Sertifikat Domisili Mengubah Iklim Demografi? Ummat Butuh Kesatuan Politik Di Bawah Satu Panji Tauhid!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nahdiyyah Fikrul Islam

Srinagar- Proses pendistribusian sertifikat domisili (domicile certificate) dibawah aturan domisili baru ( the new domicile law) telah dimulai saat ini untuk lebih dari 50 sertifikat domisili yang akan dibagikan oleh Komisaris Divisi Jammu, Sanjeev Verma yang diperuntukkan bagi penghuni khusus kamp yang dibangun. Namun, informasi lain menyebutkan bahwa sudah terdapat 25.000 orang diberikan sertifikat domisili di Kashmir sejak 18 May 2020.

Penerima sertifikat domisili (domicile certificate) yang berhak untuk tinggal dan bekerja di pemerintahan daerah yang sudah ditetapkan bagi penduduk lokal. Kategori penduduk yang berhak menerima sertifikat domisili (domicile certificate) yaitu pertama, penduduk yang telah tinggal di Jammu-Kashmir mencapai 70 tahun terakhir tetapi legalitas kewarganegaraan mereka dicabut/dihilangkan. Kategori ini ditujukan bagi warga pengungsi Pakistan Barat, dimana termasuk penduduk yang banyak mendapatkan penindasan, seperti suku Balmiki Sanaj, Gorkhas, , Bahu, Jammu Selatan dan beberapa bagian wilayah lainnya di Jammu.

Kategori kedua yang masuk aturan dibawah sertifikat domisili adalah semua orang dan anak-anaknya yang telah tinggal di Jammu-Kashmir selama 15 tahun atau telah kuliah dr tingkat tujuh atau yang masih sekolah dan berada di kelas 10 atau 12 pada salah satu institusi pendidikan di negara bagian Jammu-Kashmir. Kategori ini berhak mendapatkan tempat tinggal.

Kategori ketiga, pegawai pemerintah pusat, semua pegawai kantor pelayanan India, kantor usaha sektor publik (public sector undertaking), dan wilayah otonami pemerintah daerah, Bank sektor publik, kantor pusat universitas, dan institut ilmiah yang diakui oleh pemerintah pusat yang telah melayani di teritorial negara bagian Jammu-Kashmir. Terhitung telah 10 tahun masa kerja boleh diberikan status domisili di wilayah teritorial.

Kategori keempat, mereka yang imigran beserta anak-anaknya yang didaftarkan di kantor relief dan rehabilitasi akan diberikan sertifikat domisili. Dan yang kelima, mereka yang datang dari luar wilayah kesatuan Jammu-Kashmir yang bekerja, atau bisnis, atau profesi lainnya atau pekerjaan lainnya diberikan hak status domisili.

Kategori keenam adalah pengungsi di wilayah Pakistan Barat, Safai Karawchai dan anak-anak hasil pernikahan dari wanita luar Jammu-Kashmir juga dihadiahkan sertifikat domisili. Namun syaratnya, pengungsi Pakistan Barat tersebut hanyalah mereka yang menjadi bagian Parlemen Daftar Pemilih dan bukan bagian daftar pemilih sebelumnya. Dan lama tinggalnya sudah mencapai 15 tahun dan anak-anaknya minimal 17 tahun atau di kelas 10 dan 12.

Menurut Komisaris Divisi dalam pidatonya pada suatu kesempatan mengatakan bahwa permintaan sertifikat domisili telah dipenuhi yang sebelumnya tertunda. Menurutnya, Orang-orang tinggal di Jammu-Kashmir untuk beberapa tahun terakhir meskipun dicabut kewarganegaraannya, sekarang telah sama haknya dengan warga resmi legal di Jammu-Kashmir.

Hak-Hak yang didapatkan warga yang diberikan sertifikat yaitu hak tinggal (domisili), dan bekerja di pemerintahan daerah yang sebelumnya ditetapkan hanya untuk penduduk lokal.
Kebijakan Sertifikat Domisili, Demi Keuntungan Siapa?

Sekilas ketika membaca pengaturan citizenship (warga negara) yang baru diterbitkan oleh pemerintah pusat India, seolah-olah memberikan toleransi yang tinggi bagi pendatang maupun pengungsi di wilayah teritorial Jammu-Kashmir. Bahkan seperti terlihat menolong dan menjalankan aspirasi bagi mereka yang tadinya tidak ada kejelasan pengakuan secara legal dari pemerintah India. Sebelumnya, pendatang maupun pengungsi tidak akan pernah menjadi warga/penduduk resmi wilayah teritorial istimewa Jammu-Kashmir meskipun masih dari wilayah India.

Namun, benarkah aturan baru kewarganegaraan atau kependudukan melalui sertifikat domisili tersebut akan membawa solusi bagi pengungsi atau pendatang? Jika iya, lalu bagaimana dengan penduduk asli setempat? Karena mengingat wilayah tersebut adalah wilayah istimewa dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Akankah jadi harapan atau petaka baru bagi ummat dari pemerintah India? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, berikut analis sederhana yang bisa dijadikan bahan paradigma.

Pertama, bicara segi keuntungan yang diperoleh dari kebijakan baru kependudukan dengan sertifikat domisili, jelas diuntungkan adalah mereka yang kehilangan identitas kewarganegaraan asal/imigran gelap/illegal, kemudian pengungsi yang berada di wilayah perbatasan, juga para pekerja yang sebelumnya sulit untuk memastikan kejelasan domisili saat berada di wilayah Jammu-Kashmir.

Tentu, dengan adanya aturan baru sertifikat domisili, memudahkan orang-orang tersebut untuk memiliki identitass kewarganegaraan atau minimal administrasi kependudukan yang sama dengan penduduk setempat.

Pemberlakuan aturan sertifikat domisili akan membawa banyak perubahan iklim/wajah baru bagi penduduk Jammu-Kashmir yang sebelumnya hanya punya sedikit warna dalam budaya setempat.

Kedua, terbitnya sertifikat domisili yang ditetapkan oleh pemerintah India menurut beberapa politisi wilayah teritorial Jammu-Kashmir seperti Mehbooba Mufti ( mantan menteri besar Jammu-Kashmir) dan Pimpinan partai Hurriyat JK Umar Farooq Adullah, mereka berpendapat bahwa sertifikat domisili akan membawa perubahan iklim demografi yang nantinya menggeser wajah Kashmir dari tanah kaum muslimin menjadi tanah yang mutlak dikuasai oleh Hindu India.

Menurut mereka, pengaturan domisili tersebut bukanlah karena ingin memperbaiki kondisi Kashmir atau karena ingin memberikan solusi bagi Kashmir yang telah lebih dari 70 tahun bersetru dengan pemerintah pusat India. India hanya menjalankan modus licik untuk menguasai wilayah teritorial Jammu-Kashmir. Pendapat Mufti dan juga Farooq dapat diterima secara rasional. Sebab, sertifikat domisili tersebut boleh dimiliki siapapun jika memenuhi salah satu dari enam kategori yang berhak menerima sertifikat domisili. Bahkan menurut mereka, aturan sertifikat domisili tersebut juga mampu membawa para investor asing dan penjajah baru yang akan berkolaborasi dengan pemerintah India untuk menguasai Jammu-Kashmir.

Ketiga, aturan sertifikat domisili ini muncul sebagai perpanjangan atau kelanjutan dari kebijakan pemerintah India mencabut artikel 370A yang telah disepakati sejak tahun 1950-an antara Pemerintah India dengan Raja Singh dari Kashmir. Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa Jammu Kashmir adalah wilayah istimewa yang boleh memiliki aturan kewarganegaraan sendiri, bendera sendiri, dan hak-hak dasar lainnya kecuali urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi.

Dicabutnya pasal 370A tersebut, maka keistimewaan teritorial Jammu-Kashmir telah berakhir, yaitu pada Agustus 2019 lalu. Dengan demikian, wilayah Jammu-Kashmir menjadi negara bagian yang harus menerima aturan dan status yang sama dengan wilayah negara bagian lainnya di India. Oleh karena itu, mengingat penduduk mayoritas India adalah Hindu, maka dengan berakhirnya pasal 370A, dan terbitnya sertifikat domisili tersebut menjadi pintu masuk yang sangat leluasa bagi mereka yang beragama lain khususnya Hindu di seluruh penjuru India untuk membeli tanah, properti dan menetap disana.

Maka bisa dibayangkan, jika hal itu benar-benar akan datang, pelan-pelan wilayah Jammu-Kashmir akan diramaikan oleh warga asing khususnya Hindu, dan menertibkan atau meminggirkan penduduk asli yaitu ummat Islam yang tadinya mayoritas di wilayah teritorial Jammu-Kashmir. Dengan demikian, impian Pemerintah India di bawah partai Narendra Modi untuk menguasai Kashmir secara absolut dengan kebijkan politik, segera terwujud.

Kashmir akan semakin kehilangan identitas khasnya sebagai tanah syurga milik ummat Islam. Lalu, siapa yang akan mengakhiri manuver politik kaum Hindu tersebut dan menolong ummat Islam yang ada di Kashmir? Pada kesimpulannya, yang paling mendapatkan keuntungan dari kebijakan sertifikat domisili itu hanyalah pemerintah India dan warga Hindu serta para imigran yang bisa berkolaborasi dengan pemerintah India menggeser otoritas dan identitas kaum muslimin dari tanah Kashmir. Tidak beda dengan Palestina yang dijajah Israel bukan?
Solusi Bagi Kashmir Hanyalah Kesatuan Politik Ummat di Bawah Panji Tauhid.

Masalah kependudukan/aturan kewarganegaraan bagi kaum muslim di wilayah minorotas selalu cenderung diskriminatif. Dan hal tersebut bukan hanya berlaku di Jammu-Kashmir, India. Sebab, pada intinya kaum muslimin dianggap sebagai pembawa sial, teroris, maupun musuh yang sewaktu-waktu bisa balas dendam. Sebuah dendam peradaban oleh kaum kafir yang belum terpuaskan hingga hari ini.

Sistem pemerintahan yang dikendalikan di bawah ideologi sekuler maupun Komunis, selalu bersemangat untuk menyingkirkan warga asing yang dianggap ancaman. Dan warga asing yang dimaksudkan adalah kaum muslim. Negara-negara yang berpenduduk minoritas muslim kerap melakukan penindasan dan juga penganiayaan serta penjarahan tanah atas nama kebijakan negara yang sah. Lihat saja Palestina bagaimana dijajah Israel hingga tanah Palestina kini mayoritas dimiliki oleh zionis.

Begitu juga dengan Uyghur yang ditindas oleh Kapitalis China, juga tidak luput dari perhatian kita untuk Rohingya yang terusir dari tanah mereka sendiri atas nama hak dan legalitas kebijakan pemerintah di bawah kapitalisme, ideologi penjajah dan penjarah. Hingga banyak kaum muslimin yang berstatus pengungsi di perbatasan-perbatasan negeri maupun di negeri-negeri lain yang tidak ada jaminan kelayakan hidup.

Maka, tidak ada solusi bagi kaum muslimin agar lepas dari cengkraman kejahatan negara yang memimpinnya sekaligus ideologi yang menjajahnya kecuali kaum muslimin kembali pada satu ikatan kuat, yaitu ikatan aqidah islamiyah. Ikatan yang menyeru seluruh kaum muslimin agar berada dalam satu Panji tauhid dan bernaung di bawah satu model kepemimpinan modern yang telah terbukti mampu mengayomi dan memberikan kesejahteraan hidup bagi ummat Islam.

Model kepemimpinan itu adalah Khilafah. Khilafah yang akan tegak dari kesatuan politik ummat di seluruh negeri- negeri muslim untuk menerapkan Islam secara totalitas (kaffah). Dengan adanya kesatuan politik ummat, maka seluruh kaum muslimin yang terjajah mulai dari Kashmir, Palestina, Afganistan, Rohingya, Uyghur, dan Yaman akan mampu tertolong dengan sebenar-benarnya pertolongan. Oleh karena itu, sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi ummat akan tegaknya institusi Kesatuan politik di bawah Panji Tauhid yang dinaungi oleh Kekhilafahan ala manhaj nubuwwah.

Karena semakin lama kapitalisme dibiarkan hidup, akan terus menggerogoti ketahanan ummat. Semua ide turunannya seperti demokrasi, liberal, nasionalisme, telah mengeroyok kaum muslimin dari segala sisi, baik fisik maupun politik. Saatnya meneguhkan perjuangan dan menguatkan doa agar kemenangan kaum muslimin segera didatangkan oleh Allah azza wajalla. Amin. Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *