Oleh Rengganis Santika A, STP.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi, dari Abyadh bin Hammal:
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ، أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ – قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ: الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَهُ – فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ: أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ، قَالَ : فَانْتَزَعَ مِنْهُ
Dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam—Ibnu al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.” Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).
Hadist di atas terkait dengan kepemilikan barang tambang sebagai kepemilikan umum/rakyat. Ini relevan dengan fakta yang tengah terjadi di kawasan eksplorasi emas blok Wabu di distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua. Daya tarik emasnya melimpah ibarat “air mengalir” (al ma’al idda)! Namun miris, alih-alih negara segera mengelola Wabu bagi rakyat, nampaknya negara justru tak berdaya menghadapi para pemilik modal (oligharki kapitalis) serakah. Mungkinkah Wabu, setelah dikembalikan Freeport pada Indonesia, bisa menyejahterakan rakyat, khususnya rakyat Papua? Atau lagi-lagi pemerintah lebih mendengar bisikan para kapitalis seraya menutup telinga atas jeritan rakyat? Atau cukup bangga dengan dua medali emas olimpiade yang habis-habisan diperjuangkan, daripada hilangnya dua gunung emas di Grasberg dan kini Wabu?
Apa yang Terjadi di Blok Wabu?
Fakta yang terjadi di Wabu entah sengaja atau tidak seolah ditutupi media, tenggelam oleh berita PON Papua, penganiayaan nakes, dan pembakaran Puskesmas di Intan Jaya oleh KKB atau kasus di Yahukimo. Padahal pemerintah dan seluruh komponen bangsa termasuk rakyat sepatutnya peduli dengan apa yang terjadi di Wabu, dan masa depannya. Potensi emas di sana menurut holding perusahaan tambang Mining and Industry Indonesia atau MIND.ID, depositnya diperkirakan mencapai 8,1 juta ounces. Dalam kesempatan lain, MIND.ID juga menyampaikan hasil penghitungan sumber daya pada 1999 untuk kategori measured, indicated, dan inferred, di mana terdapat sekitar 117,26 juta ton dengan average 2,16 gram per ton emas. Blok Wabu diprediksi punya emas Rp300 triliun, jauh diatas Freeport di Grasberg. Kelebihan lain blok Wabu yaitu kandungan emasnya berada di permukaan yang tidak perlu teknologi tinggi untuk mengeksploitasinya (economy.okezone.com, 3 Oktober 2021).
Posisi Antam sebagai perusahaan tambang plat merah (BUMN) sudah seharusnya mendapat dukungan pemerintah untuk mengeksplorasi bagi kepentingan rakyat. Ironisnya, yang terjadi kini malah Wabu menjadi ajang rebutan para oligharki kapitalis. Kementerian ESDM sebagai wakil pemerintah diminta transparan dalam proses pengambilan keputusan terkait ini. Bila tidak, negara patut dicurigai membawa penumpang gelap dalam proses pengambilan keputusan, jangan sampai terjadi skandal atau perselingkuhan antara pemerintah dan pengusaha. Orang nomor satu negeri ini selalu bilang, negara tak boleh kalah dengan rakyat. Maka sungguh memalukan bila pemerintah kalah pada pengusaha hanya karena punya kekuatan modal dan politik. Perhatian publik terutama muncul setelah Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, bersama Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti menuding Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan bermain di tambang Blok Wabu. Luhut melalui pengacaranya telah melayangkan surat somasi kepada Haris dan Fatia (www.kompas.com, Oktober 2021).
Kapitalisme Penyebab Wabu Kian Kelabu
Sejatinya Wabu secemerlang emas yang dikandungnya, tapi walhasil Wabu kian kelabu. Hadist riwayat At Tirmidzi di atas memberi pelajaran kepada kita dan negeri mayoritas muslim ini bahwa Rasulullah saw yang begitu dermawan pantang mengambil kembali pemberian, namun ketika beliau diberi tahu tambang yang diberikan sangat besar potensinya, maka sebagai kepala negara, beliau tak segan menarik kembali, sebab aset tersebut bukan milik negara namun milik umat. Kini Wabu sudah di tangan negara, sejatinya bisa segera dikelola bagi rakyat. Kementrian ESDM tak perlu repot membuat keputusan perusahaan mana yang akan mengelola. Negara harus tegas jangan sampai tunduk pada pengusaha tambang swasta apalagi asing dengan memberi hak kelola. Mengapa negara malah sigap mencari dana receh dari pajak rakyat kecil padahal Wabu menjanjikan bongkahan emas bila dikelola negara oleh putra-putri bangsa sendiri.
Namun apa daya negeri ini diatur oleh sistem ekonomi kelabu yaitu kapitalisme buah hawa nafsu materialisme manusia. Sudah pasti sistem kelabu ini berpihak pada para kapital. Jangan harap ada secercah masa depan sejahtera bagi rakyat. Bagi kapitalisme keadilan adalah kebebasan kepemilikan, siapa yang kuat modal punya kuasa dia boleh memiliki apa pun. Negara bisa dimiliki/dikuasai korporasi. Menjelma menjadi negara korporasi dimana aturan tunduk pada kepentingan pengusaha/korporasi. Lihat saja revisi UU Minerba dan Omnibus Law yang disahkan saat rakyat terpuruk oleh pandemi. Lihat pula bagaimana sikap setengah hati pemerintah dalam kebijakan pandemi demi menjaga ekonomi pengusaha. Menyelesaikan Wabu dalam pusaran sistem/ideologi kelabu hanya membuat rakyat gigit jari. Justru faktanya negara berselingkuh dengan korporasi yang punya kuasa. Inilah negri korporatokrasi!
Islam Mengatur Masalah Tambang dengan Gamblang
Dari hadist di atas jelas sekali Islam punya aturan tata kelola pertambangan yang khas dan solutif. Simple tapi membawa keadilan. Sistem ekonomi Islam mengatur dari mulai kepemilikan yang mana seluruh harta hakekatnya milik Allah swt. Hanya dengan izin (aturan) syariat Allah swt, manusia bisa memilikinya. Allah mengatur kepemilikan umum, negara dan individu. Berdasarkan hadist dari Ibnu Majah, “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang (hutan dll) dan api (energi dan barang tambang).” Emas sebagai barang tambang adalah milik umum, negara hanya punya hak Kelola. Kalau pun ada swasta yang terlibat, hanya untuk mengelola yang disewa pemerintah bukan untuk memiliki dan mengeruk untung. Dalam sistem Islam hasil tambang masuk Baitul Maal di pos kepemilikan umum, yang akan digunakan bagi pemenuhan kesejahteraan rakyat. Tak ada lagi cerita negeri kaya bak zamrud khatulistiwa tetapi rakyatnya miskin. Kesejahteraan merata, sebab keadilan dalam Islam bermakna terpenuhinya segala kebutuhan tiap individu secara merata, yang diatur dalam politik ekonomi Islam. Masih ragu dengan sistem ekonomi Islam? Atau memilih hidup di bawah awan kelabu kapitalisme? Orang pintar dan cerdas pasti pilih Islam… Wallahu’alam bishawab.