Sertifikat Halal, Objek Memalak Rakyat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Sertifikat Halal, Objek Memalak Rakyat?

Oleh Fahriiva

(Aliansi Penulis Rindu Islam)

 

Badan penyelenggara jaminan produk halal (BPJPH) Kementerian Agama menyebut ada tiga kelompok produk yang wajib bersertifikat halal pada 2024. Jika tiga kelompok produk ini tidak memilikinya, Kemenag akan menjatuhkan sanksi kepada para pelaku usaha yang menjual produk tersebut tanpa sertifikat halal. Tiga produk ini adalah: makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan; dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta hasil sembelihan dan jasa penyembelihan (cnnindonesia.com 8/1/2023).

Mekanisme pelaksanaan jaminan halal berupa sertifikat memang cenderung rumit. Seolah-olah produk yang tidak bersertifikat adalah produk haram. Padahal, bisa jadi ia produk halal, tetapi sekedar tidak memiliki sertifikat.

Ironisnya, ditengah sistem kapitalisme saat ini, jaminan halal yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, justru menjadi bahan mendulang cuan. Saat ini, sertifikasi halal menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan. Karena tidak adanya landasan keimanan, dalam pemerintahan sekuler, sertifikasi halal tidak dipandang sebagai tanggung jawab pemerintah dalam menjamin kehalalan produk yang beredar. Namun, semata-mata faktor ekonomi dan materialistik.

Inilah wajah negara dengan sistem kapitalisme yang menjadikan rakyat sebagai sasaran pemalakan melalui berbagai cara. Rakyat, sebagai pelaku usaha makanan dan minuman, harus dibebani untuk mengurus sertifikat halal dengan biaya yang tidak murah.

Padahal, ketika mereka memulai usaha, tidak hanya mengurus sertifikat halal, mereka juga terbebani dengan aneka pungutan, seperti pajak, UMB, perizinan, dan lain-lain.  Inilah yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi yang berefek pada tingginya harga produk. Kalau sudah seperti ini, tidak semua rakyat bisa menjangkau harga jual barang.

Hal ini jauh berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam kacamata Islam, negara berperan sebagai penjaga dan pelindung umat. Sehingga negara akan hadir ditengah-tengah umat untuk menjamin kehalalan setiap produk makanan yang beredar, bukan menjadi pelaku bisnis sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Artinya, kehalalan semua produk yang dikonsumsi warga negara merupakan tanggung jawab negara yang didorong oleh ketaatan kepada Allah SWT.

Akidah Islam yang menjadi dasar negara, menjadikan semua urusan harus di atur dengan syariat islam, termasuk perkara makanan dan minuman. Negara tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tapi juga mendanai setiap upaya yang bisa menjamin produk halal ditengah-tengah masyarakat.

Dalam Islam jaminan kehalalan semua produk akan ditentukan dari awal. mulai dari proses pembuatan bahan, proses produksi hingga distribusi akan senantiasa di awasi. Semua itu dikerjakan, dikontrol, dan di awasi oleh para ahli dan ulama, agar semua produk pangan yang dikonsumsi masyarakat benar-benar terjamin kehalalannya. Bahkan Islam akan mensterilkan bahan-bahan haram dari pasar agar tidak membuat masyarakat bingung dalam membedakan halal dan haram.

Negara juga menempatkan seorang hakim untuk melakukan patroli dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di pasar.  Hal ini bisa mencegah pedagang menjual barang haram pada kaum muslim. Selain itu negara juga akan memberlakukan sanksi berupa ta’zir yang tegas sesuai dengan ketetapan syariat islam. Setiap rakyat diperbolehkan mengadukan perkara ke Mahkamah Mazhalim atas penguasa yang mengizinkan produk haram yang dijual bebas, baik keberadaannya sebagai wali ataupun khalifah, dalam hal makanan

Negara yang menerapkan sistem Islam juga membolehkan ahlu dzimmah meminum minuman keras, memakan daging babi, atau bahkan menjalankan segala aturan agama mereka. Namun segala aktifitas itu masih dalam wilayah yang diatur oleh syariat. Maka selama hal tersebut dilakukan dalam ranah kehidupan pribadi dan tidak dilakukan ditempat umum, maka negara tidak akan mengusik perilaku mereka yang sesuai aturan agama mereka. Namun, jika ahlu dzimmah membuka toko yang menjual bebas produk haram, maka dia akan dihukum berdasarkan aturan syariat Islam.

Penerapan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, sejatinya akan memberikan rasa tenang didalam jiwa seluruh rakyat. Sebab umat Islam dijamin keterikatannya dengan syariat Islam Kaffah oleh Negara.

 

Wallahu a’lam bishshawab.

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *