Oleh Aisyah Yusuf (Pendidik Generasi dan Aktivis Subang)
Sebuah kesalahan yang dilakukan berulang-ulang, sehingga lama kelamaan kesalahan itu nampak biasa dan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sebuah kebohongan yang disampaikan secara terus menerus akan tampak sebagai sebuah kebenaran.
Begitupun dengan kemaksiatan yang dilakukan tanpa adanya sanksi yang tegas, maka akan terus melahirkan tindakan-tindakan serupa. Sebagaimana akhir-akhir ini, banyak tindakan-tindakan asusila yang dilakukan.
Baru-baru ini misalnya, terjadi tindakan asusila yang dilakukan oleh seorang Dosen terhadap mahasiswinya di sebuah perguruan tinggi (Liputan6.com 07/12/2021).
Tidak berselang lama, masyarakat pun dihebohkan dengan seorang guru agama yang memperkosa 12 santriwati, bahkan sampai hamil.(new.detik.com 09/12/2021).
Berdasarkan data yang dimiliki kemenPPPA, kekerasan pada anak di 2019 sebanyak 11.057 kasus, pada 2020 sebanyak 11.279 kasus dan hingga november tahun 2021 sebanyak 12.556 kasus. Kasus yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sebanyak 18 persen (cnnindonesia.com, 09/12/2021)
Data di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun selalu meningkat, yang disebabkan tidak adanya penanggulan secara signifikan.
Penyebab munculnya kasus tersebut, adalah
Pertama, karena hilangnya Iman dan taqwa yang ada pada individu, sehingga ketika mereka berbuat tanpa berpikir atau memperhatikan bahwa perbuatannya tersebut ada yang melihat dan akan dimintai pertanggung jawaban.
Kedua, adalah paham liberalisme yang diusung dalam sistem ini (sekuler-kapitalis), sehingga melahirkan individu-individu yang serba bebas, atau permisif yakni serba boleh.
Dengan demikian setiap individu berbuat sekehendaknya tanpa memperhatikan norma-norma terlebih lagi norma agama.
Ketiga, lost controling dari masyarakat, atau tidak adanya kontrol masyarakat.
Individu dibiarkan melakukan perbuatan apapun itu sekalipun maksiat tanpa adanya amar makruf dari masyarakat. Dan dari pembiaran ini melahirkan perbuatan-perbuatan yang serupa. Seperti yang terjadi pada kasus pemerkosa di Bandung.
Dalam hal ini kita tidak boleh menyalahkan Islamnya ketika menyaksikan kasus-kasus di atas.
Karena Islam adalah agama yang sangat memuliakan wanita, bagaimana Islam sangat menjaga dan melindungi kehormatan wanita. Lantas dengan cara apa Islam memuliakan wanita?
Pertama, Islam akan menanamkan Aqidah dalam setiap individunya, sehingga keimanan dan ketaqwaan akan tertanam dalam Individu, mereka akan senantiasa merasa diawasi dalam berbuat. Maka dalam hal ini Islam menegaskan, tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita, namun yang membedakan itu ketaqwaannya.
Kedua, Islam memiliki aturan yang sempurna dan paripurna, termasuk di dalamnya aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana firman Allah Swt. ”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur [24] : 30).
Dengan begitu Allah memerintahkan kepada setiap lelaki untuk memelihara pandangannya dari bukan mahrom.
Selain itupun Islam mengatur para wanitanya untuk menutup aurat.
Aurat adalah bagian tubuh yang haram dilihat sehingga harus ditutupi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Wahai Asma! Sesungguhnya wanita apabila sudah baligh, tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk muka dan telapak tangan.” (HR. Abu Daud).
Selain itu, Islam telah membagi wanita dalam dua kehidupan.
1. Kehidupan khusus.
Yakni, bila seseorang hendak memasuki wilayah tersebut, maka harus izin terlebih dahulu, misalnya rumah dan kamar. Maka dalam hal ini, boleh menampakkan aurat yang mana perhiasan biasa nampak, dan itupun hanya di hadapan laki-laki yang menjadi mahromnya saja.
2. Kehidupan umum.
Yakni, bila seseorang memasuki wilayah tersebut, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu misalnya jalan umum, mal, mesjid, pasar dan lain-lain.
Maka dalam hal ini seorang wanita harus menutup auratnya secara sempurna.
Sebagaimana firman Allah Swt.
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. Al- Ahzab :59).
Dengan demikian jelas, Islam mengatur bagaimana seorang perempuan harus berpakaian ketika keluar rumah, yaitu dengan memakai jilbab (baju kurung, longgar, dan tidak menerawang), ditambah dengan kerudung, kaos kaki dan tidak tabaruj.
Demikianlah, Islam mengatur dengan aturan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, sehingga menutup celah-celah kemaksiatan.
Apalagi jika didukung dengan sanksi yang bisa membuat jera para pelaku dan mencegah bagi yang lainnya.
Sebagaimana firman Allah,
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kamu kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (Q.S. An Nur: 2).
Wallahu a’lam bishshawab