Tak Harus Jadi K-popers, Tetapi Sadarlah dengan Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Yauma Bunga Yusyananda

 

Rapat pengesahan RUU Cipta Kerja digelar langsung di Gedung DPR dengan disetujuinya RUU ini menjadi UU. Adapun, Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Ciptaker.

 

Sehari setelahnya, ribuan buruh di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan untuk menolak pengesahan tersebut. Beberapa poin yang memicu penolakan adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup. Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh . Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup. (cnnindonesia.com 06/10/2020 )

 

Selain buruh, mahasiswa serta kpopers ikut turun aksi berdemonstrasi menyuarakan penolakan mereka terkait pengesahan RUU tersebut. Kondisi tersebut disampaikan pakar media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi. Ia mengatakan K-Popers awalnya tidak paham dengan Omnibus Law. Namun setelah paham, para K-Popers ini membantu tagar-tagar penolakan Omnibus Law menjadi trending topic dunia. “K-popers yang tadinya tidak paham, turut membaca masalah RUU ini. Setelah paham, mereka dalam waktu singkat bersatu mengangkat tagar #MosiTidakPercaya dan tagar-tagar lain, sehingga menjadi Trending Topic dunia,” kata Ismail dalam akun Twitternya.

 

“Secara demografi, K-Popers merupakan generasi pengguna media sosial terbanyak. Jika sebelumnya mereka kurang paham soal Omnibus Law, dengan ikut angkat tagar ini mereka jadi tahu,” kata Ismail. Di dunia maya, fan K-pop turut meramaikan beberapa tagar seperti #MosiTidakPercaya, #GagalkanOmnibusLaw, #JegalSampaiGagal #JEGALSAMPAIBATAL, #DPRRIKhianatiRakyat, supaya bisa tetap trending di lini masa Twitter. (cnnindonesia.com 06/10/2020 )

 

RUU ini juga bukan perihal tentang kesejahteraan para buruh saja, namun akan berdampak dengan kerusakan lingkungan dan kesejahteraan para petani karena disinyalir jika sawah termasuk wilayah pembangunan strategis nasional maka perizinan untuk konversi lahan akan mudah. (nasional.kompas.com 12/08/2020)

 

K-popers juga manusia, yang tentu dengan akalnya diberikan ruang berfikir untuk memperhatikan negeri ini, namun bukan berarti kita harus menjadi seorang kpopers dulu, baru berani dan solid untuk sadar dengan kedzaliman yang terjadi. Sejatinya manusia yang berpikir dan cinta dengan negeri ini, akan mengerti dan memahami kemana arah kepentingan RUU ini.

 

Mari kita sadar dan solid dengan pemikiran yang berlandaskan keimanan, yang dengannya kita beramal sesuai keyakinan kita pada Allah bahwa aturan yang dibuat oleh manusia akan senantiasa menimbulkan konflik dan pertentangan, berbeda dengan Islam yang sudah sangat komprehensif membahas detail mengenai perburuhan. Karena masalah perburuhan ini dipicu oleh living cost yang rendah dan tidak sepadan sehingga terjadilah eksploitasi manusia dan konsep ini tidak ada dalam Islam. Islam akan melihat manfaat tenaga yang dikerjakan oleh buruh maka buruh akan mendapatkan upahnya sepadan dengan ketentuan upah yang berlaku ditengah masyarakat sesuai pemenuhan kebutuhan yang cukup. Penentuan UMR ( Upah Minimum Regional ) sejatinya tidak ada dalam Islam karena Islam akan ada akad ijarah sesuai kesepakatan anatar majikan dan pekerja yang mengerti bahwa upah harus sepadan dengan manfaat tenaga yang didapat. Sesuai hadits yang harus menyegerakan upah bagi pekerja atau membuat kesepakatan dengan pekerja.

 

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

 

Adapun, jika terjadi sengketa antara pekerja dan majikan, maka ditunjuk pakar untuk menakar upah bagi pekerja. Tentu pakar ini yang mengerti lingkup pekerjaan serta keseuaian upah yang sesuai dengan syariat. Hal ini hanya bisa diterapkan pada negara yang menerapkan aturan dari Allah Subhanahuwata’alaa, yakni Khilafah yang menerapkan syariah secara menyeluruh disegala aspek termasuk aspek ketenagakerjaan. Dan yang kita butuhkan adalah kesadaran untuk memperjuangkannya agar kesejahteraan bukan hanya dalam satu aspek namun kesejahteraan bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam. Rahmatan lil ‘alamin bil Islam.

Wallohu’alam bi ash shawab

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *