Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md (Pendidik Generasi Khoiru Ummah, Member AMK)
Dilansir oleh Kompas.com (12/7/2020), Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari mengeluhkan tagihan listrik di rumah pribadinya naik lebih kurang 275 persen. Ia mempertanyakan kenaikan tagihan listrik yang dinilai gila-gilaan.
Setali tiga uang dengan salah satu chef kondang Arnold Poernomo asal Surabaya. Dia sempat mengaku kesal dengan tagihan listrik di rumahnya yang membengkak hingga empat kali lipat.
Keluhan dua tokoh publik tersebut segera ditanggapi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurut PLN, tagihan listrik Bupati Tantri dan Arnold disebabkan akumulasi tagihan sejak adanya pandemi Covid-19. Pasalnya, saat pandemi petugas tidak turun ke lapangan untuk mencatat meteran di stand meter di periode Maret-Mei 2020. Ketika pembacaan meteran mulai lagi bulan Juni. Ada akumulasi tagihan meteran, sehingga terasa lonjakan di bulan Juni itu.
Komentar Politik :
Listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat, siapapun dia. Apatah lagi di saat wabah melanda, listrik sangat dibutuhkan oleh rakyat, untuk belajar dan bekerja yang notabene semua dilakukan di rumah.
Islam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk listrik. Dalam Islam, listrik termasuk ke dalam kepemilikan umum. Listrik terkategori api atau energi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air, dan api (energi).” (HR. Ahmad)
Karena termasuk kepemilikan umum, maka listrik tidak boleh dikomersilkan pengelolaannya. Negara yang harus mengelolanya dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan listrik rakyatnya baik yang kaya maupun yang miskin, baik yang tinggal di kota ataupun di pedalaman.
Islam memandang negara sebagai raa’in (pelayan) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya, bukan pedagang dengan prinsip untung rugi. Wallahu a’lam bishshawab.