Tak Hanya Komunis, Ide Sesat Wajib Ditepis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Aulia Rahmah (Kelompok Penulis Peduli Umat)

Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), PA 212, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama bersatu dalam Laskar Aliansi Nasional Anti Komunis. Ribuan peserta berbondong-bondong memenuhi Lapangan Ahmad Yani Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Minggu 5 Juli 2020. Dalam aksi ini ribuan peserta mengucapkan beberapa ikrar, yang point-pointnya sebagai berikut;
1. Peserta siap membela agama, bangsa, dan negara
2. Peserta siap untuk jihad qital (perang) mempertahankan aqidah Islam dan melawan komunis di bawah koando ulama.
3. Peserta siap menjaga para ulama dari serangan kaum komunis.
4. Peserta siap untuk menghadapi gerombolan trisila dan ekasila yang akan mengganti Pancasila, dilansir dari nasional.tempo.co(5/7).

Aksi umat tolak komunisme patut mendapat apresiasi. Hal ini merupakan wujud semangat memperjuangkan Al Haq (Islam) dengan jiwa, raga, hingga nyawa. Memang seharusnya begitulah kepribadian Umat Islam, peka terhadap segala bentuk ancaman yang merongrong kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan siap pula berjuang mempertahankan agama walau nyawa menjadi taruhannya. Dalam keadaan apapun, susah maupun lapang, ringan maupun berat, usia muda maupun tua. Jihad adalah kewajiban sebagaimana Firman Allah di dalam Alquran Surat At taubah ayat 41, yang artinya;
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu baik bagimu, jika kamu mengetahui”.

Sesuatu yang alami bagi tiap individu, kelompok masyarakat, maupun negara akan mempertahankan diri dari berbagai bentuk ancaman dari luar. Jihad qital merupakan ekspresi dari naluri mempertahankan diri Umat Islam. Bukankah menghapus materi jihad qital dalam kurikulum pendidikan justru memperlemah persatuan umat ? Inisiasi menag untuk menghapus materi jihad qital wajib ditolak karena bertentangan dengan agama, naluri, dan resolusi ulama.

Disamping Komunisme, Umat Islam seharusnya peka dengan berbagai ide-ide asing yang menyesatkan, seperti Sekularisme, Kapitalisme, dan Liberalisme (sepilis). Dengan Sekularisme yang diemban oleh negara, kehidupan lambat laun akan digiring pada pragmatisme, mencari kebahagiaan sebatas materi lalu melalaikan kebahagiaan akhirat yang hakiki. Kapitalisme yang merambah di setiap lini kehidupan, akan membawa Indonesia pada jurang kehancuran. ‘memperjodohkan’ antara dunia pendidikan dan industri justru mengerdilkan visi pendidikan hanya sebatas mencetak manusia bermental buruh. Padahal labih jauh dari itu, visi pendidikan yang benar adalah membangun kepribadian utuh manusia sebagai hamba Allah, yang siap menggunakan potensi yang dimiliki untuk memimpin manusia menjadi khalifah di bumi.

Menyambut Sekularisme dengan meninggalkan sistem kenegaraan warisan Rasulullah Saw (Khilafah), hanya akan mengundang para penjajah untuk menancapkan kekuasaannya di bumi pertiwi. Tanpa regulasi yang jelas tentang pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dan pendistribusiannya, Indonesia akan terus berkubang pada jurang kemiskinan. Bahkan negara akan mudah dikendalikan oleh pemilik perusahaan – perusahaan raksasa dunia. Bisa jadi pada kondisi kemiskinan yang ekstrem umat islam mudah diajak untuk meninggalkan aqidah Islamnya lalu beralih pada aqidah lain, semacam komunis dan memberontak pada ulama.

Setelah ikrar siap berjuang menghadang komunisme, langkah selanjutnya bagi Umat Islam adalah siap jiwa, raga, dan nyawa demi tegaknya Sistem Khilafah. Sebab, dengan tegaknya Khilafah, akan kokoh oientasi hidup manusia untuk akhirat. Nilai taqwa sebagai asas membangun negara tentu akan menghindarkan berbagai bentuk kedzaliman, penipuan, korupsi, jual beli jabatan, industri hukum, dan lain sebagainya. Khilafah akan merealisasikan nilai persatuan, kekeluargaan, keadilan, musyawarah, kesejahteraan, dan toleransi yang tertuang dalam Pancasila. Hakekatnya Pancasila hanyalah sebagian dari pemikiran tentang kehidupan, tanpa metode yang jelas dan perjuangan yang keras, Pancasila hanya sebatas slogan kosong tanpa makna. Memperjuangkan Syariat Islam kaffah tidak boleh terlupa hanya demi memperjuangkan sikap pragmatis sesaat, Wallohua’lam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *