Solusi dari Bahaya Perempuan dan Anak dalam Sekulerisme 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Solusi dari Bahaya Perempuan dan Anak dalam Sekulerisme 

Oleh Darni Salamah

 (Aktivis Muslimah)

 

Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia seakan-akan menjadi penyakit kronis yang tak pernah sembuh. Seiring waktu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tampaknya semakin bertambah. Seperti baru-baru ini terjadi, kasus mutilasi yang lagi-lagi kembali terulang. Seorang perempuan yang merupakan eks aktivis Wahana Lingkungan Hidup (walhi) ditemukan tak bernyawa dengan kondisi termutilasi di salah satu tempat indekos di Depok. Tindakan amoral tersebut ternyata dilakukan oleh kekasihnya yang telah beristri. (beritasatu.com, 07/01/2022)

Di tempat berbeda, seorang anak di Binjai yang berusia 12 tahun tengah hamil 8 bulan akibat mendapat kekerasan seksual yang dialaminya. Menteri PPPA, Bintang Puspayoga juga mengunjungi korban. Beliau mendorong pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan terbaik bagi korban. (kemenpppa.go.id, 06/01/2022)

Sementara itu, masyarakat Indonesia juga digegerkan dengan kasus penculikan seorang anak yang bernama Malika. Satu bulan lamanya, ia disekap oleh pelaku Iwan Sumarno (42) selama satu bulan. Korban dijadikan pemulung siang malam dan kerap kali dimarahi hingga dipukuli oleh pelaku. (detik.com, 04/01/2022)

Kasus tersebut menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Berdasarkan Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sepanjang 2019-2022 bahkan terjadi peningkatan kasus kekerasan kepada perempuan dan anak. Dari kasus yang terjadi, menunjukkan adanya ancaman bahaya kepada perempuan dan anak. Bahkan tak jarang banyaknya anak perempuan yang mendapat perlakuan sangat keji hingga mendapat kekerasan seksual.

Hal tersebut akan terus berulang. Sebab, hukum yang ada tak pernah membuat jera para pelaku. Hingga saat ini hukuman yang diterima pelaku hanya sebatas kurungan penjara saja. Sementara korban, seumur hidup menanggung trauma.

Hukum yang ada menunjukkan mandulnya perlindungan terhadap perempuan dan anak serta tak mampu memunculkan pencegahan tindak kejahatan. Hal ini bisa dipahami karena regulasi yang ada lahir dari hukum yang dibuat manusia dengan sistem hukum yang tak pernah membuat jera. Ditambah lagi dengan rusaknya kepribadian manusia akibat penerapan sistem sekuler.

Selama hukum sekuler masih diterapkan. Perempuan dan anak-anak tidak akan pernah merasa aman dan dilindungi bahkan tak pernah memiliki nilai. Berbeda dengan sistem Islam, perempuan dan anak hanya akan aman dalam naungan syariat Islam, yang memiliki aturan yang yang mampu menimbulkan efek jera sebab mekanismenya berasal dari aturan Allah.

Islam memberi nilai tak terhingga kepada perempuan dan anak-anak. Penjagaan Islam terhadap perempuan berupa hukum pakaian, wali, mahram, waris, juga segala hukum yang mengatur fungsi ibu dan pengatur rumah tangga (meliputi jaminan nafkah,

Hadhanah (pengasuhan). Pelaksanaan hukum-hukum tersebut akan sempurna apabila terdapat peran negara dalam menjalankan sistem yang sesuai syariat Allah.

Oleh sebab itu, solusi mengeluarkan perempuan dan anak-anak dari kekerasan, bukan hanya pada revisi undang-undang perlindungan perempuan dan anak-anak juga penyembuhan trauma akibat perlakuan kekerasaan saja. Namun, solusinya terdapat pada penerapan aturan Islam yang memiliki visi penjagaan serta perlindungan bagi perempuan dan anak-anak. Hal itulah yang seharusnya menjadikan pembuktian terhadap kita, berpihak pada hukum Allah yang hakiki ataukah hukum sekuler?

Wallahualam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *