Oleh: Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. al-A’raf ayat 26)
Bagi seorang muslimah, menutup aurat merupakan bentuk ketundukan kepada Sang Pembuat Hukum, Allah Swt. Tentu saja, muslimah percaya perintah menutup aurat merupakan wujud cinta dari-Nya. Dengan berhijab pula-lah, mereka sejatinya dimuliakan oleh Sang Khalik.
Namun, pada realitanya hijab justru dihujat dari berbagai belahan dunia. Dilansir dari laman liputan6.com, terdapat 11 negara yang melarang penggunaan hijab. Belanda, pada tahun 2007, melarang cadar di sekolah-sekolah publik serta transportasi umum. Lebih lanjut, larangan itu diperpanjang untuk universitas dan profesi tertentu, misalnya staf pengadilan hukum dengan alasan Belanda merupakan negara yang netral. Begitu pula di Rusia, Jerman, Italia, Prancis, Suriah, Australia, dan Spanyol yang sama-sama melarang muslimah menutup auratnya secara sempurna.
Sedangkan di Tunisia, pada tahun 1981, melarang perempuan mengenakan pakaian yang bernuansa Islam, di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor pemerintahan. Karna kerap diabaikan, akhirnya pada tahun 2006 pemerintah menindak tegas perempuan yang mengenakan jilbab dalam upaya mencegah ekstrimisme. Di Belgia, pemerintah melarang, karena pakaian muslimah dapat mengaburkan identitas seseorang di muka umum.
Begitulah, pakaian muslimah masih mendapat stigma negatif dari berbagai penjuru dunia. Dengan berbagai alasan, seolah Sang Pembuat Hukum memiliki cela dalam membuat aturan. Padahal sejatinya, dari larangan dan penolakan yang diberlakukan ini, tampak adanya kebencian yang nyata terhadap hal-hal yang berbau Islam. Karena sebetulnya, masih banyak lagi syariat Islam (selain pakaian muslimah) yang dikonotasikan dengan kata radikal, ekstrimisme, aliran keras dan semisalnya. Ya, mereka dengan jelas menunjukkan sedang mengidap penyakit islamofobia.
Penting untuk disorot ialah kaum muslimah akhirnya mengalami dilema yang luar biasa. Memilih mengenakan pakaian muslimah atau pekerjaan yang sangat dibutuhkannya. Di sisi lain, deretan larangan ini (secara tidak langsung) mengakibatkan muslimah jauh bahkan benci dengan tuntunan syariat Islam.
Jika ditelisik, larangan berhijab sesuai syariat Islam digencarkan pasca runtuhnya Khilafah Islamiyah pada tanggal 3 Maret 1924. Khilafah, satu-satunya negara penerap syariat Islam secara kafah dilenyapkan pada 100 tahun yang lalu, yang merupakan awal malapetaka bagi umat. Para penjajah Barat akhirnya bahu-membahu menyusupkan paham-paham sekuler ke negeri-negeri muslim. Bahwasanya, agama harus dipisahkan dari kehidupan.
Penguasa negeri muslim lantas menjadi kaki tangan mereka, memuluskan rencana Barat untuk jauhkan Islam dari umat. Salah satunya, melegalkan aturan buatan manusia yang menghalangi diterapkannya aturan Sang Pencipta.
Dilenyapkannya khilafah sebagai satu-satunya pelindung dan perisai umat, sungguh membuat hijab dihujat di berbagai belahan dunia. Penguasa muslim hanya berbusa mengecam bahkan sadisnya hanya diam. Umat yang telah terpecah belah, tersekat oleh nation state pun tak punya kekuatan untuk hentikan aksi bejat Barat. Akhirnya semakin masiflah hujatan terhadap hijab.
Padahal, perintah menutup aurat menggunakan jilbab dan kerudung sudah jelas tercantum dalam Alquran Karim. Allah Swt. berfirman, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzab:59).
Berkenaan dengan perintah berkerudung, Allah firmankan dalam QS. an-Nur ayat 31. “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)…”
Di dalam sistem Islam, semua syariat diterapkan secara keseluruhan. Tak ada kata tapi, tak ada pula tawaran. Tak ada larangan, cibiran, dan penolakan dari penguasa, karena sejatinya mereka dipilih untuk bersumbangsih dalam penerapan syariat Islam. Akidah islam yang menancap dalam diri membuat mereka sadar betul akan tanggung jawab sakral yang dibebankan ke pundak mereka. Maka, kita lihat tatkala khilafah menguasa dua per tiga dunia berabad-abad lamanya, tak terdengar sekalipun seruan penolakan bahkan oleh satu jiwa manusia. Semuanya, tunduk dan patuh pada aturan dari Sang Pembuat Hukum.
Dengan demikian, untuk melenyapkan hujatan atas hijab, maka sistem sekuler yang berkuasa hari ini haruslah ditumbangkan. Karena satu-satunya sistem penerap syariat Islam secara keseluruhan hanyalah sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshawab