Suara Pelajar Terganjal SKCK

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dian Anjarwati
(Pegiat Smart Friends Malang)

Pada aksi tolak UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu, ternyata tidak hanya diikuti oleh kalangan mahasiswa. Para pelajar pun turut bergabung pada barisan itu, menyuarakan yang sama. Keikutsertaan para pelajar ini patut diapresiasi, karena dibalik jiwa muda mereka ternyata menyimpan rasa peduli pada masyarakat. Sekalipun hal ini pasti menuai kegelisahan para orang tua dan guru mereka.

Sejumlah petugas Kepolisian melakukan pendataan Pelajar yang terjaring razia di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/10/2020), sebanyak 23 pelajar yang akan mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta diamankan.

Sementara itu, sebanyak 230 orang – sekitar 85% dari mereka adalah pelajar SMA dan SMP – diamankan oleh Polresta Tangerang selama demonstrasi menolak UU Cipta Kerja sejak pekan lalu hingga kemarin, Selasa (13/10). Mereka diamankan saat akan bertolak mengikuti aksi demonstrasi di ibu kota Jakarta (bbc.com 15/10).

Akhirnya Kepolisian mengeluarkan kebijakan bahwa akan mempersulit pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para pelajar yang terbukti melanggar hukum dalam demonstrasi anti-UU Cipta Kerja. Hal ini sempat dikritik sejumlah pihak. Kepolisian mengklaim kebijakan itu akan ditempuh untuk memberikan “efek jera” kepada para pelajar tersebut.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan munculnya narasi ancaman pihak Kepolisian dan Pemerintah terkait wacana pemberian catatan buruk atau kriminal di Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi pelajar yang tertangkap melakukan aksi demonstrasi.

Hal itu dikhawatirkan akan menyulitkan anak mendapatkan pekerjaan di masa depan. Apalagi banyak di antara mereka belum sempat unjuk rasa tetapi sudah diamankan oleh pihak kepolisian sebelum tiba di lokasi demo.

Anak-anak tersebut tidak melakukan tindakan pidana, hak mereka mendapatkan SKCK tidak boleh dihambat oleh Kepolisian. Anak-anak yang tidak melakukan perbuatan pidana, tidak boleh mendapatkan catatan kriminal karena alasan mereka pernah ikut serta berpendapat dalam suatu aksi demo. Hal itu diungkapkan Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan dalam keterangan persnya, Rabu (14/10/2020).

“Usia yang masih anak, memang mudah sekali diprovokasi ikut demo oleh kelompoknya sebagai bentuk solidaritas. Mereka kerap tak mengerti bahaya, namun mereka tak memiliki niat jahat untuk berbuat onar, hanya ikut-ikutan, oleh karena itu, mereka seharusnya tidak dicatat telah berbuat kriminal. Mereka bahkan diamankan kepolisian sebelum tiba di lokasi demo yang dituju,” tulis Retno (beritasatu.co 14/10).

Arahkan Potensi Pelajar

Motivasi para pelajar yang ikut dalam aksi demo tersebut adalah sekadar untuk meramaikan aksi menolak UU Cipta Kerja. Bahkan mereka yang ditangkap banyak tidak mengerti apa yang mereka mau perjuangkan dalam demo.

Miris sekali melihat mental para pelajar ini. Sangat disayangkan suara mereka yang seharusnya mendapat perhatian karena sama-sama warga negara harus terpinggir hanya kerena belum pahamnya pada persoalan. Selama ini pelajar hanya diminta belajar untuk memenuhi tuntutan nilai, dan bersenang-senang mengikuti hal yang sedang viral.

Sejatinya, para pemuda termasuk pelajar ini jika diarahkan dengan benar adalah potensi besar bagi setiap bangsa. Karena ditangan mereka nasib sebuah bangsa ditentukan. Mengapa pemuda? Karena seorang pemuda, pasti memiliki fisik yang kuat, ada keinginan yang kuat (idealisme) dalam dirinya, kecerdasan berpikir (intelektualitas), lalu semangat dan keberanian mereka tidak diragukan lagi.

Sebagai generasi penerus, tentunya kita semua harus mengenali potensi besar dalam diri mereka. Karena dari potensi yang dipunyai generasi muda, tersimpan peran besar. Menjadi orang yang hidup dalam sistem yang rusak ini, tentunya mulai berpikir apa yang harus dirubah agar sistem hidup yang dipakai adalah sistem yang hakiki. Anak muda adalah agent of change. Mental sebagai generasi penerus ini pun harus terus dibangun, dengan cara menyadarkan bahwa mereka adalah Iron Stock , maka tergambarlah akan bagaimana mengisi masa muda mereka.

Butuh Keteladanan Hakiki

Masa depan umat berharap pada pemuda. Dengan kualitas pemuda hari ini yang penuh ketaatan, pasti cerahlah masa depan suatu kaum. Namun, kondisi kaum muda hari ini yang buruk, maka suramlah nasib bangsa tersebut di kemudian hari.

Karena itulah Nabi Saw. mengingatkan kaum Muslim untuk menjaga masa muda mereka sebaik-baiknya:

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ…

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu…” (HR al-Baihaqi)

Sistem Islam yang berasas pada Aqidah Islam yang menitikberatkan pada ketaatan dan penghisaban berhasil membentuk kepribadian generasi muda. Menghasilkan pemuda tidak hanya memiliki kecerdasan berpikir, namun diperkaya dengan pola sikap yang luhur. Standar jelas sesuai hukum syariat membuat pemuda muslim mampu mengarahkan tiap perbuatan hanya untuk kemaslahatan umat, tidak sekadar ikut-ikutan. Walhasil banyak pemuda muslim mencatatkan namanya pada peradaban.

Sejarah emas Islam mencatat banyak pemuda yang harum namanya karena memuliakan Islam. Sejak Generasi Sahabat hingga Sultan Muhammad al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel yang menjadi gerbang tersebarnya Islam ke Eropa. Kejayaan Islam banyak digerakkan oleh barisan kaum muda.

Para ulama salafush-shalih mendidik kaum tunas muda ini agar kelak muncul generasi penerus umat. Mereka paham, menyia-nyiakan pembinaan kaum muda sama artinya dengan merencanakan kehancuran suatu bangsa.

Maka membentuk pemuda adalah tanggung jawab bersama. Bukan melalui ancaman atau kekhawatiran berlebihan, tapi pendidikan yang bisa membentuk mereka menjadi pribadi kokoh demi kemajuan bangsa. Dukung terus pemuda kita. Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *