Syiar Islam Tergadai dengan Kebijakan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Mariyani Dwi (Komunitas Menulis Setajam Pena)

 

Tak bisa dipungkiri  kasus covid-19 kian hari semakin tak terkendali. Dalam beberapa waktu terakhir ini, kasus pemambahan harian bahkan melampaui lebih dari 27 ribu per hari. Sementara jumlah kematian harian mencapai 555 orang perhari. Hal inilah yang akhirnya mendorong Pemerintah resmi memberlakukan kebijakan PPKM darurat di sejumlah kota/kabupaten di wilayah Jawa dan Bali.

Menindaklanjuti atas kebijakan tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akhirnya mengeluarkan surat edaran (SE). no 17/2021. Dalam SE tersebut berisi diantaranya, peniadaan sementara peribadatan di tempat ibadah selama PPKM darurat berlaku mulai 3-20 Juli 2021. Kemudian peniadaan salat Idul Adha, serta pengaturan soal penyelenggaraan malam takbiran.

Dikutip dari liputan6.com (2/7/2021), menyatakan bahwa terkait Idul Adha yang jatuh pada 20 Juli 2021, Pemerintah memutuskan meniadakan salat Idul Adha dan takbiran di wilayah yang memberlakukan PPKM darurat.

Namun anehnya, saat pemerintah memutuskan untuk membatasi mobilitas kegiatan masyarakat. Disaat bersamaan pemerintah membiarkan pelaksanaan kegiatan kontruksi berjalan normal.

Dilansir dari pikiranrakyatpangandaran.com (1/7)2021), Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan pelaksanaan kegiatan kontruksi (tempat kontruksi dan lokasi proyek) beroprasi seratus persen dengan penerapan Prokes yang ketat.

Beginilah gambaran kepemimpinan dalam sistem sekuler-kapitalis. Pemimpin terkesan lepas tangan dalam pelaksanan pengurusan ibadah publik. Ibadah dibiarkan terlaksana di individu-individu masyarakat semata atas nama pencegahan penularan covid-19 agar tak meluas. Pemerintah rela membiarkan ibadah- ibadah yang termasuk dalam syiar Islam tak terlaksana.

Padahal syiar-syiar Islam merupakan salah satu jalan eksistensi Islam tetap ada. Dan merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Allah berfirman, “Barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al- Hajj : 32)

Selain itu, syiar-syiar Islam juga merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Dan namanya kewajiban pasti hukumnya wajib. Dalam kitab Al-Mausu’ah Al- Fikhiyyah, 96/ 97-98 menyatakan; “wajib hukumnya atas kaum muslim untuk menegakkan syiar-syiar Islam yang bersifat zhahir, dan wajib menampakkannya di tengah masyarakat, baik syiar itu sendiri sesuatu yang hukumnya wajib atau  yang hukumnya sunnah”.

Sesungguhnya, adanya penetapan peniadaan sholat Idul Adha dan syiar-syiar islam lainnya adalah akibat dari kesalahan kebijakan penanganan pandemik itu sendiri. Bila sedari awal pemerintah serius, sigap, dan tak terkesan meremehkan dalam memutus rantai penularan wabah. Seperti segera melakukan penguncian atau lockdown di daerah awal yang terkena wabah, menutup akses pintu keluar masuk antar negara, dan melakukan pengobatan pasien secara capat dan tepat, serta mamaksinalkan kecukupan kebutuhan di daerah yang terkena wabah, juga berbagai tindakan lain yang diperlukan, maka angka penularan akan terkendali dan korban yang berjatuhan juga tak sengeri ini.

Namun pada kenyataanya, setelah angka penularan sudah tak terkendali lagi. Barulah mencari berbagai jalan membuat kebijakan untuk memutus rantai penularan. Mulai dari social disctating, PSBB, hingga saat ini PPKM Darurat. Namun  dalam semua kebijakan tersebut, pemerintah seolah plin-plan dan membingungkan, bahkan sering kali lebih berpihak kepada korporat tetapi cenderung merugikan dan mengorbankan rakyat.

Sebagai contoh, ketika tempat syiar-syiar Islam seperti masjid harus ditutup, padahal jumlah kehadiran jamaah relatif terbatas dan waktunya pun hanya beberapa menit. Sehingga tak menimbulkan kerumunan yang berarti. Lalu kenapa tempat tempat lain seperti pasar, mall, tempat wisata harus dilonggarkan, bahkan proyek kontruksi  terus berjalan. Padahal tempat tempat-tempat tersebut lebih sulit dikendalikan dan prokespun berpeluang sulit dijalankan.

Kemudian, belum lagi ketika kegiatan dalam negeri mengalami pengetatan seperti, larangan mudik, sekolah harus daring dan lain-lain. Namun disaat bersamaan, pemerintah malah membiarkan pintu bandara internasional terbuka lebar bagi masuknya warga negara asing. Hal inilah yang menyebabkan berbagai varian virus di negeri mereka turut masuk ke negeri kita. Sehingga tidak mudah bagi pemerintah mendisiplinkan rakyat dengan aturan pembatasan ibadah karena tidak seiring dengan kebijakan pelonggalan di sector lain.

Apalagi kondisi ini diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam mem- back up kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan ekonomi atau pelayanan kesehatan yang memadai. Jangankan untuk test atau berobat, untuk makan saja susah karena dampak pandemi. Sehingga rakyat akhirnya tak peduli bila ternyata mobilitas kegiatan yang dilakukan, meski dengan alat perlindungan yang tidak memadai dan beresiko tinggi. Pada akhirnya, wajar bila kepercayaan rakyat kepada penguasa kian lama semakin memudar.

Sungguh kepemimpinan dalam sistem sekular-kapitalis ini, menggambarkan kepada kita secara gamblang bahwa setiap kebijakan yang diambil akan selalu melahirkan masalah baru sesudahnya. Maka, kita harus menyadari bahwa situasi ini akan terus terjadi, selama kita terus mempertahankan sistem yang dalam kebijakannya hanya didasarkan pada manfaat.

Sekarang saatnya kita betul betul-betul harus mengubah cara pandang hidup kita, yaitu dengan mengambil cara pandang hidup berdasarkan Islam. Dimana Islam adalah agama sekaligus aturan hidup. Dalam Islam, manusia dituntut untuk hidup sesuai aturan Islam. Dengan aqidah yang kuat, manusia menyadari bahwa setiap perbuatannya termasuk dalam membuat kebijakan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Sehingga kecil kemungkinan kebijakan yang dibuat akan menzalimi rakyat.

Ketika manusia diuji dengan wabah ini misalnya, islam mempunyai seperangkat aturan yang sempurna. Mempunyai tuntunan yang terbaik dalam menghadapinya. Dengan sistem ekonomi islam dan keuangannya yang kokoh, juga ditopang dengan sistem administrasi yang memudahkan, serta sistem hukum lain yang menguatkan, maka semua problem wabah bisa diatasi dengam tepat dan cepat. Bahkan saat pemerintah harus mengambil kebijakan darurat, masyarakat tak akan seperti sekarat, apalagi sampai tercegah dari ibadah. Karena masyarakat sejak awal sudah siap.

Maka sungguh aturan hidup berdasarkan Islam inilah yang akan mampu membawa kita pada kesejahteraan. Kesejahteraan yang insyaallah tidak akan mengalami kolaps dalam kondisi apapun.

Wallahu ‘alam bish-showwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *