Solusi Tuntas Masalah Korupsi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Zamsinar, S.Pi (Pemerhati Masalah Sosial Tinanggea, Sulawesi Tenggara)

Korupsi atau rasuah adalah tindakan pejabat pablik , baik politisi maupun pegawai Negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang secara tidak wajar  dan tidak legal tersebut. Menyalahgunakan kepercayaan pablik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Korupsi menjadi semakin popular  ketika memasuki era reformasi  karena begitu banyak pejabat pablik tersandung kasus korupsi dan harus dimeja hijaukan.  Dengan era keterbukaan saat ini, publikasi tentang korupsi semakin mendapat ruang pemberitaan baik melalui media elektronik, surat kabar dan internet, hal ini sesungguhnya sangat menguntungkan bagi masyarakat karena dapat secara langsung melakukan pengawasan terhadap penangana korupsi, namun berhasil tidaknya penanganan korupsi sangat tergantung pada komitmen dan kemauan politik (Political Will) segenap aparat penegak hukum  yang bertanggung jawab menanganinya.

Seperti yang dilansir Tempo.co (17/12/2019),  Komisi pemberantasan korupsi (KPK)   telah melakukan  87 operasi  Tangkap Tangan (OTT) selama 4 tahun terakhir , adapun rincian OTT yang dilakukan KPK selama empat tahun terakhir ; tahun 2016 jumlah OTT :17 tersangka 15 orang, tahun 2017 jumlah OTT 19 tersangka 72, tahun 2018 Jumlah OTT 30 tersangka 121 dan tahun 2019 jumlah OTT 21 tersangka 76.

Pun menurut  Wakil Ketua  KPK Saud Situmorang, Selama empat tahun  ini, ada 608 tersangka  yang kami tangani  dalam berbagai modus.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa korupsi di negeri  ini terus meningkat.

Akar Masalah Terjadinya Korupsi

Persoalan korupsi bukanlah persoalan sederhana yang semata-mata disebabkan ketamakan individu. Ketamakan individu hanyalah salah satu faktor ketika gaya hidup materialisme yang semata-mata mengejar kesenangan duniawi telah menyingkirkan keimanan dari dada, persoalan korupsi saat ini telah menjadi p ersoalan yang sistemik yang sulit untuk dihindari.

Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo,  menilai  tingginya biaya politik menjadi salah satu penyebab demokerasi  Indonesia procedural dan transaksional. Untuk menjadi seorang bupati harus mengeluarkan uang puluhan miliar dan menjadi  Gubernur ratusan miliar. (Detiknews 17/12/2019).

Hampir Senada dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan Menilai salah satu masalah pelik Indonesia  sampai saat ini yakni korupsi masih merajalela.  Masih banyaknya perilaku koruptif itu, berkaitan erat dengan system Demokerasi yang berbiaya tinggi (Detik.com 17/12/2019).

penerapan sistem sekuler , memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan politik kering dari nilai-nilai agama. Orientasi pejabat bukan lagi amanah Allah dan ibadah melainkan keuntungan dunia, sekularisme juga menjadikan demokerasi sebagai sistem politik dan pemerintahan, dengan sistem politik demokerasi sekuler  ini mampu mengubah seorang pejabat menjadi penjahat dalam sekejab

pejabat dipilih rakyat melalui serangkaian pemilihan  : pilkada dan pemilu, yang membutuhkan biaya besar. Maka tak heran, setelah menjadi pejabat  mereka akan berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan, baik untuk dirinya maupun untuk partai pengusungnya.  Disisi lain, penegakan hukum atas koruptor sangat lemah, yang sekaligus juga membuktikan bahwa keburukan sistem demokerasi sebagai sistem buatan manusia.

sebagai institusi independen untuk pemberantasan korupsi, pemimpin KPK, mekanisme kerja dan wewenangnya, ditetapkan oleh DPR sebagai wakil rakyat, padahal KPK bertugas untuk memberantas  korupsi intitusi-institusi Negara, termasuk DPR. Begitu pula di revisi UU KPK, yang menetapkan bahwa untuk menyadap dan  menggelah terduga korupsi, KPK harus mendapat izin Dewan Pengawas . Dewan pengawas ini diangkat oleh DPR yang menjadi salah satu objek penyelidikan korupsi, dan satu hal yang sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak kepentingan yang saling menyadera dalam proses pengungkapan  korupsi, ditambah lagi dengan ringannya hukuman yang diterima koruptor tidak  sebanding  dengan uang yang dikorupsi dan tidak ada efek jerah , jangankan mencegah orang melakukan korupsi,  koruptor yang telah dihukumpun tidak jerah untuk kembali melakukan korupsi. itulah sebabnya korupsi terus berkembang di negeri ini.

Islam Menyelesaikan Korupsi Secara Tuntas

Korupsi merupakan tindakan kriminal, korupsi tidak termasuk mencuri dalam pengertian syariah, maka kejahatan ini tidak termasuk dalam kategori hudud, tetapi masuk dalam wilayah ta’zir yaitu kejahatan yang sanksinya diserahkan kepada ijtihad hakim.

Islam merupakan agama yang sempurna, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk urusan pemerintahan.  Dalam Alqur’an , hadist dan fiqih Islam,pemerintahan Islam dikenal dengan istilah khilafah.  Dalam pandangan Islam kekuasaan ada ditangan rakyat dan kedaulatan ada pada Allah SWT  (Alqur’an dan Hadist) artinya kepala Negara (Khalifah yang diangkat berdasarkan ridha dan pilihan rakyat  adalah mereka yang mendapatkan kepercayaan dari rakyat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Alqur’an  dan Hadist, begitupula pejabat – pejabat yang diangkat juga untuk melaksanakan pemerintahan berdasarkan kitabullah  dan sunnah rosulullah-NYA

Dalam pemerintahan Islam pengangkatan kepala Daerah dan pemilihan majelis ummah /wilayah berkualitas dan tidak berbiaya tinggi. dalam pemerintahan Islam terdapat larangan keras menerimah harta ghulul yaitu harta yang diperoleh  para wali (gubernur), para Amil (kepala daerah/walikota/bupati) dan para pegawai Negara dengan cara yang tidak syar’I baik yang diperoleh dari harta milik Negara maupun harta milik masyarakat, pejabat akan memperoleh gaji atau tunjangan.  Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaan seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang : korupsi, suap, markup anggaran dan lain-lain. (Abdul Qodim Zallum, Al Amwal Fi Daulah Khilafah, Hal.118 – 121) , harta yang diperoleh dengan cara ghulul tidak bias dimiliki dan haram hukumnya.

Adapun aturan yang diterapkan dalam kepemimpinan Islam , untuk mencegah korupsi/kecurangan/ suap adalah sebagai berikut :

Badan Pengawasan/ pemeriksa keuangan ; untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari badan pengawasan/pemeriksa keuangan. dutambah lagi keimanan yang kokoh akan menjadikan seorang pejabat  dalam melaksanakan tugasnya  selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, Firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid  ayat 4 :”Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada, dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan

Gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan  primer, sekunder bahkan tersier.

Ketakwaan individu : Dalam pengangkatan pejabat / pegawai Negara, khilafah menetapkan syarat  takwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas,

Amanah : dalam pemerintahan Islam setiap pejabat setiap pejabat / pegawai wajib memenuhi syarat amanah yaitu wajib melaksanakan seluruh tugas-tugas  yang menjadi tanggung   jawabnya .  Berkaitan dengan harta,

Penerapan aturan haramnya korupsi dan sanksi yang keras .  Khilafah juga menetapkan aturan haramnya korupsi/suap/kecurangan. Hukuman yang keras bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.

Pemberantasan korupsi akan sangat sulit dilakukan jika sistem yang digunakan masih sistem yang ada sekarang. Oleh karena itu hanya dengan penerapan sistem Islamlah yang dapat membawa ummat kepada keberkahan dan kesejahteraan.   Wallahu ‘\a’lam bi ash shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *