Oleh: Endah Husna
Permasalahan remaja kian pelik saja, ditengah wabah Covid-19 yang kian menggila penyebarannya, kian liar penularannya, para remaja bak dunia milik berdua,” wabah tak akan mengahampiri kita”. Seperti itu kurang lebih. Karena aktifitas pacaran juga masih banyak kita jumpai di tempat-tempat keramaian. Aktifitas yang perlu dipikirkan ulang, utamanya oleh para remaja yang ingin selamat dunia dan akhirat.
Sebagaimana berita yang ditayangkan oleh RadarSurabaya pada 06 Juni 2020, Telah ditemukan jasad Siswi salah satu SMK di Kecamatan Gresik berinisial UN(18), yang mengakhiri hidupnya pada Jumat (5/6) dengan jalan bunuh diri. Warga Jalan Akim Kayat, Kelurahan Sukorame, Kecamatan Gresik, ini ditemukan gantung diri di lantai II kamarnya sekitar pukul 16.30 hari Jumat, karena masalah asmara. Pada saat bersamaan, disekitar jenazah ditemukan sebungkus plastik minuman serta sebuah HandPhone.
Kapolsek Gresik, AKP Inggit Prasetyanto mengatakan, korban nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di atas ventilasi pintu. “Kami menduga korban sudah satu jam tergantung sebelum akhirnya ditemukan bapaknya yang bekerja sebagain penjual bakso keliling, ibunya juga sudah lama meninggal.” kata Inggit.
Astaghfirullah, permasalahan asmara membuatnya gelap mata. Hingga bunuh diri menjadi pilihannya. Sungguh tragis dan miris, perjalanan yang seharusnya masih panjang, dipilih dengan mengakhirinya dengan jalan yang tak wajar. Pikiran sempit produk pendidikan sekarang sebenarnya turut andil dalam segala keputusan yang diambil para remaja saat ini. Mudah stres akibat dari pola pendidikan di sekolah maupun dirumah, yang menekan, yang sifatnya doktrin, membuat mereka mudah capek secara pemikiran. Hingga berujung kepada mudahnya remaja stres, acuh terhadap nasihat guru bahkan orangtua.
Apalagi ditengah pandemi seperti ini, dari sekolah semua mata pelajaran dikirim lewat HP(HandPhone), alat komunikasi yang bisa menjadi pisau atau HP sesungguhnya, tergantung siapa penggunanya. Menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama untuk berusaha mencari tahu akar masalah anak generasi kita. Sekian tahun sudah mengenyam pendidikan, tapi kenapa pemikiran para remaja masih seperti anak kecil, yang belum paham apa akibat dari semua perbuatan yang akan dilakukan, berbahaya atau tidak, terpuji atau tidak, bahkan diRidhai oleh Allah SWT atau tidak
Sekolah ditengah wabah, memang membutuhkan peran orangtua yang lebih besar. Karena banyak ibu- ibu yang bercerita demikian. Mata pelajaran difoto oleh guru, lalu dikirim ke anak siswa, lalu silahkan kerjakan. Orangtua mana yang tidak kelabakan jika benar- benar gagap baik dari pengoperasian HP maupun mata pelajaranya. Yang akhirnya menuntut orangtua untuk ikut belajar, dan jadi terbongkar apa yang selama ini diajarkan. Meskipun sudah banyak orangtua juga yang sudah tahu tentunya, anaknya diajarkan apa disekolah. Karena pertimbangan biaya, sekolah yang tak sesuai harapanpun tak mengapa dilamar, yang penting anak punya Surat Lulus sebagai bekal mencari lapangan pekerjaan yang berbasis okol bukan akal, alias tenaga kasarnya bukan tenaga ahlinya.
Yakni pendidikan Sekuler, yang telah merasuk dalam diri siswa mulai dari tingkat terendah hingga Perguruan tinggi. Yakni pendidikan yang mengajarkan memisahkan semua mata pelajaran dari aturan Allah SWT. Hingga keberadaan Iman kepada Allah SWT sebagai pengendali terkuat bagi para siswa, terkikis, bahkan hilang hingga menumbuhkan rasa takutnya pada manusia saja. Bahkan tidak ada yang ditakuti lagi.
Ditambah semakin derasnya informasi dan konten-konten sampah yang masuk diHP para remaja saat ini, yang seolah wajib punya HP, karena sekolah semua lewat online. Membuat remaja sering tidak fokus mengerjakan pelajaran sekolah, tapi malah terlena dengan berbagai permainan di aplikasi Gamenya, hingga menonton berbagai sajian dari Youtube, yang tidak kalah serunya. Yang akhirnya, tidak belajar, juga tidak mau makan, tidak mau mandi, hingga tidak mau beribadah kepada Allah SWT. Yang berujung kepada kecanduan Gadget tingkat tinggi, hingga stres berlebih dengan ditandai mudah marah dan cuek dengan kondisi sekitar.
Bagaimana pandangan Islam sebagai Agama Universal bagi seluruh manusia dalam hal pendidikan? Yakni dengan menyelesaikan akar masalahnya, yakni mengganti aturan pendidikan dari sekuler menjadi pendidikan Islam yang membawa Rahmat bagi seluruh pelajar bahkan pada jajaran Pendidik hingga para orangtua. Karena sifat Islam yang membawa Rahmat kepada seluruh Alam. Dengan menanamkan Aqidah pada jenjang pendidikan dasar, akan membuat kokoh jiwa dan sikap yang dihasilkan dari pendidikan ini. Yakni kokohnya keimanan mereka kepada adanya Allah SWT, keyakinan bahwa di dunia ini hidup untuk beribadah kepada Allah SWT, juga memahami bahwa segala tingkah lakunya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Baik saat pandemi maupun tidak, baik ada manusia lain atau tidak, baik yang sembunyi-sembunyi maupun yang terang-terangan. Semua mata pelajaran dikaitkan dengan Allah Sang Pencipta dan Pengatur. Hingga kecerdasannya bisa melejit maksimal karena arah pandang belajarnya adalah untuk belajar, bukan yang lain. Serta di iringi doa memohon Ridha dan kecerdasan agar bisa menjadi penerus peradaban.
Peradaban yang tangguh, peradaban yang memuliakan manusia. Yakni dengan mewujudkan Khilafah sebagai penyelenggara Pendidikan berbasis Islam, jaminan biaya ringan bahkan memungkinkan gratis. Inilah solusi yang sudah kita temukan. Mari sambut dengan uluran tangan, meraih seruan dakwah sebagai bukti cinta kita menyelamatkan Negeri yang kita cintai ini, dengan turut berkontribusi memperbaiki aturan Kapitalis menjadi aturan Islam.
Wallahu a’lam biasshawab.