Sulitnya Mewujudkan Generasi Emas dalam Sistem Pendidikan Kapitalis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Sulitnya Mewujudkan Generasi Emas dalam Sistem Pendidikan Kapitalis

Rudi Harianto

Praktisi Pendidikan

Berganti-gantinya kurikulum pendidikan di negeri ini, tidak linier dengan kualitas generasi yang semakin amburadul. Fakta dilapangan menunjukan bahwa banyak generasi saat ini memiliki masalah serius. Mulai dari kriminalitas, melakukan pembunuhan, perkelahian, penganiayaan, pelaporan terhadap guru, fenomena klitih, begal, tindakan asusila dan sejenisnya. Belum lagi masalah bullying, kesehatan mental hingga tingginya angka bunuh diri. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa kurikulum yang saat ini diimplementasikan tidak tepat dan bermasalah.

Kurikulum pendidikan berdasarkan sekularisme, kapitalisme adalah akar masalahnya. Faham sekulerisme menjadikan agama terpisah dari kehidupan, berakibat pada keimanan dan ketaqwaan tidak diajarkan di sekolah dikarenakan masuk dalam urusan masing-masing pribadi. Dampaknya lahirlah generasi yang tidak beradab dan brutal dan memuaskan hawa nafsunya tanpa dibatasi oleh syariat (aturan Islam). Lebih dari itu sekularisme juga melahirkan ide kapitalisme yang berorientasi pada materi. Pendidikan yang berasaskan kapitalisme ini amat sangat berbahaya, sebab generasi terus didorong menjadi pekerja untuk menghasilkan uang, tanpa memikirkan masalah umat. Wajarlah pendidikan yang berasakan sekularisme, kapitalisme gagal mencetak generasi emas.

Sangatlah berbeda dengan sistem pendidikan Islam, yang mampu mencetak dan melahirkan generasi sebagai sosok-sosok yang mulia. Terbukti sepanjang penerapan sistem Islam selama 1300 tahun. Lahir sosok Muhammad bin Qasim Ats Tsaqafi, anak muda di masa Bani Umayyah di usia 16 tahun memimpin puluhan ribu pasukan untuk membebaskan Sind dan Multan. Imam Syafi’i seorang mujtahid dan panglima perang, di usia 7 tahun sudah menghafal Al Qur’an, Usia 15 tahun menghafal kitab hadits Al Muwatha’ karya Imam Malik. Muhammad bin Ismail Al Bukhari, penulis kitab hadits paling shahih setelah Al Qur’an. Dan masih banyak contoh generasi mulia muslim lainnya.

Hal ini menunjukan keberhasilan pendidikan Islam dalam mencetak generasi sebagai pilar-pilar pengokoh dan penjaga peradaban bukan generasi yang sakit seperti dalam sistem pendidikan saat ini. Keberhasilan ini ditopang oleh sistem pendidikan yang jelas, matang dan shahih. Syaikh Atha’bin Khalil menjelaskan tujuan pendidikan Islam adalah 1) membentuk kepribadian Islam, 2) menguasai pemikiran Islam dengan handal, 3) menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu dan teknologi), 4) memiliki keterampilan tepat guna dan berdaya guna.

Dengan tujuan seperti ini, maka kurikulum yang dirancang harus sejalan dengan tujuan tersebut. Maka lembaga pendidikan harus membentuk para pelajar berkepribadian Islam, dengan tolak ukur memiliki aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) secara Islam. Aqliyah dan nafsiyah harus selaras. Pembentukan ini bukan perkara mudah dan instan. Untuk menunjang sistem pendidikan Islam, maka metode yang digunakan adalah talqiyan fikriyan yaitu metode pemindahan ilmu kepada seseorang sebagai sebuah pemikiran dengan cara menstransfer hasil penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke otak, kemudian dihubungan dengan informasi sebelumnya yang telah terbukti benar kepastiannya digunakan untuk menginterpretasikan fakta tersebut.

Sistem pendidikan Islam tidak hanya bertumpu pada negara, akan tetapi bersifat menyeluruh. Islam juga mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak-anak dengan akidah dan syariah Islam sejak dini. Rumah adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak. Tak hanya bagi keluarga, masyarakat juga dituntut menjadi tempat real untuk anak-anak belajar dan mengamati penerapan syariat. Islam mensyariatkan amar ma’ruf nahi mungkar serta ta’awun (tolong menolong) menjadi budaya ditengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian, adanya keterpaduan ketiga pilar yakni keluarga, masyarakat dan negara, akan menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas. Dan hal tersebut hanya bisa diwujudkan dalam sistem pendidikan Islam.

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *