Sistem Kapitalisme Gagal Menjamin Pendidikan Generasi Umat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Aen Ummu Fathan (Ibu Pemerhati umat & Member AMK)

Akhir- akhir ini di berbagai media ramai diberitakannya orangtua yang unjukrasa karena anaknya tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan karena terkendala usia. Unjuk rasa tersebut terjadi karena mekanisme pembatasan usia pada sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sehingga menuntut agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membatalkan proses PPDB DKI Jakarta dan mengulang kembali proses penerimaan murid.

Dilansir di media Kompastv orangtua murid terus mempermasalahkan aturan penerimaan siswa baru sistem zonasi, tetapi mengutamakan usia. Padahal penutupan pendaftaran online akan berakhir pada sabtu besok. Protes keras orangtua murid terjadi saat konferensi pers Dinas Pendidikan DKI Jakarta di kantor Disdik DKI, Kuningan Jakarta Selatan jumat pagi (26/06/2020).

Orangtua murid yang diketahui Hotmar Sinaga ini marah karena anaknya yang berusia 14 tahun, gagal masuk ke SMA, karena terlalu muda (kompastv 27/06/2020)

Sistem Kapitalisme Bukan Solusi

Data tersebut sebuah potret nyata kegagalan sistem kapitalis menjamin layanan pendidikan. Pemberlakuan kuota karena terbatasnya kemampuan dalam menyediakan fasilitas pendidikan, melahirkan sistem zonasi, mengantarkan pada beragam kisruh setiap tahunnya dan menelantarkan hak anak umat. Mecari ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki- laki dan muslim perempuan , tapi dalam sistem kapitalis dengan adanya aturan yang mempersulit rakyatnya menjadikan masalah baru dalam dunia pendidikan. Seharusnya memfasilitasi dengan berbagai kemudahan, tetapi malah dipersulit dengan adanya aturan tambahan. Selama sistemnya masih kapitalis sebaik apapun aturan dan rencana untuk memperbaiki kondisi pendidikan negeri ini tidak akan menghasilkan output yang baik bagi kebangkitan umat. Sistem ini menjadikan landasannya sekulerisme yaitu (memisahkan agama dari kehidupan) jadi kebijakan yang ditempuh tidak simpel, dan tidak memudahkan anak didik dalam meraih bangku sekolah. Karena aturan yang disusun tidak berorientasi pada kemajuan generasi umat. Tetapi hanya aturan tambal sulam yang tidak kunjung menjadi solusi tuntas terhadap masalah pendidikan.

Buramnya sistem kapitalis dalam menangani masalah pendidikan menjadi bukti bahwa sistem ini hanya mempertimbangkan materi dan kunci kebahagiaan yang dinilai adalah berlimpah materi.

Pendidikan difokuskan bagaimana nanti anak ketika keluar sekolah mudah mencari kerja, ketika lulus kuliah diterima di perusahaan ternama. Sehingga dalam prosesnya kadang anak terpaku untuk mendapatkan nilai yang tinggi dengan segala cara bahkan dengan cara curang contoh kecil dengan cara menyontek. Sistem kapitalis anak terdorong untuk hidup hedonis. Merasa malu ketika tidak punya hp, merasa malu ketika bawa uang jajan sedikit dan lain-lain . Jadi mau tidak mau karena kebutuhan itu anak terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang.

Banyak yang melakukan perbuatan buruk dilakukan semisal mencuri, memalak. Hal ini demi memenuhi keinginan gaya hidup karena terbentur dengan kondisi orangtua yang tergolong ekonominya menengah kebawah.

Bahkan sebagaimana kita lihat di lapangan dengan sistem kapitalis outputnya banyak anak brutal, bermental preman seperti maraknya tawuran antar sekolah meskipun hanya dipicu karena masalah sepele dengan dalih solidaritas antar teman.
Selain itu sistem kapitalis menghasilkan anak yang tidak berbudi pekerti yang luhur, cenderung tidak beradab dan berani membatah orang tua dan guru, bahkan berani mengkriminalkan mereka ketika merasa dirugikan dengan dipayungi HAM. Inilah potret pendidikan dalam sistem kapitalis.

Islam adalah Solusi

Berbeda dengan sistem kapitalis, di dalam sistem Islam pendidikan diatur oleh pemerintah dengan aturan yang memudahkan tidak dipersulit. Karena di dalam Islam pendidikan, kesehatan, keamanan, menjadi prioritas negara dalam melayani ummat selain kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan. Pendidikan dalam Islam biayanya gratis bersumber dari dana baitul maal. Dalam sistem Islam ketika anak usia dini diberikan pondasi dengan pemahaman akidah Islam sampai anak memahami betul makna hidup di dunia dari mana berasal, di dunia ini untuk apa, akan kemana setelah di dunia manusia kembali serta menjadikan syariat islam sebagai landasan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika usia remaja baru diberikan ilmu terapan seperti ilmu pengetahuan, sains, dan lain-lain sesuai kecenderungan bakat dan minat anak supaya berhasil di bidangnya.

Jadi ketika dewasa nanti sudah memiliki benteng dalam menghadapi kehidupan dan mampu menjadi pribadi yang cerdas dan beradab mahir masalah dunia dan ahli dalam bidang agama. Sistem pendidikan Islam dipahamkam kepada anak agar tunduk dan patuh pada perintah dan larangan Allah Swt, standar kebahagiaan pun bukan materi tapi senantiasa meraih ridha Allah Swt . Sehingga output dalam pendidikan Islam sangat berkualitas, bahkan ada yang berhasil membuat buku dan negara Islam mengapresiasinya dengan membayar dengan harga mahal sesuai dengan tebalnya buku tersebut untuk menjadi properti perpustakaan negara sebagai prasarana untuk mencerdaskan umat.

Ini adalah bentuk penghargaan dari negara terhadap umat yang berjuang dan berprestasi sehingga generasi yang lain termotivasi untuk senantiasa produktif dalam masalah pendidikan. Sistem Islam orangtua menjadi madrosatul ula (sekolah pertama) dalam mendidik anak-anak, ditunjang dengan pendidikan formal yang disiapkan pemerintah dengan kurikulum berbasis akidah Islam serta peran serta kontrol masyarakat dalam amar ma’ruf nahi mungkar .

Dengan pendidikan seperti itu mampu mencetak generasi umat yang berkualitas. Ini bisa terjadi jika sistem Islam diterapkan dalam bingkai Daulah Islam. Tanpa daulah Islam sistem pendidikan terbaik tidak akan hadir di depan kita.

Berharap pada sistem kapitalis-sekuler hanya memberikan rasa takut dalam membesarkan mereka. Hanya khilafahlah yang mampu menjamin pendidikan generasi umat dan sekaligus solusi sistemik demi meraih generasi muslim muslimah yang berkualitas.

Waallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *