Solusi Tuntas Problem Perempuan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Salman (pemerhati masalah sosial dan aktivis dakwah)

 

Dalam perjalanannya kaum perempuan kerap menjadi sorotan, bukan hanya karena statusnya sebagai seorang yang dipimpin dan wajib untuk dilindungi tapi juga banyaknya problem yang menimpa perempuan saat ini.

Berbagai masalah dan problematika  seolah tak kunjung usai, tentu hal ini menarik perhatian sebagian orang untuk membahasnya dalam rangka ingin mencari “solusi tuntas” bagi kehidupan perempuan, dengan harapan mampu “mengeluarkan” mereka dari potret kehidupan buram saat ini menuju kehidupan bahagia dan penuh makna.

Dikutip dari JAKARTA,KOMPAS.com- menurut menteri keuangan Sri Mulyani masih banyak negara termasuk indonesia sendiri yang menempatkan posisi perempuan pada posisi yang tidak jelas bagi mereka. Menurutnya pula, bahkan ada 150 negara di dunia saat ini yang aturannya justeru membuat susah kehidupan perempuan. Jika dilihat dari sisi norma nilai-nilai, kebiasaan budaya dan agama posisi perempuan masih tidak selalu dalam kondisi yang jelas, Minggu, 20 Desember 2020.

Kondisi miris yang menimpa para perempuan saat ini sebenarnya tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme/liberalisme yang menjadikan asas manfaat sebagai pertimbangan bagi mereka dalam menetapkan suatu peraturan termasuk dalam hal ini yang berhubungan erat dengan kehidupan perempuan.

Begitupun solusi-solusi yang ditawarkan cenderung melahirkan kedzaliman serta eksploitasi bagi kehidupan perempuan dewasa ini.

Hal ini dapat kita lihat dari dampak kesulitan perekonomian akibat sistem kapitalisme yang penguasaan milik umum dikuasai oleh para korporasi sehingga terjadi kemiskinan yang seharusnya dalam hal ini perempuan mendapat perlindungan dan jaminan nafkah tapi justeru perempuan “digiring” untuk menjadi tonggak penggerak kesejahteraan bagi keluarga mereka.

Belum lagi dalam prakteknya mereka kerap menjadi korban eksploitasi, kekerasan, gaji yang tidak mencukupi kebutuhan serta perlakuan yang kerap tidak manusiawi terutama bagi mereka yang dengan terpaksa menjadi Tenaga Kerja Wanita di negeri orang.

Perempuan juga masih kerap  menjadi bulan-bulanan dalam rumah tangga yang terhimpit beban ekonomi yang sangat berat, hingga kasus pembunuhan suami terhadap isteri masih kadang mencuat dalam pemberitaan sehari-hari di beberapa media massa, sungguh membuat hati siapapun terenyuh dan pilu pada kenyataan ini.

Belum lagi saat ini solusi yang ditawarkan bagi problematika kompleks mereka masih cenderung menghasilkan masalah baru, karena solusi tersebut hanya bersumber dari akal manusia yang terbatas dan sangat jauh dari wahyu sang pencipta, sebut saja ketika perempuan harus bekerja keluar rumah karena terpaksa akibat beban ekonomi yang menghimpit, maka dengan sendirinya mereka akan meninggalkan kewajiban utama mereka sebagai ibu dan pencetak generasi terbaik.

Karenanya hari ini banyak kita lihat generasi yang kehilangan jati diri, cenderung berguru pada lingkungan, hingga “melahirkan” seks bebas, narkoba, pelaku ataupun korban pembunuhan, tawuran di kalangan remaja dan sederet perilaku minus lainnya.

Semua hal ini terjadi karena solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme adalah solusi tambal sulam yang cenderung melahirkan problematika baru.

Firman Allah Swt :

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ {٥۰}

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? [TQS. Al maidah (5) :  50]”

Pertimbangan syar’i dalam memutuskan aktivitas utama yang harus mereka lakoni seolah hilang tergerus oleh keadaan, belum lagi minimnya pemahaman mereka sebagai seorang wanita yang memiliki tuntutan agar menjadi seorang muslimah yang menghiasi hidupnya dengan peran keibuan serta terikat dengan segala aturan Allah Swt masih kerap diabaikan oleh banyak kaum perempuan saat ini.

Hal tersebut tidak lepas dari minimnya pemahaman mereka terhadap agama, mereka mengira agama hanyalah ranah pribadi yang tidak mampu menjadi solusi tuntas bagi permasalahan hidup mereka dan keluarga mereka.

Sehingga dominannya mereka masih menjadikan kapitalisme sekular dalam mengambil solusi kehidupan sebagai sebuah pandangan hidup yang diyakini memberi solusi atas permasalahan mereka, meski pada faktanya harapan kerap jauh dari kenyataan.

Di dalam islam, kesejahteraan merupakan standar yang wajib dipenuhi oleh negara dalam mengurusi urusan rakyat yang menjadi tanggungannya, hal ini dapat kita lihat dari terpenuhinya potensi yang ada pada masing-masing individu dengan optimal.

Dalam hal ini termasuk di dalamnya terpenuhinya kebutuhan pokok (kebutuhan dasar) seperti pangan, sandang,  papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan termasuk agama yang sejatinya adalah tuntunan bagi setiap manusia dalam mengarungi samudera kehidupan.

Demikian pula dengan kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Kesemuanya akan dipastikan pemenuhannya oleh khalifah sebagaimana sabda Rasulullah saw :

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Kebutuhan tidak hanya mutlak pada pangan, sandang dan papan, tetapi juga segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan pokok tersebut, seperti adanya dapur, gas, minyak, kayu bakar, begitu juga dengan adanya rak piring, lemari makan, meja makan, kompor, panci dan seterusnya.

Adapun kebutuhan sandang (pakaian) termasuk juga yang dimaksud adalah segala sesuatu yang menyertainya seperti alat hias, bedak, celak, lemari pakaian, cermin dan lain sebagainya.

Sedangkan tempat tinggal (papan) adalah segala hal yang berhubungan dengan tempat tinggal seperti rumah, tempat tidur, perabot rumah, meja, karpet, kursi, kipas dan lain-lain.

Pemenuhan kebutuhan pokok tadi di dalam islam telah diatur dengan jelas pada ketentuan asy-syar’i yaitu Allah swt, yakni diwujudkan dalam bentuk pengaturan yang jelas dengan mewajibkan seluruh laki-laki dewasa yang sehat jasmani dan rohaninya untuk memberi nafkah kepada diri dan keluarganya termasuk para perempuan yang menjadi tanggungannya.

Dengan demikian perempuan tidak wajib juga tidak terpaksa harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebab telah ditentukan penanggung nafkahnya.

Firman Allah Swt :

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُون {٤٩}

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik [TQS. Al-maidah (5) : 49]

Adapun jika kerabat laki-laki penanggungnya tidak mampu bekerja, maka kerabat lain yang akan menanggungnya, jika tidak mampu karena miskin dan alasan syar’i lainnya maka negara yang berfungsi sebagai pengurus urusan rakyatnya wajib mengurusi rakyatnya yang miskin tersebut serta kaum muslim lainnya wajib peduli terhadapnya.

Karena itu, hanya sistem khilafah yang mampu menjaga peran, status dan hak-hak perempuan dalam kehidupan dan masyarakat. Hal ini telah nyata dibuktikan oleh sejarah kejayaan islam dalam mensejahterakan seluruh rakyatnya, muslim maupun non muslim, perempuan maupun laki-laki, anak-anak, orang tua, si miskin juga si kaya tentunya.

 

Dalam sistem ekonominya, khilafah islam memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur kepemilikan kekayaan negara sesuai syariat Islam.

Ada kepemilikan bagi individu, umum dan negara yang semua akan diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat yang berada dalam tanggungannya. Pengaturan tersebut kemudian akan masuk dalam Baitul Mal yang menjadi pusat kekayaan khilafah.

Hal ini dalam rangka menjamin kehidupan per-individu rakyat agar benar-benar dipastikan mendapatkan sandang, pangan dan papan. Serta  dalam rangka mewujudkan jaminan bagi rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, industri, infrastruktur dan lain sebagainya.

Khilafah juga akan menghilangkan dan mencegah eksploitasi serta perbudakan versi modern bagi perempuan, mengentaskan kemiskinan serta mewujudkan kesejahteraan ekonomi. Memastikan jaminan kebutuhan bagi perempuan dan seluruh rakyatnya terpenuhi dengan baik.

Dengan demikian, syari’at islam akan mendatangkan maslahat serta menjauhkan mudharat bagi seluruh perempuan juga umat manusia pada umumnya.

Wallaahu alam bishshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *