Sulitnya Mendaftar Sekolah di Negeri Ini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Susi Tris

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun ke tahun selalu menuai kontroversi. Penerimaan peserta didik baru yang hanya menggunakan kriteria prestasi/nilai akademik (rapor, UN, USBN, dll.) dianggap akan semakin menimbulkan kesenjangan antar sekolah. Akan ada label sekolah negeri favorit dan non favorit. Sekolah favorit dengan fasilitas lebih lengkap dan tenaga pendidik lebih baik dari sekolah lainnya akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi peserta didik yang kemampuan prestasinya tidak terlalu bagus. Belum lagi adanya kecurangan-kecurangan pada sekolah asal yang dengan segala cara berusaha agar peserta didiknya dapat diterima di sekolah favorit. Karena alasan ini maka penerimaan peserta didik baru tidak lagi mutlak menggunakan nilai/prestasi akademik. Jalur prestasi akademik masih tetap ada, namun porsinya dikurangi hingga 25%-30%. Sisanya menggunakan jalur zonasi, jalur afirmasi, prestasi non akademik, perpindahan orang tua/wali, dll.

Sejak tahun lalu Mendikbud sudah menerapkan sistem PPDB dengan jalur zonasi. Banyak pihak termasuk orang tua yang keberatan dengan kebijakan ini. Terlebih pada tahun ajaran 2020/2021 sistem PPDB jalur zonasi menjadikan umur sebagai faktor utama seleksi penerimaan siswa. Penerapan sistem PPDB yang mengutamakan usia lebih tua kini membuat banyak siswa menderita. Dikabarkan seorang siswa terus menerus menangis bahkan tak mau makan lantaran belum mendapatkan sekolah. Bahkan ada anak yang menyesal mengapa usiaya lebih muda yang mengakibatkan dia tidak lolos PPDB tahun ini.Tak sedikit pula orang tua yang harus pontang panting berjuang mencari sekolah yang mau menerima anak mereka. Bahkan ada orang tua yang sudah mencoba mendaftarkan anaknya ke dua belas sekolah dan selalu tergeser dengan yang lebih tua usianya.

Orang tua menilai seleksi PPDB dengan menjadikan usia sebagai faktor utama PPDB tanpa melihat kerja keras dan prestasi siswa sangat tidak adil, diskriminatif dan merugikan siswa. Siswa yang berprestasi tapi usianya muda akan tersingkir dengan yang usianya lebih tua.Tentu saja ini akan menimbulkan preseden buruk bagi orang tua dan siswa. Mereka akan beranggapan tidak perlu pintar, yang penting usianya tua untuk bisa masuk sekolah negeri.

Sengkarut proses PPDB ini akibat lepasnya tanggung jawab pemerintah sebagai institusi yang wajib menyelenggarakan pendidikan. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang mengeluarkan kebijakan. Alih-alih memberikan kemudahan bagi rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang mempersulit rakyatnya dalam memperoleh pendidikan.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan primer yang wajib disediakan negara. Artinya negara wajib memastikan setiap rakyat dapat mengakses pendidikan dimanapun ia berada dengan latar belakang apapun. Islam sebagai sebuah ideologi mempunyai seperangkat sistem yang mampu menunjang penyelenggaraan sistem pendidikan secara mutlak. Dalam Islam, pemerintah hadir sebagai institusi yang berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan yang mudah diakses untuk semua rakyatnya. Tua – muda, kaya atau pun miskin akan mendapatkan pendidikan yang memadai. Alhasil hanya Islam lah yang dapat menyelenggarakan pendidikan yang dengan mudah bisa diperoleh untuk semua rakyatnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *