SISTEM ISLAM, SOLUSI TUNTAS KETIMPANGAN PENDIDIKAN

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

SISTEM ISLAM, SOLUSI TUNTAS KETIMPANGAN PENDIDIKAN

Oleh Endah Yuli Wulandari

(Kelompok Penulis Peduli Umat)

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim tentang ketimpangan infrastruktur pendidikan. Jokowi mengecek infrastruktur pendidikan di berbagai daerah saat kunjungan kerja. Lalu ia membandingkan pembangunan pendidikan di kabupaten dengan kota. Jokowi mengatakan bahwa memang ada gap yang jauh dalam sarana prasarana antara kabupaten dan kota. (cnnindonesia.com, 25/11/2023)

Bertepatan dengan Hari Guru Nasional, Jokowi juga mengungkapkan bahwa guru menghadapi tantangan berat di masa ini. Salah satunya terkait perkembangan teknologi. Pasalnya, tidak semua guru di Indonesia bisa mengakses teknologi terkini. Ia mengakui penyebaran infrastruktur pendidikan belum merata.(www.detik.com,25/11/2023)

Tak bisa dipungkiri, pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa. Dengan pendidikan yang maju, akan menjadikan masyarakat juga berpikir maju, bermoral, serta mampu menciptakan sebuah peradaban yang unggul.

Kesenjangan infrastruktur pendidikan antara kabupaten dan kota serta antar pulau yang berbeda, jelas akan mempengaruhi kesetaraan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut akan menciptakan kesulitan bagi sebagian peserta didik dalam mendapatkan pendidikan berkualitas.

Kurangnya pemerataan pendidikan di negeri ini, sangat erat kaitannya dengan penerapan sistem ekonomi dan politik yang dipakai oleh negara. Sebab dalam membentuk pendidikan yang berkualitas diperlukan anggaran dana yang besar serta kebijakan yang mendukung terciptanya sumber daya yang berkualitas.

Dalam sistem kapitalisme yang diemban oleh negara kita, pendidikan dipandang hanya sebatas salah satu komoditas bukan dianggap sebagai layanan yang wajib disediakan negara bagi seluruh warganya.

Akibatnya , meski negara menyelenggarakan pendidikan, namun biaya anggaran yang dikeluarkan sangat minim. Itu pun setiap tahun selalu berkurang. Di sisi lain negara menyerahkan penyediaan fasilitas pendidikan pada pihak swasta yang pastinya berorientasi keuntungan.

Tak heran, bermunculanlah sekolah-sekolah swasta elit di tengah ketimpangan infrastruktur pendidikan. Rakyat miskin hanya bisa mengakses pendidikan yang disediakan negara dengan fasilitas minim.

Tata kelola Pendidikan yang kapitalistik bisa kita lihat dari UU no.20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 yang berbunyi, “Peningkatan fasilitas dan sarana prasarana Pendidikan ditopang oleh prinsip kemitraan dan partisipatif”. Inilah bentuk lepasnya tanggungjawab negara dalam mengatur urusan rakyatnya khususnya bidang pendidikan.

Sesungguhnya pemerataan pendidikan hanya bisa terealisasi dengan sistem islam. Dalam islam pendidikan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik yang menjadi tanggungjawab negara. Termasuk di dalamnya pemenuhan infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan yang merata dan berkualitas. Bahkan gratis.

Rasulullah SAW bersabda,”Mencari ilmu adalah wajib bagi laki-laki muslim dan wanita” ( HR. Ibnu Abdil Barr). Dari kewajiban menuntut ilmu ini, menuntut negara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi warganya.

Negara wajib memastikan setiap rakyat dapat mengakses pendidikan dimana saja ia berada dan dari latar belakang apapun. Kemampuan negara dalam menjamin pendidikan bagi warganya ini akan didukung oleh sistem ekonomi islam yang mumpuni.

Pembiayaan pendidikan dalam sistem islam berasal dari Baitul Maal yang mendapatkan sumber dananya dari pos fa’I, kharaj dan pos kepemilikan umum.
Dari satu pos saja, misalnya pos kepemilikan umum, negara akan mendapatkan sumber dana yang sangat melimpah. Karena bersumber dari pengelolaan sumber daya alam, seperti hutan, laut, barang tambang dll.

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Iqtishody Fii Al Islam menjelaskan bahwa dalam kondisi terdesak atau kas negara mengalami kekosongan, maka negara boleh menarik dharibah ( Pajak) untuk pembiayaan infrastruktur pendidikan yang menjadi prioritas dan menggaji para tenaga pendidikan.

Hanya saja pajak tersebut hanya dikenakan kepada laki-laki muslim yang telah tercukupi kebutuhan primer bahkan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai standar hidup tempat ia tinggal.

Segala fasilitas yang menunjang kegiatan belajar mengajar dan yang memudahkan para guru mentransfer ilmu mereka akan disediakan oleh negara. Misalnya sarana-sarana fisik seperti gedung sekolah, asrama,perpustakaan, laboratorium dll. Semua saran ini diberikan negara secara gratis. Negara tidak boleh menarik sepeser pun uang dari rakyat.

Dengan pendidikan gratis dan berkualitas, selama berabad-abad kekhilafahan islam mampu menjadi negara adidaya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.

Output pendidikan di masa khilafah telah berhasil mencetak para ulama-ulama besar,ilmuwan-ilmuwan kelas dunia yang menjadi rujukan umat manusia.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *