Syariat Solusi Total Atasi Degradasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Elis Sulistiyani

Pandemi covid-19 ditengarai menjadi faktor melonjaknya permohonan dispensasi pernikahan dini di Indonesia. Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susilowati Suparto mengatakan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi. Orang tua sering kali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga. (kompas.com, 08/07/2020).

Selain itu masalah hamil diluar nikah yang turut melatari permohonan dispensasi ini mestinya juga turut menjadi perhatian. Pasalnya hal ini menunjukkan bahwa seks bebas dikalangan remaja kian menggurita. Hal ini terungkap ketika laman jawapos.com (26/07/2020) merilis bahwa ada 50 persen dari 240 pemohon dispensasi nikah di pengadilan agama Jepara karena hamil diluar nikah.

Paham Liberalisme dan kehidupan hedonis kaum muda yang mengadopsinya sebagai tren pergaulan membuat mereka kian melampaui batas. Ditambah lagi peran orang tua dan masyarakat yang seolah abai kian membuat parah. Belum selesai disana, peran negara yang mestinya menjaga generasi penerus tonggak peradaban Islam tak bisa lagi diharapkan. Bagi mereka pelaku zina tidak ada tindakkan serius. Negara juga tak ambil sikap atas tontonan porno yang membuat mereka kian terjerembab dalam pusara pemenuhan naluri seksual yang tak halal.

Islam sebagai agama yang diturunkan Sang Khaliq mengatur potensi naluri untuk melerestarikan keturunan. Tidak ada yang salah akan nauri ini, tidak pula akan dihisab kala kita memiliki naluri ini. Namun yang jelas akan dimintai pertanggung jawaban adalah cara manusia untuk memenuhi naluri ini, apakah sesuai syariat atau tidak.
Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (2003), menerangkan beberapa hukum syariah untuk mengatur interaksi pria dan wanita yang mesti terpisah kecuali pada perkara pendidikan, kesehatan, peradilan dan perdagangan. Interaksi itu wajib diatur sedemikian rupa agar tidak membangkitkan hasrat seksual, yakni tetap menjaga kehormatan (al-fadhîlah) dan moralitas (akhlâq). Di antara hukum-hukum itu adalah:

1.Perintah menundukkan pandangan (ghadhdh al-bashar).

Pria dan wanita diperintahkan Allah Swt. untuk ghadhdh al-bashar (QS an-Nur [24]: 30-31).

2.Perintah kepada wanita mengenakan jilbab dan kerudung.

Menurut An-Nabhani, busana wanita ada dua: jilbab (QS al-Ahzab [33]: 59) dan kerudung (khimar)(QS an-Nur [24]: 31). Jilbab adalah baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah, yang dipakai di atas baju rumah. Kerudung (khimar) adalah apa saja yang digunakan untuk menutupi kepala

3.Larangan atas wanita bepergian selama sehari-semalam, kecuali disertai dengan mahram-nya.

Larangan ini berdasarkan hadis Nabi saw.:
لاَ يَحَلُّ ِلاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وِالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيْرَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ لَهَا
Tidak halal bagi seorang wanita yang mengimani Allah dan Hari Akhir untuk melakukan perjalanan selama sehari-semalam, kecuali disertai dengan mahram-nya (HR Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban).

4.Larangan ber-khalwat (berdua-duan) antara pria dan wanita, kecuali wanita itu disertai dengan mahram-nya. Khalwatdiharamkan berdasarkan hadis Nabi saw.:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بَاِمْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذَيْ مَحْرَمٍ
Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali wanita itu disertai dengan mahram-nya (HR al-Bukhari dan Muslim).

5.Larangan atas wanita untuk keluar rumah, kecuali dengan seizin suaminya.
Wanita (istri) haram keluar rumah tanpa izin suaminya, karena suaminya mempunyai hak-hak atas istrinya itu.

6.Perintah pemisahan (infishâl) antara pria dan wanita.

Perintah ini berlaku untuk kehidupan umum seperti di masjid dan sekolah, juga dalam kehidupan khusus seperti rumah. Islam telah memerintahkan wanita tidak berdesak-desakan dengan pria di jalan atau di pasar (Al-Jauziyah, 1996).

7.Interaksi pria wanita hendaknya merupakan interaksi umum, bukan interaksi khusus.
Interaksi khusus yang tidak dibolehkan ini misalnya saling mengunjungi antara pria dan wanita yang bukan mahram-nya (semisal “apel” dalam kegiatan pacaran), atau pria dan wanita pergi bertamasya bersama.

Selain itu Islam juga menerapkan sanksi hudud yang tegas bagi pezina. Bagi mereka yang belum menikah maka hukumannya adala cambuk 100 kali. Dan bagi mereka yang sudah menikah dihukum rajam hinnga meninggal dunia. Hukuman ini diterapkan guna mencegah terulangnya kemaksiatan tersebut juga sebagai penebus dosa mereka yang berzina.

Inilah sejatinya aturan yang dapat mengentaskan berbagai problematika mengenai pergaulan manusia, yang sudah seharusnya diatur dengan aturan Sang Kholiq yang hanya bisa diterapkan oleh institusi negara yang mengemban ideologi Islam sebagai asasnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *