Tanpa Islam, Covid-19 Semakin Merajalela

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Baiti Aini. (Aktivis Dakwah)

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai negara di dunia mengalami krisis ekonomi pada tahun ini, termasuk Indonesia. Pandemi Covid-19 sangat mungkin menimbulkan gelombang kedua, ketiga, dan seterusnya yang kemudian akan berdampak pada kemerosotan ekonomi lebih dalam lagi. Saat ini saja, berbagai negara sudah dihadapkan pada tantangan besar akibat pandemi yang sangat berdampak pada masyarakat dan dunia usaha.

Seperti yang dilansir pada Kontan.Co.Id. (25 Juni 2020), Presiden Jokowi berkonsultasi dengan International Monetary Fund (IMF) sebagian besar negara dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus. Negara besar seperti Amerika Serikat pertumbuhannya -8%, Jepang -5,8%, serta Inggris -10,2%. Negara Uni Eropa juga tak selamat dari dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Prancis diprediksi -12,5%, Italia -12,8%, Spanyol -12,8%, dan Jerman -7,5%.

Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa meluncurkan panel tingkat tinggi beranggotakan para ahli di bidang ekonomi, keuangan, dan kesehatan untuk membantu para menteri, gubernur bank sentral, dan pejabat senior dari negara-negara Asia Tenggara untuk mengidentifikasi langkah-langkah pemulihan pasca pandemi virus Corona (Covid-19).

Dunia semakin bingung atas solusi apa yang akan dilakukan untuk wabah ini, seperti yang di lansir https://www.ajnn.net/news/covid-19-tantangan-manusia-di-masa-depan/index.html. (25 maret 2020). Saat ini dunia sedang menghadapi wabah, angka infeksi Covid-19 mencapai 157.476 orang di 155 negara dan angka kematian mencapai 5.845 orang. Dunia percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencegah penyebaran wabah virus corona adalah dengan menghentikan arus globalisasi. Dengan membangun tembok, membatasi perjalanan dan mengurangi perdagangan. Namun upaya ini justru menyebabkan keruntuhan ekonomi tanpa jaminan perlindungan nyata terhadap wabah virus corona.

Penangkal untuk menanggulangi wabah ini bukan hanya dengan mengisolasi wilayah atau melakukan pemisahan, melainkan dengan kerja sama dengan berbagi informasi ilmiah dari solidaritas dunia. Namun selama hampir enam bulan, semakin terlihat betapa sistem politik, ekonomi, dan kesehatan di berbagai negara gagal untuk mengatasi masalah ini.

Sistem kapitalisme merupakan sistem yang mengutamakan untung rugi dalam menyelesaikan setiap persoalan kehidupan. Hal ini terlihat dari ketidak siapan sistem ini dalam menghadapi wabah Covid-19. Baik dalam mengatasi wabah, maupun dalam hal menjamin kebutuhan hidup masyarakat selama diberlakukan social distancing dan Work Form Home (WFH).

Sistem ini sangat rentan terhadap krisis ekonomi terutama di masa darurat seperti ini. Sehingga kebingungan melanda sampai ke mancanegara. Ibarat makan buah simalakama, mereka kebingungan antara memulihkan ekonomi tapi mengorbankan nyawa masyarakat, ataukah menyelamatkan nyawa masyarakat tapi berdampak pada lumpuhnya perekonomian.

Kondisi seperti ini tidak akan terjadi jika kehidupan diatur menggunakan syariat Islam. Tentunya dengan meninggalkan sistem demokrasi kapitalis buatan manusia. Sebagaimana firman Allah Swt.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).

Islam adalah satu-satunya solusi atas segala permasalahan yang ada. Setiap Muslim haruslah menyadari kebutuhan terhadap sistem alternatif, sehingga ada kemauan dan usaha untuk kembali pada sistem Ilahi.

Islam adalah din (agama) yang sempurna dan paripurna. Dalam menghadapi wabah, Islam memberikan tuntunan kepada umatnya untuk tawakal kepada Allah Ta’ala. Selain itu, jelas dibutuhkan ikhtiar (usaha) dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Seperti menggunakan masker, mencuci tangan, sebisa mungkin ‘stay at home’, ‘physical distancing’, ‘social distancing’, mengkonsumsi makanan yang bersih dan bergizi, dan lain-lain. Dalam skala individu, ini adalah cara sederhana yang minimal setiap orang harus mengupayakannya saat ini.

Sementara itu dalam skala bermasyarakat dan bernegara, Islam juga sudah punya prosedur penanganan jika terjadi wabah. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Amir bin Saad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhuma, dari Ayahnya bahwa ia pernah mendengar sang ayah bertanya kepada Usamah bin Zaid, Apa hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah berkaitan dengan wabah thaun?”

Usamah menjawab, “Rasulullah pernah bersabda: Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan Bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR Bukhari-Muslim)

Di sisi lain, negara menjamin kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal. Juga kebutuhan dasar lain seperti layanan kesehatan secara gratis. Pemerintah wajib menempuh jalur sains/ilmiah dengan melibatkan para ahli yang didanai baitul mal untuk melakukan strategi testing, tracing, isolated, hingga penemuan vaksin.

Penerapan syariat Islam melalui sistem khilafah merupakan solusi di tengah kerusakan dan kezaliman yang menimpa rakyat baik karena sistem yang berlaku maupun pandemi yang berlangsung. Sehingga kaum Muslimin haruslah memahami arti penting penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah. System khilafah adalah perwujudan nyata berlakunya system ilahi dan memperjuangkan tegaknya adalah jalan menjemput pertolongan Allah.

Wallahu A’lam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *