Oleh Zawanah Filzatun Nafisah (Penulis Fanpage “Muslimah Ideologis Khatulistiwa”)
Buntut panjang dari penolakan penambangan quarry komoditas batu andesit di desa wadas oleh warganya, harus berhadapan dengan aparat penegak hukum yang kini menorehkan trauma. Siswa Madrasah Diniyah Hidayatul Islamiyah (MHI) di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo sempat takut kembali bersekolah. Setelah melihat pengerahan personel polisi dalam jumlah banyak pada 8 Februari 2022. Begitu juga yang biasanya setiap sore sekitar 100 anak-anak berangkat mengaji ke madrasah, akhir-akhir ini menjadi sepi meski tidak diliburkan (suarajawatengah.com, 12/2).
Jauh sebelum kejadian, sebagaimana yang didokumentasikan oleh akun youtube watchdog 2 November 2021, warga desa wadas digambarkan memang sudah berjuang sejak tahun 2016 agar desa tidak ada aktivitas penambangan. Secara sosiokultural mereka sebagai petani, terang saja tidak rela jika sumber kehidupan mereka diganggu.
Kini, kritik pedas terus berdatangan dari berbagai kalangan. Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, mengatakan bahwa kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mustinya dihentikan sebagaimana seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) yang harus ditangguhkan terlebih dahulu berdasarkan pada UU Cipta Kerja yang ditangguhkan atas Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Dari sisi hukum, Indonesia Police Watch (IPW) menyebut bahwa intimidasi oleh aparat di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah merupakan pelanggaran HAM. IPW juga menyebut Polda Jateng melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia mengatakan Pasal 1 angka 20 KUHAP menyebutkan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa. Dalam menangkap, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan. IPW mengusulkan agar DPR untuk membuat Panitia Khusus (pansus) pelanggaran HAM Wadas serta penyelidikan menyeluruh dari Komnas HAM.
Bicara persetujuan pun, Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menyebut bahwa jumlah warga Desa Wadas yang menolak tambang lebih banyak dibanding yang menerimanya. Memang ada sebagian masyarakat yang setuju dengan penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk kepentingan pembangunan Bendungan Bener. Namun, kata Nasir Jamil, jumlahnya lebih minoritas. Nasir juga mengatakan bahwa warga yang setuju adanya tambang, sampai saat ini belum mendapatkan informasi yang jelas soal ganti rugi yang bakal dibayarkan oleh pemerintah.
HARTA KARUN WADAS
Desa wadas kaya akan batuan andesit. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan bahwa andesit adalah suatu jenis batuan vulkanik ekstrusif berkomposisi menengah, dengan tekstur afanitik hingga porfiritik. Batuan andesit sangat bagus untuk bangunan-bangunan megalitik dan bersejarah. Adapun batuan andesit umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di wilayah perbatasan lautan seperti di pantai barat Amerika Selatan (AS) atau daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi seperti Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM di tahun 2020 tercatat bahwa cadangan terkira batuan andesit di Indonesia mencapai 18,98 miliar ton dan cadangan terbukti mencapai 262,7 juta ton. Termasuk di desa wadas, purworejo ini namun blm diketahui persis jumlahnya. Dalam berbagai refensi, tanah surga di Bumi Wadas mengandung sekitar 40 juta meter kubik batu andesit.
Peneliti Geologi di Pusat Riset Oseanografi – BRIN, Yunia Witasari mengatakan, andesit di Purworejo merupakan batuan vulkanik yang bukan merupakan hasil erupsi gunung berapi. Andesit di Purworejo termasuk dalam batuan vulkanik. Magma yang keluar ke permukaan bumi bukan karena erupsi ekplosif tapi meleleh perlahan keluar melalui rekahan atau sesar di batuan.
Meski demikian, Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengungkapkan bahwa material andesit untuk pembangunan Bendungan Bener tak mesti diambil dari Desa Wadas, Bener, Kabupaten Purworejo. Dalam dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) Bendungan Bener telah tercantum alternatif lain untuk pengadaan material bangunan. Tak harus dari Desa Wadas. Menurut Julian, sikap Pemprov Jawa Tengah dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) yang memaksakan penambangan di Wadas patut dicurigai. Padahal mereka memiliki cara-cara lain yang itu bisa membangun bendungan bener dan itu pun tercantum dalam amdal bahwa mereka memiliki cara lain.
SOLUSINYA JANGAN REPRESIF
Meski dengan dalih pengamanan tanah, tidak dibenarkan aparat kepolisian ‘menyerbu’ warga seperti itu. Warga yang sedang menyampaikan aspirasinya atas penolakan tambang batu andesit, kenapa malah di sweeping dan diturunkan bannernya hingga dikejar-kejar. Gubernur pun nampak tak begitu membela apa yang diharapkan warganya. Ia mengklaim semua akan berjalan kondusif. Wadas adalah bukti, bahwa pemimpin yang kerap pencitraan semata, akhirnya tidak akan pernah memikirkan keadilan bagi warganya.
Proyek oligarki meminjam tangan penguasa, akan terus merampas hak-hak rakyat. Bertindak seolah olah berdasarkan undang-undang namun jelas mengabaikan rakyat lagi dan lagi. Wadas yang akan dibangun bendungan bener purworejo adalah bagian dari proyek strategi nasional (PSN) yang terbukti mengabaikan aspek sosial terkait keberlanjutan penghidupan masyarakat dan aspek lingkungan yang tak jua mendapat ruang memadai dalam model pembangunan kapitalisme.
Dalam sistem Islam, pendekatan yang dilakukan penguasa adalah pendekatan rakyat sentris, bukan kapitalis sentris seperti saat ini. Pembangunan harus memfasilitasi pemenuhan kebutuhan rakyat dari segala aspek dan tidak mengeluarkan kebijakan yang bisa mendzalimi rakyat. Penguasa pun tidak boleh kompromi dengan swasta dan asing serta tidak cari untung karena yang namanya penguasa itu menghadirkan benefit bukanlah profit. Sehingga tidak boleh bermain mata dengan kapitalis dalam pembangunan proyek apapun.
SDA termasuk bebatuan harus dikelola agar menjadi produktif tanpa mengorbankan berbagai pihak. Maka negara berbasis Islam harus mengoptimalkan pengelolaan berapapun besaran dan luasannya agar bisa memakmurkan dan untuk kesejahteraan rakyat jua. Demikian pula dalam menghadapi konflik, jika terjadi tidak mengedepankan sikap keras atau represif, karena rakyat boleh memberikan aspirasinya karena konsep kepemimpinan dalam Islam itu adalah melayani urusan ummat, bukan pengganggu kursi kekuasaan.
Wallahua’lam bishawab.