Tahun Ajaran Baru di Tengah Pandemi, Bagaiman Nasib Generasi?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nila Sari Yani (Mahasiswi)

Pandemi Covid -19 di dunia khususnya Indonesia masih belum berakhir, bahkan kasus positif penderita Covid-19 semakin meningkat tiap harinya. Dan yang terkena virus ini dari berbagai kalangan, bukan hanya orang dewasa ataupun usia lanjut melainkan Covid-19 pun juga menyerang pada anak-anak.

Akan tetapi meskipun demikian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020.

Meski Indonesia sedang menghadapi pandemi, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan pihaknya tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari.
Lihat: https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/lapsus-tahun-ajaran-baru-akan-dimulai-127-anak-di-surabaya-positif-covid-19-1tWQP6He33B/full.

Dikutip dari okezone.com Retno mengungkapkan, dari data Kementerian Kesehatan terdapat sekitar 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Lebih lanjut, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19. Terdapat 3.400 anak yang dalam perawatan dengan berbagai penyakit. Dari jumlah itu, ada 584 orang terkonfirmasi positif dan 14 orang meninggal dunia.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020.

Langkah pembukaan sekolah dikhawatirkan mengancam kesehatan anak karena penyebaran virus Corona (Covid-19) belum menurun. Bahkan kasus Covid-19 pada anak di Indonesia cukup besar dibandingkan negara lain.

Melihat data-data di atas, KPAI meminta Kemendikbud dan Kemenag belajar dari negara lain dalam langkah pembukaan sekolah.
“Beberapa negara membuka sekolah setelah kasus positif Covid-19 menurun drastis bahkan sudah nol kasus. Itupun masih ditemukan kasus penularan Covid-19 yang menyerang guru dan siswa. Peristiwa itu terjadi di Finlandia. Padahal mereka tentu mempunyai sistem kesehatan yang baik. Persiapan pembukaan yang matang. Sekolah pun jadi klaster baru,” kata Retno.
Lihat:https://nasional.okezone.com/read/2020/05/27/337/2220225/831-anak-terinfeksi-covid-19-kpai-minta-pembukaan-sekolah-saat-sudah-nol-kasus

Begitupun dengan Negara prancis yang mendapatkan 70 kasus dan terdeteksi di sekolah sejak kegiatan belajar mengajar di kelas. Kemudian Negara lain seperti Korea Selatan juga telah menutup kembali sekolah, karena jumlah kasus meningkat.(new okezone dan suar grid.id)

Tentu saja dengan melihat fakta yang terjadi, pernyataan dari kemendikbud mendapat berbagai macam penolakan dari berbagai kalangan khususnya para orang tua. Masuknya tahun ajaran baru, berpotensi besar anak akan mudah tertular. Walaupun Hamid menyatakan, kembali ke sekolah tetap disesuaikan dengan protokol kesehatan, tapi apakah bisa menjamin anak-anak akan tertib menggunakan masker dan bisa menerapkan physical distancing saat bertemu dengan teman-temannya. Dan bagaimana pemerintah bisa menjamin bahwa disekolah anak akan terlindungi dari Covid 19. Para tenaga medis pun merasa kecewa dengan perlindugan pemerintah saat ini.
Dan siapkah guru mengawasi setiap anak untuk terus mencuci tangan dan menggunakan masker serta tidak mengucek dan memegang hidungnya selama disekolah.

Dari awal, saat diumumkannya New Normal sampai dengan akan dibuka kembali sekolah, sudah sangat membuat masyarakat kecewa dengan kebijakan pemerintah saat ini. Bahkan tagar Indonesia terserah merupakan salah satu bentuk kekecewaan masyarakat. Penambahan angka penderita Covid-19 tidak membuat para penguasa enggan menarik kebijakan mereka.

Sikap pemimpin yang mengambil kebijakan berdamai dengan corona ini, membuat masyarakat sudah tidak percaya lagi. Tidak ada tindakan tegas yang diberikan pemimpin, kebijakan yang diberikan pun berubah-ubah dan akhirnya masyarakat bagaikan terjun ke hutan belantara dibiarkan untuk berjuang sendiri, dan hidup dalam keadaan “new normal” yang bagaikan seleksi alam siapa yang kuat maka ia akan bertahan sebaliknya yang tidak maka akan gugur.

Maka, dapat disimpulkan ini adalah bentuk nyata kegagalan Sistem Kapitalis yang diterapkan saat ini, ketika kepentingan ekonomi lebih utama dibanding dengan keselamatan rakyat. Sejatinya ‘new normal life’ hanya akan menguntungkan para pemilik modal untuk memperbaiki perekonomiannya, sedang rakyat terus diterpa kesengsaraan. Maka wajar cetakan-cetakan pemimpin dalam sistem Kapitalisme selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak solutif dan efektif untuk menghentikan permasalahan yang ada.

Dan hal ini pernah Nabi Saw kabarkan “Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya “ siapa Ruwaibidhah itu?’’ Nabi menjawab,”Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum”. (HR.al Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain)

Maka jika itu terjadi, wajar kebijakan-kebijakan yang diambil tidak untuk kepentingan rakyatnya, lebih memaksa dan tidak memberikan solusi yang tuntas. Padahal di sisi lain, seharusnya Negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan melindungi warganya, mencegah dari setiap kemungkinan yang dapat membahayakan warganya. Bukan dengan membuka sekolah ditengah pandemi yang belum usai saat ini.

Dengan demikian, saat ini umat membutuhkan sosok pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan rela mengorbankan dirinya untuk kemaslahatan umat. Tapi itu mustahil terjadi pada sistem Kapitalis ataupun komunis, karena kedua sistem tersebut telah gagal mensejahterakan umat. Hanya sistem Islam satu-satunya solusi untuk segala permasalahan umat termasuk wabah.

Telah terbukti keberhasilannya selama 1300 tahun dimana wabah pernah terjadi di suatu wilayah Syam kemudian dapat teratasi oleh Khalifah Umar dengan cepat dan sigap. kemudian diadakannya lock down, walaupun demikian kebutuhan rakyat tetap terpenuhi saat masa karantina. Pada sistem Islam nyawa manusia harus lebih didahulukan dan pemimpin tidak akan berani mengambil kebijakan yang dapat menghilangkan nyawa rakyatnya karena Nabi SAW pernah besabda “sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim”. (HR. an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Bahaqi)

Maka hal ini hanya akan terjadi ketika sistem Islam diterapkan, dimana akan lahir pemimpin-pemimpin yang bertakwa dan takut kepada Allah SWT jika sampai salah satu rakyatnya mendapatkan kedzoliman di bawah kepemimpinannya. Dan ia hanya akan mencari solusi atas segala permasalahan sesuai dengan syariat yang berasal dari Allah SWT. Wallahu’alam bi shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *