Oleh: Ummu Shindi (Muslimah Peduli Negeri)
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah terhadap masuknya ratusan tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Indonesia secara bebas saat Hari Raya Idul Fitri, Kamis (13/5/2021). Padahal di waktu yang sama pemerintah memberlakukan larangan mudik bagi warga.
“Kita setuju penyekatan itu untuk mencegah pandemi, kami setuju kebijakan itu, yang kami enggak setuju rasa keadilan itu tidak ada, TKA melenggang kangkung di tengah pandemi,” kata Iqbal dalam konferensi pers yang digelar secara daring lewat Zoom Meeting KSPI, Minggu (16/5/2021) siang.
Kebijakan pemerintah ini cenderung pilih kasih karena pada saat rakyatnya dilarang mudik untuk silaturahmi, tetapi ratusan TKA China masuk ke Indonesia dengan pesawat carteran yang videonya sempat viral di media sosial. Miris, rakyat sendiri dianaktirikan justru rakyat negara lain dianakemaskan.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan membantah kedatangan warga Negara asing (WNA) China menggunakan pesawat carteran tetapi menggunakan pesawat reguler. Pemerintah Indonesia sejak 5 mei 2021 sudah memberhentikan penggunaan pesawat carteran. Akan tetapi dari bantahan tersebut tidak membuat rakyat begitu saja percaya, karena terbukti 157 TKA China telah tiba di Bandara Maleo, Morowali Sulawesi Tengah dengan pesawat carteran pada 8 mei 2021. Para TKA China tersebut akan dipekerjakan di perusahaan strategis multi nasional di Morowali, Sulawesi Tengah (sindonews.com, 11/5/20121).
Kebijakan Tidak Pro Rakyat
Sungguh sebuah kebijakan yang tidak pro rakyat. Pada saat rakyat Indonesia banyak yang mengalami PHK sehingga jumlah pengangguran meningkat akibat pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai, malah mempekerjakan TKA. Apakah negeri ini kekurangan sumber daya manusia? Padahal dari hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk yang produktif (15-64 tahun) di Indonesia mencapai 70,72 persen dari total jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 270,20 juta jiwa. Lalu di manakah peran negara saat ini? Yang harusnya mencari solusi masalah yang dihadapi rakyatnya bukan malah abai.
Kembali masuknya TKA China bukan hanya sekedar kelalaian atau lemahnya penegakan aturan. Semua adalah konsekuensi dan fasilitas yang harus diberikan negara yang sudah mengesahkan UU Cipta Kerja pada 2 November 2020. Ketua KSPI Said Iqbal menduga masuknya ratusan TKA China ke Tanah Air ini berkaitan dengan kemudahan yang diberikan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 (UU Ciptaker).
Menurutnya, sejak UU tersebut diberlakukan, TKA tidak perlu lagi mengantongi surat izin tertulis dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk bisa bekerja di Indonesia. Sebagai gantinya, mereka cukup mengisi form Rencana Penggunanan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang diserahkan ke Kemenaker.
Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seorang TKA diwajibkan mengantongi surat izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) untuk dapat masuk ke Indonesia. Sekali pun RPTKA sudah didapat, kehadiran TKA tersebut akan ditolak jika tak disertai surat izin. Seharusnya Menaker turut aktif untuk memperjuangkan nasib para pekerja bukan malah membiarkan dan memberi karpet merah kepada TKA.
Inilah watak asli para penguasa di negeri kita yang mengikuti sistem kapitalisme demokrasi, sehingga tak heran jika semua aturan kebijakan tidak membela rakyat bahkan malah menekan rakyat sendiri. Sebuah problem sistemik yang harusnya segera diselesaikan juga secara tersistematis sehingga tidak akan terulang lagi.
Keterpurukan kaum pekerja semakin mendalam, meskipun banyak lembaga yang membela mereka tetapi aturan yang sudah ditetapkan tidak bisa diubah. Rakyat tetap kalah dengan para pemilik modal yang bisa membuat pesanan kebijakan sesuai yang mereka inginkan, tentunya semua itu memakai uang untuk memperlancar kemauan mereka. Kedaulatan penuh berada di tangan kapitalis/ pemilik modal. itulah dasar dari kapitalisme.
Solusi Sahih Islam
Keadaan ini harus segera diselesaikan oleh negara sehingga permasalahan ketenagakerjaan bisa segera teratasi. Pemerintah tak perlu ragu untuk mencabut UU Ciptaker yang sangat merugikan para pekerja dalam negeri. Tidak hanya dengan mencabut undang-undang, negeri ini juga harus mengganti sistem tata kelola dalam pemerintahan dengan sistem sahih sesuai ketentuan syariat Islam.
Dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam seharusnya sepakat untuk mengganti sistem kapitalisme demokrasi dengan sistem Khilafah seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para Sahabat dalam membangun serta menata negara. Dalam Khilafah kedaulatan penuh berada pada Sang Pembuat hukum yaitu Allah Swt. yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunah sehingga tidak mudah negara asing ikut campur urusan dalam negeri Khilafah.
Tentunya gerak-gerik negara asing dibatasi. Apalagi negara seperti China yang notabene negara tersebut juga memerangi Islam, perbuatan kejinya terhadap Muslim Uighur adalah tindakan yang tidak termaafkan. Harusnya kita marah dan tidak memberi ruang bagi China untuk menginjak-injak negeri ini, baik dalam urusan pengiriman TKA, penanaman investasi dan lain-lain.
Dalam sistem Khilafah mempunyai konsep untuk menyejahterakan pekerja tentunya sesuai dengan syariat Islam sehingga akan membawa maslahat bagi seluruh umat baik itu muslim maupun nonmuslim. Diantaranya dengan menentukan standar gaji pekerja, standar yang digunakan oleh Islam adalah manfaat tenaga bukan living cost terendah. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi pekerja oleh para majikan.
Negara juga memenuhi semua kebutuhan pokok yakni pangan, sandang dan papan sehingga mereka tidak akan dibuat pusing dengan gaji yang pas-pasan. Karena negara memenuhi kebutuhan rakyatnya, semua itu diberikan cuma-cuma kepada rakyat dengan dana dari Baitul Mal. Negara hadir sebagai pelindung dan perisai bukan penyengsara umat.
Sistem Islam (Khilafah) tidak diragukan lagi konsepnya karena sudah teruji diterapkan selama kurang lebih 1400 tahun dan membuat peradaban yang gemilang pada masanya. Apakah kita masih yakin dengan solusi yang diberikan sistem kapitalisme saat ini yang cenderung mencari untung demi untung? Tentu saja tidak, karena kita semua mengharapkan keberkahan dari langit turun dengan menerapkan aturan dari Allah Swt. semata.
Wallahu a’lam bishowwab.