pemimpin negeri bisa secara tidak langsung memenuhinya dengan cara memberikan banyak lapangan pekerjaan, dan berusaha menstabilkan ekonomi sehingga harga kebutuhan bisa mudah dijangkau, dan rakyat tidak merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Demikian pula dengan kebutuhan komunal yakni jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan ditanggung sepenuhnya oleh penguasa. Pemimpin akan mengelola seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk kesejahteraan rakyat. Bukan memungut dari hutang, pajak ataupun iuran yang membebani rakyat. Sementara kekayaan negerinya di berikan pada asing dan aseng serta pemilik modal. Dan rakyatnya menjadi laksana ayam yang akan mati di lumbung padi.

Begitulah gambaran kepemimpinan dalam sistem islam. Pemimpin yang di dasari dengan keimanan dan ketaqwaan menerapkan seluruh aturan islam dalam setiap aspek kehidupan. Termasuk dalam bagaimana mengelola sumber dana pemasukan dan pengeluaran harus berdasar aturan syara. Karena pemimpin dalam islam sangat sadar dan memahami bahwa dirinya adalah sebagai penggembala rakyat, yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kesejahteraan rakyat dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban.

Maka setiap langkah kebijakan yang diambilnya akan berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, memberikan jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan tanpa menimbang kaya, miskin, muslim ataupun non muslim. Selama warga negara daulah islam, maka berhak mendapatkannya.

Tentu sangat jauh dari kepemimpinan hari ini, pemimpin cetakan sistem kapitalis yang menilai dan menimbang berdasar untung dan rugi. Maka kebijakan yang dilakukan tidak akan jauh dari kepentingan kapitalis. Kesejahteraan rakyat hanya menjadi ilusi, faktanya para kapitalis yang merajai. Maka bila sungguh ingin kesejahteraan tercapai dan keadilan terlaksana, segera berpalinglah dari sistem kapitalis. Dan beralih pada sistem islam dan menerapkannya secara keseluruhan.

Wallahu alam bis shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *